Upaya pelestarian peninggalan purbakala berharga dunia berupa gambar cadas manusia setengah hewan yang berusia 44.000 tahun di Sulsel mendapat dukungan dari pihak-pihak terkait.
Oleh
Reny Sri Ayu
·4 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Upaya pelestarian peninggalan purbakala berharga dunia berupa gambar cadas manusia setengah hewan yang berusia 44.000 tahun di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi Selatan, mendapat dukungan pihak-pihak terkait. Gambar cadas tertua dunia yang terlukis dalam goa prasejarah itu masuk dalam konsesi tambang perusahaan semen.
PT Semen Tonasa, perusahaan pemegang konsesi di lokasi itu, menyatakan komitmennya untuk menjaga kelestarian situs Leang Bulu Sippong di Kelurahan Bontoa, Kecamatan Minasa Te\'ne, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep) tersebut. Leang berarti goa dalam bahasa setempat. Goa itu merupakan bagian dari kawasan karst Maros-Pangkep yang banyak terdapat goa prasejarah dengan seni cadas (rock art) di dinding-dindingnya.
Walau masuk dalam wilayah konsesi Semen Tonasa, kami akan memberikan kepada pemerintah sebagai bentuk komitmen menjaga lingkungan dan pelestarian budaya.
”Kami memang sudah ada penandatanganan MOU (nota kesepahaman) dengan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemdikbud sejak tahun lalu terkait pelestarian situs ini. Jangka waktu MOU adalah tiga tahun, tapi kami sudah berkomitmen akan tetap menjaga situs ini. Walau masuk dalam wilayah konsesi Semen Tonasa, kami akan memberikan kepada pemerintah sebagai bentuk komitmen menjaga lingkungan dan pelestarian budaya,” kata M Yasin, Manajer Pemantauan Lingkungan PT Semen Tonasa, di Makassar, Jumat (13/12/2019).
Situs Cagar Budaya Bulu Sippong ditemukan oleh peneliti pada 2016. Selain usianya yang tua, lukisan cadas ini juga terbilang unik karena menggambarkan manusia setengah hewan (Therianthropes) yang sedang berburu. Lukisan Therianthropes ini jauh lebih tua ketimbang lukisan manusia singa di Jerman yang berusia sekitar 40.000 tahun. Gambar ini juga disebut sebagai pertama kali di dunia yang dilukis secara detail dari sisi narasi visual.
Dalam MOU yang ditandatangani 23 Maret 2018 disebutkan bahwa pihak PT Semen Tonasa akan melakukan perlindungan Situs Cagar Budaya Bulu Sippong dengan cara penyelamatan, pengamanan, zonasi, pemeliharaan, dan pemugaran. Selain itu, melakukan pengembangan dengan cara penelitian, revitalisasi, dan adaptasi. Semen Tonasa juga akan melakukan pemanfaatan Situs Cagar Budaya Bulu Sippong untuk kepentingan agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, dan pariwisata.
Sementara pihak Dirjen Kebudayaan, yang memberikan wewenang kepada Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sulsel, akan melakukan pendampingan teknis terkait perlindungan dan pengembangan situs. Pamong Budaya BPCB Sulsel Rustan mengatakan, sejauh ini, pembicaraan dengan pihak Semen Tonasa untuk pemeliharaan dan pengembangan situs antara lain dengan menanami kembali tanaman-tanaman endemik di sekitar goa dan membenahi area sekitar.
”Akan dibuat juga semacam taman dan pusat informasi terkait situs ini. Kemungkinan akan dibuat semacam duplikasi atau tiruan lukisan cadas yang nantinya bisa dilihat oleh pengunjung. Kami membatasi kunjungan langsung ke area goa karena kondisi di sana sangat rawan. Selain itu, terjadi pengelupasan ekstrem pada lukisan yang bisa berpengaruh pada kelestariannya,” kata Rustan.
Saat ini, pihaknya sedang melakukan penelitian untuk mencari tahu apa yang menyebabkan pengelupasan lukisan cepat terjadi. Hal itu sekaligus mencari solusi untuk memperlambat pengelupasan, bahkan jika memungkinkan dipulihkan.
Sejauh ini, menurut Rustan, ada beberapa aspek yang dinilai berpengaruh pada proses pengelupasan, walau masih membutuhkan penelitian lebih jauh. Aspek tersebut di antaranya kelembaban, asap, dan anomali perubahan suhu di dalam goa. Efek ledakan dari proses pertambangan diduga juga dapat memengaruhi, walau sejauh ini belum ada penelitian yang bisa memastikan semua dugaan tersebut.
Situs ini telah masuk dalam pemeliharaan BPCB Sulsel. Awalnya, pada 2016, pihak BPCB Sulsel sebenarnya hanya meneliti proses pengelupasan pada lukisan ini. Lalu, mereka mengundang sejumlah peneliti untuk ikut melihat. Namun, peneliti mencoba melakukan pendataan usia lukisan cadas hingga akhirnya ditemukan bahwa lukisan ini berusia 44.000 tahun.
Penemuan yang mencengangkan panggung arkeologi global ini dilakukan tim peneliti arkeologi gabungan dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Universitas Griffith Australia, didukung Balai Arkeologi Sulawesi Selatan serta BPCB Sulsel.
Lukisan serupa juga ada di Muna, Sulawesi Tenggara. Namun, teknologi lukisan di Bulu Sippong lebih tinggi dari berbagai aspek dan juga mengandung adegan berburu yang sudah sangat tua.
Pada 2014, tim peneliti juga mengungkap lukisan stensil telapak tangan manusia purba tertua yang ditemukan di Leang Timpuseng, Kabupaten Maros, masih berada di kawasan karst Maros-Pangkep. Stensil itu berusia minimal 39.900 tahun.