Bencana hidrometeorologi mulai terjadi. Selain banjir lumpur di Sigi, Sulteng, Kabupaten Limapuluh Kota di Sumbar juga diterjang banjir. Lampung mulai mengantisipasi banjir.
Oleh
VIDELIS JEMALI / YOLA SASTRA / VINA OKTARIA
·3 menit baca
PALU, KOMPAS - Antisipasi banjir lumpur susulan di Desa Poi, Kecamatan Dolo Selatan, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, dilakukan dengan mengeruk Sungai Tinombu. Upaya penanganan permanen baru bisa dilakukan awal 2020.
”Penanganan saat ini berupa tanggap darurat lewat pengerukan sungai. Untuk penanganan permanen dengan pembangunan dam, sedang dilelang. Diperkirakan mulai dikerjakan pertengahan Januari tahun depan,” kata Ketua Satuan Tugas Penanggulangan Bencana Sulteng Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Arie Setiadi Moerwanto di Palu, Sulteng, Selasa (10/12/2019).
Minggu (8/12), banjir lumpur menerjang 13 rumah di Dusun 2, Desa Poi. Enam rumah rusak parah karena terendam lumpur hingga 1 meter. Lumpur meluap dari Sungai Tinombu yang mengalir dari Gunung Tinombu di sisi barat Desa Poi.
Kalau sungai dikeruk, kami sedikit aman karena aliran air dan lumpur terarah.
Lumpur bersumber dari longsoran Gunung Tinombu yang terjadi akibat guncangan gempa, 28 September 2018. Tumpukan material longsor seluas 60 hektar persis berada di mulut Sungai Tinombu. Pengerukan Sungai Tinombu dilakukan sesaat setelah bencana terjadi hingga saat ini. Ada dua alat berat yang dioperasikan Balai Wilayah Sungai Sulawesi II.
Penanganan permanen longsoran di Gunung Tinombu dalam kewenangan Kementerian PUPR, bagian dari skema rehabilitasi dan rekonstruksi Sulteng pascabencana. Menurut rencana, akan dibangun minimal dua dam untuk menampung sementara lumpur yang terangkut air saat hujan. Lumpur itu kemudian akan diangkut ke tempat lain.
Menurut Sekretaris Desa Poi Erwin Amir, pengerukan dilakukan hingga 500 meter dari jembatan Sungai Tinombu, persis di belokan alur sungai. ”Kalau sungai dikeruk, kami sedikit aman karena aliran air dan lumpur terarah,” katanya. Meski demikian, kata Erwin, pihaknya tetap meminta warga waspada saat hujan turun. Warga telah paham arah evakuasi, yakni ke arah selatan untuk Dusun 1 dan utara untuk Dusun 2 serta ke arah timur untuk Dusun 3.
Banjir di Limapuluh Kota
Setidaknya 45 keluarga mengungsi akibat banjir di Kecamatan Harau dan Lareh Sago Halaban, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat. Pemkab menetapkan status siaga bencana sejak Selasa hingga 16 Desember 2019. Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah Limapuluh Kota Rahmadinol, Selasa, mengatakan, rumah warga di tiga nagari di dua kecamatan terendam banjir sejak Senin (9/12) pagi.
”Di Nagari Taram, Harau, ada 22 keluarga terdampak. Di Nagari Balai Panjang, Lareh Sago Halaban, 22 keluarga. Di Batu Payuang, Lareh Sago Halaban, ada 1 keluarga,” katanya. Menurut Rahmadinol, banjir mulai terjadi di Limapuluh Kota sejak awal Desember 2019. Saat itu, air belum masuk rumah. Dua hari terakhir, banjir mulai tinggi dan masuk ke rumah warga.
Empat kecamatan lain terendam banjir, yaitu Payakumbuh, Suliki, Mungka, dan Pangkalan. Kini air telah surut. Selain banjir, terjadi longsor di sejumlah titik di Limapuluh Kota, antara lain di Nagari Koto Alam, Kecamatan Pangkalan Koto Baru. Banjir juga menjadi ancaman di Lampung meski tutupan hutan semakin membaik. Selain hujan deras, banjir dipicu oleh kerusakan daerah aliran sungai akibat alih fungsi lahan yang masif dan sedimentasi sungai.
Hal itu mengemuka dalam seminar bertajuk ”Pengelolaan Banjir dan Kekeringan di Provinsi Lampung”, Selasa, di Bandar Lampung. Data Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, dari 1.004.735 hektar hutan, seluas 375.928 hektar (37,42 persen) dalam kondisi rusak. Jumlah itu lebih baik dibandingkan tahun 2017, kerusakan hutan mencapai 535.909 hektar (53,34 persen).