Museum Maritim di Tengah Pelabuhan Tanjung Priok
Jalan-jalan ke mana akhir pekan ini? Anak-anak sudah kelar ujian, libur panjang pun sudah di depan mata. Museum Maritim di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, ini bisa jadi pilihan menarik.
Sebagai negara kepulauan, bangsa Indonesia memiliki kekayaan maritim yang sangat kaya. Namun, kekayaan sejarah maritim itu seolah terlupakan. Warga Jakarta, misalnya, meskipun berada di wilayah pesisir utara Jawa, mereka seolah memunggungi laut. Untuk mengenal lebih jauh soal sejarah maritim, yuk, kita jelajahi Museum Maritim di Jakarta Utara!
Museum ini berada di dalam area Pelabuhan Tanjung Priok. Untuk mencapainya, pengunjung harus masuk ke kompleks pelabuhan. Gedung Museum Maritim sebelumnya merupakan kantor PT Pelindo II Cabang Tanjung Priok sebelum diubah menjadi museum sejak 2018. Untuk kemudahan mencari lokasi, Anda dapat memanfaatkan bantuan Google Maps atau bertanya kepada petugas parkir pelabuhan.
Sebuah peta besar bergambar benua dan kepulauan seluruh dunia menyambut saat masuk ke sayap barat Museum Maritim Jakarta. Titik-titik lampu merah menyala di jalur yang menunjukkan peta migrasi Austronesia. Ras yang dipercayai sebagai asal muasal bangsa Indonesia. Ras tersebut bermigrasi dari kepulauan Taiwan ke arah selatan melewati Filipina dan masuk ke Nusantara pada 5.000 tahun lampau. Teori migrasi yang disebut ”Out of Taiwan” ini didukung oleh arkeolog senior di Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Harry Truman Simanjuntak.
”Peta, replika, dan diorama yang ada di sayap kiri ini menceritakan tentang asal-usul suku di Indonesia hingga masa kerajaan. Semuanya erat dengan budaya maritim,” ujar anggota staf koleksi Museum Maritim Indonesia, Nabila Khoirunnisa, Rabu (11/12/2019).
Baca juga : Mari Menggila di Pojok Foto
Koleksi di sayap barat museum menceritakan tentang beberapa kerajaan yang memiliki budaya maritim kuat, misalnya Kerajaan Sriwijaya di Sumatera Selatan yang sangat mengandalkan kemaritiman. Kerajaan Sriwijaya ada sejak abad ke-5 sampai abad ke-13. Kerajaan ini berada di aliran Sungai Musi dan memiliki pelabuhan yang besar. Pelabuhan milik Kerajaan Sriwijaya juga disinggahi banyak pelaut atau pedagang yang menunggu angin muson bertiup ke arah yang dituju.
Selain itu, kemasyhuran Sriwijaya juga diperoleh karena perannya sebagai pusat pendidikan agama Buddha terbesar setelah India. Banyak orang asing belajar ke Sriwijaya sebelum ke India. Kapal-kapal mereka melayari Laut China Selatan ke Samudra Hindia sehingga banyak peziarah China yang ikut dalam pelayaran mereka.
Kerajaan lain yang diceritakan di museum ini adalah Mataram Kuno pada abad ke-8 dan ke-10. Meskipun berpusat di pedalaman Jawa, Mataram Kuno ternyata memiliki beberapa pelabuhan di pantai utara sekitar Pekalongan dan Semarang. Salah satu bukti bahwa Kerajaan Mataram Kuno memiliki budaya maritim adalah pahatan kapal yang ada di relief Candi Borobudur. Pahatan tersebut menggambarkan tentang kapal yang berlayar di lautan. Diperkirakan kapal-kapal itu berlayar untuk mencari sumber daya alam.
Baca juga : Musik, Makanan, dan Ide Kreatif di MBloc Space
Kerajaan Majapahit yang sangat terkenal sebagai kerajaan maritim Nusantara pada abad ke-13 hingga ke-15 Masehi juga tak luput diceritakan. Majapahit sangat termasyhur pada saat itu karena dapat menguasai perairan Nusantara hingga ke Tumasek atau Singapura.
Selain uraian singkat dan keterangan yang bisa dibaca, museum juga menampilkan diorama yang membuat imajinasi kami diajak terbang ke masa kerajaan. Ada pula miniatur-miniatur kapal yang digunakan kerajaan dari masa ke masa untuk berlayar mengarungi samudra. Hal itu memberikan cukup bukti bahwa sejak dulu Indonesia besar dengan budaya maritim.
Baca juga : Berfoto dan Berseluncur di Moja Museum
Seusai menjelajahi kejayaan maritim kerajaan Nusantara, pengunjung kemudian dibawa ke masa penjajahan. Banyak negara Eropa datang ke Nusantara, di antaranya Portugis, Spanyol, Belanda, dan Inggris. Belanda kemudian menjajah Indonesia paling lama. Misi kedatangan Belanda ke Indonesia adalah mencari kekayaan (gold), menguasai (glory), dan penyebaran agama (gospel). Di Jakarta, atau Batavia kala itu, Belanda mendirikan perusahaan dagang, yaitu Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC).
”Sampai sekarang tidak ada yang bisa menandingi kekayaan VOC. VOC masih menjadi perusahaan dagang terkaya di dunia. Keuntungannya mencapai 10 juta gulden per dekade,” ujar Nabila.
Selain diorama dan informasi mengenai penjajahan Belanda, di sayap barat ini, pengunjung juga disuguhi suasana gudang rempah-rempah VOC. Bau harum rempah-rempah, seperti kayu manis, kapulaga, dan pala, tercium di gudang ini. Aneka rempah-rempah itu disimpan di dalam gentong kayu dan dibiarkan terbuka. Selain wangi rempah-rempah, komoditas lain seperti kopi dan teh juga disimpan di gudang kecil tersebut. Pengunjung diperbolehkan memegang dan mencium komoditas itu.
Memasuki sayap timur atau sisi kanan gedung, pengunjung dibawa ke era yang lebih modern, yaitu awal kemerdekaan. Ketika itu, banyak pelabuhan milik Belanda yang dinasionalisasi oleh Pemerintah Indonesia. Di sini juga diceritakan sejarah PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II, pemilik Museum Maritim. PT Pelindo II memiliki sejumlah pelabuhan, yaitu Belawan, Sunda Kelapa, Tanjung Priok, Teluk Bayur, Lampung Pontianak, hingga pelabuhan baru yang dibangun di Sorong, Papua Barat.
Baca juga : Nasi Kapau Merantau ke Nusantara
Di bagian sayap ini, pengunjung dapat melihat lebih dekat alat-alat yang digunakan di Pelabuhan Tanjung Priok. Tanjung Priok adalah pelabuhan terbesar dan tersibuk di Indonesia yang dikelola PT Pelindo II atau Indonesia Port Corporation (IPC). Tanjung Priok menangani lebih dari 30 persen komoditas nonmigas dan lebih dari 50 persen arus barang yang keluar masuk Indonesia. Tanjung Priok juga menjadi barometer perekonomian Indonesia.
Di museum ini, pengunjung bisa melihat miniatur crane yang digunakan untuk bongkar muat barang kapal kontainer. Selain itu, pengunjung juga dapat melihat kemudi kapal tunda. Kapal tunda adalah kapal kecil yang digunakan untuk membantu kapal merapat ke dermaga atau kapal putar balik. Meskipun ukurannya kecil, kapal tunda memiliki kekuatan hingga 7.500 horse power. Di miniatur kemudi kapal tunda ini, pengunjung dapat berswafoto selayaknya sedang di dalam kapal.
Saat ini, Museum Maritim memang belum beroperasi 100 persen. Museum yang diperkenalkan pada Desember 2018 ini masih terus berbenah. Area museum belum sepenuhnya selesai. Sejumlah penambahan seperti layar monitor dan koleksi terus dilakukan. Nantinya, juga akan ada kafe dan perpustakaan yang melengkapi fasilitas di museum.
Selain itu, pengunjung juga dapat menonton film tentang profil perusahaan PT Pelindo II dan juga alat-alat pelabuhan. Film diputar di ruangan audiovisual pada pukul 11.00 dan 14.00.
Baca juga : Film ”Jadul” Tayang di Ruang Privat
”Tour on board”
Meskipun baru setahun beroperasi, animo masyarakat untuk mengunjungi museum ini cukup tinggi. Dalam sebulan, rata-rata kunjungan mencapai 2.000 orang. Rata-rata pengunjung adalah rombongan anak-anak sekolah. Sejak diluncurkan (soft launching) pada Desember, pengunjung tidak dipungut biaya saat masuk ke museum ini. Tiket baru akan diterapkan saat museum sudah resmi diluncurkan.
Kepala Museum Maritim Tinia Budiati menjelaskan, museum ini didedikasikan untuk menanamkan kecintaan terhadap laut dan budaya maritim sejak dini. Sejarah mencatat bahwa laut dekat dan menjadi hal krusial bagi bangsa Indonesia. Namun, laut sekarang seolah menjauh dari kehidupan masyarakat. Akhirnya, kecintaan untuk menjaga laut dan ekosistemnya pun memudar.
Tinia berharap, museum ini dapat membantu masyarakat mengenal, kemudian akhirnya mencintai laut. Sebab, laut adalah anugerah yang harus disyukuri bagi rakyat di negara kepulauan.
”Museum Maritim ini juga menjadi bagian dari kegiatan corporate social responsibility (tanggung jawab sosial perusahaan) PT Pelindo. Tujuannya, agar masyarakat tidak lupa bahwa Indonesia memiliki budaya maritim yang kaya. Supaya mereka mencintai dan menjaga laut kita sehingga Indonesia bisa menjadi poros maritim dunia,” tutur Tinia.
Baca juga : Barbeque Mantab ala Drama Korea
Selain berkeliling di museum, pengunjung juga dapat berkeliling di area pelabuhan. Bahkan, pengunjung dapat mengikuti tour on board atau berkeliling kapal KM Kelud milik PT Pelni yang sedang sandar.
Menurut Khusnul K, sales Divisi Keagenan dan Lifestyle PT Pelni, saat ini PT Pelni baru melayani reservasi paket tour on board dari rombongan minimal 30 orang. Namun, ke depan, pengunjung pribadi pun dapat menikmati tur ini.
Dengan paket tour on board, pengunjung dapat berkeliling kapal didampingi tour guide, melihat kamar kelas 1A dan 1B, serta melihat alat-alat keselamatan di atas kapal dan salon kapal. Selain itu, pengunjung juga dapat mengunjungi anjungan kapal dan top deck yang merupakan area terbatas yang hanya dapat dimasuki atas izin dan persetujuan nakhoda. Bahkan, pengunjung juga dapat berswafoto bersama nakhoda. Untuk dapat menikmati tour on board ini, biaya yang dikenakan adalah Rp 65.000 per orang.
Baca juga : Adu Rayu Menuju Tahun Baru
Tour on board hanya dapat dinikmati pada hari Jumat saat KM Kelud bersandar di Pelabuhan Tanjung Priok. Kunjungan biasanya dilakukan pada pukul 08.00-11.30. Kapal KM Kelud berlayar dari Pelabuhan Tanjung Priok ke Belawan. Jika ingin mengetahui informasi lebih lanjut soal tour on board ini, pengunjung dapat mencari informasi di akun Instagram @pelni_lifestyle.
Baca juga : Di Resto Taman, Kami Makan