Terkait penurunan INHI pada 2018 dibandingkan 2017, hal ini menyusul sejumlah agenda politik nasional seperti Pemilu serentak 2019 dan Pilkada 2018.
Oleh
Ingki Rinaldi
·6 menit baca
Badan Legislasi (Baleg) DPR menggelar rapat dengar pendapat bersama pakar hukum tata negara Refly Harun di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (27/11/2019). Rapat membahas penyusunan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU tahun 2020-2024 dan Prolegnas RUU Prioritas tahun 2020.Ketaatan pemerintah terhadap hukum. Legalitas formal. Kekuasaan hakim yang merdeka. Akses terhadap keadilan. Hak asasi manusia. Lima prinsip tersebut menjadi dasar pengukuran Indeks Negara Hukum Indonesia 2018. Pengukuran yang dilakukan lembaga Indonesian Legal Roundtable itu dilakukan setiap tahun sejak 2012.
Lima tahun terakhir, sejak 2014 hingga 2018, terdapat peningkatan sebesar 0,61 poin Indeks Negara Hukum Indonesia atau INHI. Dari 5,18 pada 2014 menjadi 5,79 di tahun 2018. Namun, pada 2016 terjadi penurunan capaian jika dibandingkan tahun sebelumnya. Pada 2016, poin yang dicatatkan 5,31 atau lebih kecil dibandingkan 2015 dengan poin 5,32.
Penurunan hasil indeks lebih besar terjadi pada 2018 dibandingkan sebelumnya. Pada 2018 poin yang diperoleh tercatat sebanyak 5,79 atau lebih sedikit dibandingkan 2017 dengan poin 5,85.
INHI 2018 diselenggarakan di 18 provinsi dengan kriteria keterwakilan regional dan ketersediaan ahli. Metodenya menggunakan pengumpulan dokumen dan survei dengan mewawancarai masing-masing enam ahli yang terdiri dari kalangan akademisi, praktisi, dan aktivis di setiap provinsi.
Hasil INHI pada 2018 dibandingkan 2017 yang menurun dengan besaran 0,06 persen ini dimungkinkan terkait dengan sejumlah faktor. Salah satunya adalah Pilkada 2018 di 171 daerah yang kemungkinan memberikan dampak. Selain itu, persiapan jelang Pemilu serentak 2019, juga turut pula memberikan pengaruh.
Pada INHI 2018, dari lima prinsip negara hukum yang diukur, terjadi penurunan di dua prinsip dan kenaikan di tiga prinsip lainnya jika dibandingkan capaian 2017. Dua prinsip yang turun itu adalah ketaatan pemerintah terhadap hukum dan akses terhadap keadilan.
Pada 2018, poin ketataatan pemerintah terhadap hukum sebesar 1,38 atau turun jika dilihat dari sisi indeks setahun sebelumnya dengan poin 1,49. Sementara, prinsip akses terhadap keadilan pada 2018 memiliki poin 0,93 atau turun dari tahun sebelumnya 2017 yang 0,95 poin.
Prinsip ketaatan pemerintah terhadap hukum, DKI Jakarta beroleh skor paling tinggi dengan nilai 7,74. Provinsi dengan skor terendah adalah Nusa Tenggara Timur dengan skor 4,17. Sedangkan untuk prinsip akses terhadap keadilan, Sumatera Barat mencatatkan 8,08 poin dan Papua beroleh 3,09 poin.
Tiga prinsip yang naik masing-masing adalah legalitas formal, kekuasaan kehakiman yang merdeka, dan hak asasi manusia. Pada prinsip legalitas formal, poinnya pada 2018 sebesar 0,63 dan pada 2017 tercatat 0,62.
Prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka pada 2018 sebesar 1,67 poin dan pada 2017 sebesar 1,66 poin. Hak asasi manusia pada 2018 beroleh 1,18 poin, dan pada 2017 mendapatlan 1,13 poin.
Direktur Eksekutif ILR Firmansyah Arifin mengatakan bahwa penurunan dan kenaikan indeks di masing-masing prinsip itu, tak selalu sama di tahun-tahun sebelumnya. Ia mencontohkan pada 2017, terdapat kenaikan di seluruh prinsip. "Tetapi (di tahun) sebelumnya, 2016 dan 2015, (kondisinya) berbeda,” kata Firmansyah.
"Tetapi (di tahun) sebelumnya, 2016 dan 2015, (kondisinya) berbeda”
Pada 2016, tambah Firmansyah, prinsip ketaatan pemerintah terhadap hukum dan hak asasi manusia mengalami kenaikan. Sementara prinsip-prinsip lainnya mengalami penurunan. Sedangkan di tahun 2015, prinsip legalitas formal dan hak asasi manusia turun. Tiga prinsip lainnya justru mengalami kenaikan.
Pencapaian indeks yang berada di bawah 6 memastikan predikat “cukup.” Rentang penilaian predikat tersebut berada pada kisaran 4,1 hingga 6.0.
Firmanysah juga menyebutkan bahwa penurunan indeks dari 2018 dibandingkan 2017 merupakan keadaan yang belum cukup memuaskan. Ada stagnasi yang terjadi dalam prinsip-prinsip yang terkait dengan praktik negara hukum. Untuk itu, menurut Firmansyah, pencapaian tersebut merupakan sinyal bagi pemerintah, terutama untuk lebih memerhatikan permasalahan hukum.
Kecenderungan stagnasi pergerakan indeks yang selalu berada di area “cukup” selama lima tahun terakhir, diduga juga merupakan cerminan yang terkait dengan reformasi birokrasi. Terkait hal itu, Firmansyah mengatakan, hal itu jika dilihat dari sejumlah prinsip yang diukur seperti ketaatan pemerintah terhadap hukum, akses keadilan, dan hak asasi manusia. “Bisa dikatakan demikian, karena pengaruh reformasi birokrasi yang belum berjalan,” tutur Firmansyah lagi.
Pengurangan Indikator
Pada INHI 2018, dari lima prinsip yang diukur, terdapat pengurangan satu indikator di dalam prinsip hak asasi manusia. Jika sebelumnya ada tujuh indikator, maka pada INHI 2018, tercatat ada satu indikator yang dikurangi.
Indikator tersebut adalah jaminan perlindungan atas hak untuk tidak dipenjara berdasarkan kewajiban kontraktual. Adapun enam indikator lain masing-masing perlindungan hak atas hidup, jaminan atas hak untuk bebas dari penyikasaan, dan jaminan perlindungan atas hak untuk tidak diperbudak.
Selain itu, terdapat pula indikator jaminan kebebasan berpikir dan beragama/berkeyakinan, serta jaminan perlindungan dan pemenuhan hak kelompok rentan yang terdiri dari perempuan, anak, dan penyandang disabilitas. Deputi Direktur Indonesian Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar mengatakan bahwa latar belakang pengurangan indikator tersebut adalah soal ketersediaan data.
Adapun prinsip ketaatan pemerintah terhadap hukum terdiri atas indikator perbuatan atau tindakan pemerintah berdasarkan hukum. Selain itu, adanya juga indikator pengawasan yang efektif.
Prinsip legalitas formal memiliki indikator penyebarluasan peraturan perundang-undangan, kejelasan rumusan peraturan perundang-undangan, peraturan perundangan yang stabil, dan peraturan perundang-undangan yang bersesuaian.
Untuk prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka terdiri atas independensi hakim dalam mengadili dan memutus perkara, independensi hakim terkait manajemen sumber daya hakim, independensi hakim terkait dengan kebijakan kelembagaan, dan independensi hakim dari pengaruh publik dan media massa.
Adapun prinsip akses terhadap keadilan memiliki indikator keterbukaan informasi, peradilan yang cepat dan terjangkau, serta ketersediaan bantuan hukum.
Faktor Demokratisasi
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Bahtiar menyebutkan, kenaikan INHI sepanjang lima tahun terakhir memang tidak terlalu drastis. Akan tetapi, sekecil apapun kenaikannya, tetap ada perbaikan sekalipun ada hal-hal lain yang tetap perlu diperhitungkan.
Bahtiar menyebutkan, faktor kebebasan masyarakat sipil setelah reformasi dalam bingkai proses demokratisasi mesti dipertimbangkan terkait dengan capaian tersebut. Hal ini jika dibandingkan dengan era Orde Baru, yang waktu itu ada semacam kewajiban dalam mengelola hukum.
Pada sisi lain, imbuh Bahtiar, pada saat ini supremasi hukum diharapkan mengawal proses demokratisasi. Pada titik inilah tantangannya muncul sehingga walaupun kemajuan indeks yang dihasilkan relatif kecil dan cenderung stagnan, kualitas demokrasi dianggap cenderung lebih baik.
“Kualitas (demokrasi saat ini) lebih baik dibandingkan, mungkin, jaman dulu. (Di masa lalu) Ketaatan hukum, tetapi ketakutan (juga) ada,” sebut Bahtiar.
Menurut Bahtiar, upaya menegakkan supremasi hukum di tengah-tengah kondisi demokratisasi dengan kebebasan dan kemerdekaan sipil berikut upaya mengelola hak-hak politik warga dengan capaian INHI yang bisa bergerak naik walaupun sedikit selama lima tahun terakhir, merupakan sebuah capaian yang cukup baik. Artinya, imbuh Bahtiar, dalam hal ini kedewasaan warga negara dalam berdemokrasi serta penghormatan pada supremasi hukum sudah terjadi dengan sejumlah perbaikan pada sejumlah sisi.
Terkait penurunan INHI pada 2018 dibandingkan 2017, Bahtiar juga menyebutnya sebagai sesuatu hal yang wajar. Hal ini menyusul sejumlah agenda politik nasional seperti Pemilu serentak 2019 dan Pilkada 2018 yang kemungkinannya memengaruhi pengukuran prinsip-prinsip negara hukum.
Hal paling penting, lanjut Bahtiar, relatif tidak ada korelasi dari penurunan indeks dari tahun 2018 dibandingkan dengan 2017 itu terhadap stabilitas negara secara umum. Akan tetapi, ia menyebutkan bahwa INHI 2018 akan menjadi bahan masukan bagi penyelenggara negara untuk lebih meningkatkan lagi capaian indeks negara hukum pada tahun-tahun yang akan datang dengan segala kondisi.