Jokowi: Apabila Kualitas Pendidikan Membaik, Penghapusan UN Dilanjutkan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim telah mengumumkan bahwa mulai 2021 tidak ada lagi ujian nasional, diganti dengan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter.
Oleh
Nina Susilo
·3 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Presiden Joko Widodo berharap kebijakan untuk menghapus ujian nasional dan menggantinya dengan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter dapat menaikkan kualitas pendidikan. Dengan asesmen ini, sekolah dan guru akan menunjukkan tingkatan pendidikan di Indonesia.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim telah mengumumkan bahwa mulai 2021 tidak ada lagi ujian nasional, diganti dengan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter. Tujuannya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Asesmen dilakukan terhadap siswa yang berada di tengah jenjang sekolah (misalnya kelas 4, 8, 11), sehingga dapat mendorong guru dan sekolah untuk memperbaiki mutu pembelajaran. Hasil ujian ini tidak digunakan untuk basis seleksi siswa ke jenjang selanjutnya.
“Yang diasesmen adalah sekolah, guru-guru. Dan juga ada yang namanya survei karakter. Dari situ bisa dijadikan evaluasi pendidikan kita sampai ke level mana,” tutur Presiden, Kamis (12/12/2019), di Bekasi, Jawa Barat.
Apabila sekolah dan guru tidak siap dengan kebijakan ini, semua akan tecermin pada hasil asesmen. Presiden menegaskan, sekolah dan guru yang angka-angkanya di bawah standar tertentu, harus mendapat intervensi.
Peran pemerintah daerah
Kendati kebijakan ini diputuskan pemerintah pusat, Presiden memahami ada desentralisasi dalam pelaksanaan pendidikan di tingkat dasar dan menengah atas. Karena itu, peningkatan kualitas sekolah dan guru masih menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi.
Namun, apabila peningkatan kualitas guru dan sekolah tak berjalan di daerah, bisa saja pemerintah pusat menarik kembali kewenangan ini. “Ini hanya menggeser anggaran dari daerah ke pusat. Tapi kalau policy ini betul-betul bisa menaikkan kualitas pendidikan, akan kita jalankan terus,” kata Presiden.
Nadiem juga berharap pemerintah daerah dan pusat dapat bergerak bersama dalam memeratakan akses dan kualitas pendidikan “Pemerataan akses dan kualitas pendidikan perlu diiringi dengan inisiatif lainnya oleh pemerintah daerah, seperti redistribusi guru ke sekolah yang kekurangan guru,” kata Nadiem saat meluncurkan Empat Pokok Kebijakan Pendidikan “Merdeka Belajar” di kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta, Rabu (11/12/2019).
Arah kebijakan pendidikan ini, kata Nediem, juga mengacu pada praktik baik pada level internasional seperti Program for International Student Assessment (PISA) dan Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS).
PISA merupakan program evaluasi siswa berumur 15 tahun (kelas IX atau X) yang dilakukan setiap tiga tahun oleh the Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Materi yang dievaluasi adalah sains, membaca, dan matematika. Adapun TIMSS merupakan studi internasional tentang prestasi matematika dan sains siswa sekolah lanjutan tingkat pertama.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy memberikan apresiasi kepada Mendikbud atas gagasan “Merdeka Belajar” tersebut. “Kami mendukung inisiatif Kemendikbud mengangkat gagasan tersebut. Dengan kebijakan ini guru dapat lebih fokus pada pembelajaran siswa dan siswa pun bisa lebih banyak belajar. Mari kita semua bersikap terbuka dan optimis dalam menyongsong perubahan ini,” kata Muhadjir, Rabu di Jakarta.