Oktober 2019, Utang Luar Negeri Pemerintah Naik 13,6 Persen Per Tahun
Utang luar negeri, baik itu utang pemerintah dan bank sentral maupun utang swasta, terus tumbuh dalam setahun terakhir. Hingga Oktober 2019, utang luar negeri Indonesia mencapai 400,6 miliar dollar AS.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Utang luar negeri, baik itu utang pemerintah dan bank sentral maupun utang swasta, terus tumbuh dalam setahun terakhir, mencapai 400,6 miliar dollar per Oktober 2019. Utang luar negeri pemerintah melonjak 13,6 persen dibandingkan dengan periode sama tahun lalu.
Berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), nilai tukar rupiah pada Senin (16/12/2019) ada di level Rp 14.004 per dollar AS. Artinya, utang luar negeri yang tercatat hingga Oktober 2019 setara dengan Rp 5.610 triliun.
Utang luar negeri (ULN) pemerintah dan bank sentral tercatat 202 miliar dollar AS (Rp 2.828,8 triliun) dan ULN sektor swasta, termasuk BUMN, 198,6 miliar dollar AS (Rp 2.781,2 triliun).
Dalam keterangan resmi, Senin (16/12/2019), Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Onny Widjanarko mengatakan, pertumbuhan utang luar negeri meningkat sejalan dengan keyakinan investor asing terhadap prospek perekonomian nasional.
”Pertumbuhan utang luar negeri yang meningkat dipengaruhi peningkatan pertumbuhan utang luar negeri pemerintah di tengah perlambatan utang luar negeri swasta,” kata Onny.
Posisi utang luar negeri pemerintah pada akhir Oktober 2019 tercatat tumbuh 13,6 persen secara tahunan. Pertumbuhan ini melonjak dari pertumbuhan tahunan pada September 2019 yang tercatat 10,3 persen dibandingkan dengan September 2018.
Pengelolaan utang luar negeri pemerintah diprioritaskan untuk membiayai pembangunan. ”Dengan porsi terbesar pada beberapa sektor produktif yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat,” ujar Onny.
Sektor yang dimaksud adalah sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial 19 persen dari total utang luar negeri pemerintah diikuti sektor konstruksi (16,5 persen) dan sektor jasa pendidikan (16,1 persen).
Adapun utang swasta tumbuh melambat dari bulan sebelumnya. Posisi utang luar negeri swasta pada akhir Oktober 2019 tumbuh 10,5 persen secara tahunan, lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 10,7 persen berbanding posisi September 2018.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus, menilai, peningkatan utang luar negeri dapat membuat ruang fiskal di dalam negeri semakin terbatas. Utang yang semakin besar akan menyebabkan pembayaran pokok dan bunga utang kian meningkat sehingga membebani APBN.
Menurut dia, jika penerimaan negara Rp 2.500 triliun dalam satu tahun dan kewajiban negara membayar utang dan bunga utang Rp 500 triliun per tahun, artinya pemerintah hanya punya sisa dana Rp 2.000 triliun untuk menggerakkan ekonomi negara.
”Rasio utang harus dibuat pagar pembatas, kalau tidak nanti kebablasan. Nanti kalau utang naik, belanja produktif jadi minim,” ujarnya.
Berdasarkan data Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019, realisasi penerimaan negara sepanjang Januari-Oktober 2019 sebesar Rp 1.508,9 triliun. Capaian ini hanya tumbuh 1,2 persen jika dibandingkan dengan penerimaan negara periode Januari-Oktober 2018 sebesar Rp 1.483,8 triliun.
Padahal, realisasi penerimaan negara pada periode Januari-Oktober 2018 tumbuh 21,3 persen dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya.