Pemicu Bencana di Sumbar Dikaji Lintas Kementerian
BNPB akan mengoordinasikan sejumlah kementerian untuk mengkaji pemicu bencana hidrometeorologi yang terjadi di Sumatera Barat tiga minggu terakhir. Sumber bencana mesti diatasi agar bencana tidak terus berulang.
Oleh
YOLA SASTRA
·5 menit baca
SOLOK SELATAN, KOMPAS — Badan Nasional Penanggulangan Bencana akan mengoordinasikan sejumlah kementerian untuk mengkaji pemicu bencana hidrometeorologi yang terjadi di Sumatera Barat tiga minggu terakhir. Sumber bencana mesti diatasi agar bencana tidak terus berulang.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo menyampaikan hal itu dalam dialog dengan tokoh masyarakat di Solok Selatan, Sumbar, Jumat (13/12/2019). Dialog itu, antara lain, dihadiri Bupati Solok Selatan Muzni Zakaria, Wakil Ketua DPRD Solok Selatan Armen Syahjonan, Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Solok Selatan, dan masyarakat.
Infrastruktur akan rusak kembali karena sumber masalahnya tidak diselesaikan.
”Masalah ini tidak bisa diselesaikan sendirian. BNPB akan mengoordinir kementerian terkait, seperti ESDM, PUPR, Pertanian, ATR/BPN, dan KLHK, serta dinas di daerah untuk mengkaji sumber bencana. Kalau memberikan bantuan saja tanpa mengatasi sumber masalahnya, biaya yang dikucurkan pemerintah sia-sia. Infrastruktur akan rusak kembali karena sumber masalahnya tidak diselesaikan,” kata Doni.
Dalam tiga minggu terakhir, setidaknya bencana banjir, banjir bandang, dan longsor terjadi di tiga kabupaten, yaitu Solok Selatan, Agam, dan Limapuluh Kota. Selain curah hujan tinggi dan faktor geografis, bencana tersebut juga terindikasi dipicu oleh kerusakan ekosistem, baik akibat alih fungsi lahan, pembalakan liar, maupun tambang ilegal.
Banjir, banjir bandang, dan longsor di Solok Selatan terindikasi dipicu oleh kerusakan daerah resapan air wilayah hulu akibat alih fungsi lahan, pembalakan liar, dan tambang emas ilegal. Sementara di Agam, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumbar menyebut ada aktivitas pembalakan liar di sekitar bukit dekat lokasi banjir bandang yang masuk kawasan Cagar Alam Maninjau. Adapun di Limapuluh Kota, banjir dan longsor diduga dipicu alih fungsi lahan, pembalakan liar, dan tambang pasir di daerah hulu.
Doni melanjutkan, perubahan perilaku masyarakat juga penting dalam mencegah pemicu bencana yang saban tahun terjadi di Sumbar. Di tengah masyarakat, seharusnya ada kesadaran kolektif perbaikan perilaku untuk menjaga ekosistem. Bencana merupakan tanggung jawab bersama, pencegahannya juga harus dilakukan bersama-sama.
Sekarang, kenapa orang Minang yang mencintai alam, tiba-tiba justru merusak alam?
Selain itu, kearifan lokal juga harus dipertahankan dan dioptimalkan dalam menjaga kelestarian lingkungan. Kata Doni, tigo tungku sajarangan (tiga pilar di tengah masyarakat) di Minangkabau, yaitu ninik mamak (tokoh adat), cadiak pandai (tokoh berilmu/akademisi), dan alim ulama (tokoh agama), juga harus berperan.
”Orang Minangkabau sangat menghargai alam. Alam takambang jadi guru. Saya ke mana-mana selalu bilang, kalau mau melihat alam yang indah dan asri, lihat ke Sumbar. Sekarang, kenapa orang Minang yang mencintai alam tiba-tiba justru merusak alam?” ujar Doni.
Masyarakat mesti berhenti melakukan aktivitas merusak ekosistem yang sewaktu-waktu dapat memicu bencana. Jika ada orang luar yang hendak merusak ekosistem, wali nagari, tokoh pemuda, ataupun masyarakat mesti berani melarang.
Pada kesempatan itu, Doni menyerahkan bantuan dana siap pakai Rp 500 juta kepada Bupati Solok Selatan. Sebelumnya, Doni sempat menengok kondisi banjir di Kampung Tarandam, Kecamatan Sungai Pagu, yang sudah enam kali direndam banjir dalam tiga minggu terakhir. Banjir di lokasi ini, selain karena berada di dataran rendah dekat pertemuan dua sungai, juga dipicu oleh sedimentasi yang menyebabkan pendangkalan sungai.
Sehari sebelumnya, Doni juga mengunjungi salah satu posko pengungsian warga yang terdampak banjir di Jorong Kubang Rasau, Nagari Balai Panjang, Kecamatan Lareh Sago Halaban, Limapuluh Kota. BNPB juga memberikan bantuan dana siap pakai Rp 500 juta kepada Bupati Limapuluh Kota Irfendi Arbi.
Berulang
Bupati Solok Selatan Muzni Zakaria mengatakan, curah hujan tinggi dalam sebulan terakhir telah memicu bencana banjir, banjir bandang, dan longsor di sejumlah Kecamatan Solok Selatan. Jumat (13/12/2019) pagi, banjir dan banjir bandang kembali melanda Solok Selatan untuk keenam kalinya.
”Bencana itu telah menimbulkan banyak kerusakan. Merusak rumah, fasilitas umum, tempat ibadah, dan areal persawahan. Ada juga dua korban jiwa akibat terseret arus. Tadi pagi, ada anak kecil hanyut dan ditemukan tewas,” kata Muzni.
BPBD Solok Selatan mencatat, bencana Jumat pagi terjadi di empat kecamatan, yaitu Koto Parik Gadang Diateh, Sungai Pagu, Pauh Duo, dan Sangir Batanghari. Sekitar 1.000 rumah terendam setinggi 30-120 sentimeter, 1 jembatan roboh, 6 rumah hanyut, 1 rumah tertimbun longsor, dan 1 orang meninggal akibat terseret banjir. Jumat sore, banjir mulai surut dan warga kembali ke rumah untuk membersihkan sisa material.
Adapun data per 25 November 2019, kerugian akibat banjir, banjir bandang, dan longsor di Solok Selatan ditaksir sekitar Rp 10,1 miliar. Setidaknya 18 rumah dilaporkan rusak berat, 5 rumah rusak sedang, dan 3 rumah rusak ringan. Sebanyak 2 bangunan kantor, 7 bangunan sekolah, 5 bangunan masjid, 5 jembatan, 2 irigasi, 29 hektar sawah, dan 60 meter jalan juga rusak akibat bencana itu.
Menurut Muzni, pemicu banjir di Solok Selatan adalah curah hujan tinggi, banyaknya sungai, dan topografi yang berbukit. Selain itu, Muzni mengakui, kawasan hulu sungai juga sudah gundul. Kerusakan ekosistem hulu itu membuat daerah resapan air berkurang sehingga air hujan langsung mengalir ke hilir.
Sementara itu, Ketua LKAAM Solok Selatan Noviar Datuak Rajo Endah mengakui, bencana yang terus terjadi setiap tahun memang tidak terlepas dari ulah manusia. Ia berharap pemerintah daerah dan polisi bisa menindak atau membatasi aktivitas perambahan hutan dan tambang ilegal.
Untuk ke depannya, Noviar berharap ada bantuan pemerintah untuk pencegahan banjir, misalnya membangun cekdam di sungai-sungai yang meluap, salah satunya Sungai Batang Suliti.
”Kami berharap di wilayah hilir Sungai Batang Suliti ada cekdam. Jika turun hujan dalam waktu lama, sungai itu pasti meluap dan merendam Kampung Tarandam. Warga sudah stres, tidak bisa tidur nyaman kalau sudah musim hujan,” kata Noviar.