Pergerakan Tanah Merusak Rumah Warga di Limapuluh Kota
Setidaknya enam rumah rusak berat akibat pergerakan tanah di Nagari Koto Alam, Kecamatan Pangkalan Koto Baru, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat.
Oleh
Yola Sastra
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Setidaknya enam rumah rusak berat akibat pergerakan tanah di Nagari Koto Alam, Kecamatan Pangkalan Koto Baru, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat. Selain akibat curah hujan tinggi dan kontur daerah perbukitan, pergerakan tanah juga diduga dipicu oleh aktivitas perusahaan tambang yang menggunakan bahan peledak.
Nurhayati (36), keluarga warga terdampak, Minggu (15/12/2019), mengatakan, rumah saudaranya yang berada di Jorong Simpang Tigo, Nagari Koto Alam, tidak dapat lagi dihuni. Rumah permanen tersebut ambles sedalam sekitar 1,5 meter. ”Pada Selasa (10/12/2019), rumah sudah retak. Sehari kemudian, rumah mulai ambles. Sekarang kondisinya semakin parah,” kata Nurhayati ketika dihubungi dari Padang.
Menurut Nurhayati, pergerakan tanah itu terjadi akibat curah hujan tinggi. Namun, ada pula dugaan kejadian dipicu aktivitas perusahaan tambang batu andesit yang berjarak sekitar 1 kilometer dari lokasi. Sebelum adanya aktivitas tambang berizin itu, Nurhayati menjelaskan, rumah yang berdiri sejak delapan tahun itu baik-baik saja. Sejak perusahaan tambang mulai beroperasi di Koto Alam tiga tahun lalu, rumah tersebut rusak.
Kalau retakan yang di atas itu jatuh, rumah penduduk di Jorong Polong Duo akan tertimbun semua.
Tidak hanya di Jorong Simpang Tigo, pergerakan tanah juga terjadi di Jorong Polong Duo, Nagari Koto Alam. Ilham Ocu, warga Jorong Polong Duo, mengatakan, sebagian rumah warga retak-retak dan fondasinya turun akibat pergerakan tanah. Rumah orangtua Ilham, misalnya, fondasinya mulai turun.
Selain rumah, kata Ilham, pergerakan tanah juga menimbulkan retakan sepanjang sekitar 300 meter dan lebar rata-rata 30 sentimeter. Kondisi itu semakin parah karena setahun lalu lebarnya hanya sekitar 10 sentimeter. Retakan tersebut berada di tebing seberang Jalan Sumbar-Riau.
”Ini efek dari adanya pembukaan tambang. Keretakan mulai banyak. Kondisinya semakin parah akibat curah hujan tinggi. Air akan masuk ke lubang itu dan retakan semakin luas. Kalau retakan yang di atas itu jatuh, rumah penduduk di Jorong Polong Duo akan tertimbun semua,” kata Ilham.
Menurut Ilham, retakan itu dipicu oleh aktivitas tambang yang menggunakan bahan peledak. Setahun lalu, warga sering merasakan getaran kuat saat tambang beraktivitas. Namun, setelah diprotes, daya ledak dikurangi. Ilham mengaku, ia dan warga lainnya sudah melaporkan hal ini ke Wali Nagari Koto Alam, tetapi tidak ada tindak lanjut.
Wali Nagari Koto Alam Abdul Malik mengatakan, warga Jorong Simpang Tigo yang rumahnya rusak berat mengungsi ke rumah sanak saudara. Enam rumah di jorong tersebut ambruk sehingga tidak dapat ditempati lagi. Selain merusak rumah, pergerakan tanah juga merusak puluhan hektar areal pertanian.
Menurut Abdul, pergerakan tanah lebih dipicu oleh curah hujan tinggi dan lokasi yang merupakan daerah perbukitan. Terkait aktivitas tambang yang diduga turut memicu bencana, Abdul tidak dapat berkomentar. Butuh kajian lebih lanjut untuk memastikan penyebab pergeseran tanah.
Di Koto Alam, kata Abdul, setidaknya ada 2 perusahaan yang beroperasi, 2 perusahaan mulai membuka jalan, dan 1 perusahaan sedang persiapan membuka jalan. Semuanya sudah memiliki izin usaha pertambangan (IUP).
”Harus ada kajian jika memang kejadian ini akibat aktivitas tambang. Saya tidak berani mengatakan itu akibat tambang. Bagi nagari, tambang ini bisa menambah pendapatan nagari. Hal tersebut sangat kami butuhkan. Dengan adanya tambang itu, sebagian masyarakat, terutama yang terlibat langsung, sudah menikmati hasilnya. Perekonomian mereka cukup berubah,” kata Abdul.
Ditambahkan Abdul, wilayah jorong yang mengalami pergerakan tanah sudah membahayakan permukiman warga. Abdul berharap pemerintah bisa merelokasi warga terdampak ke tempat yang lebih aman.
Wakil Bupati Limapuluh Kota Ferizal Ridwan, yang sudah beberapa kali memantau lokasi terdampak, mengatakan, selain curah hujan tinggi dan lokasi di daerah perbukitan, pergerakan tanah memang turut dipicu oleh aktivitas tambang. ”Semua itu penyumbang masalah bergeraknya dan retaknya tanah di lokasi tersebut. Kami berharap Pemerintah Provinsi Sumbar mengevaluasi IUP, termasuk amdal (analisis mengenai dampak lingkungan) dan izin peledakannya,” katanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Mineral dan Batubara Dinas ESDM Sumbar John Edward menyangkal pergerakan tanah di Koto Alam dipicu aktivitas tambang. Menurut John, pergerakan tanah adalah aktivitas geologi yang tidak dipengaruhi oleh tambang di permukaan. ”Kejadian ini digolongkan bencana alam. Kalau terjadi bencana alam, untuk tindak lanjutnya dikoordinasi oleh BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah),” kata John.
John juga menyangkal retakan di rumah-rumah warga dipicu oleh aktivitas tambang. Dinas ESDM Sumbar secara berkala sudah melakukan inspeksi ke setiap IUP di Limapuluh Kota, tetapi tidak ada kejadian rumah retak akibat aktivitas tambang yang menggunakan bahan peledak.
John mengaku belum menerima laporan warga terkait pergerakan tanah ataupun kerusakan rumah yang dipicu aktivitas tambang. ”Kalau ada pengaduan masyarakat mengenai kerusakan rumah akibat penambangan, Dinas ESDM Sumbar pasti turun untuk mengecek,” ujar John.