Masyarakat melihat sinyal perbaikan kinerja badan usaha milik negara melalui usul pemberhentian direksi Garuda. Harapan itu harus terus dijaga.
Oleh
·2 menit baca
Masyarakat melihat sinyal perbaikan kinerja badan usaha milik negara melalui usul pemberhentian direksi Garuda. Harapan itu harus terus dijaga.
Menteri Badan Usaha Milik Negara mengusulkan pencopotan Direktur Utama Garuda Ashkara Danadiputra dan sejumlah anggota direksi lain pekan lalu. Usulan pencopotan itu dilakukan setelah terungkap upaya penyelundupan motor Harley-Davidson bekas dan sepeda Brompton memakai pesawat Airbus A330-900neo milik Garuda Indonesia dari Perancis (Kompas, 7/12/2019).
Tak kurang Presiden Joko Widodo ikut angkat bicara, mengingatkan agar tidak ada direksi badan usaha milik negara (BUMN) yang main-main lagi. Menteri BUMN Erick Thohir berjanji akan membersihkan tidak hanya Garuda, tetapi juga semua BUMN. Dia juga berjanji merapikan dan merampingkan BUMN.
Kita menyambut baik langkah tegas pemerintah seraya menunggu kelanjutan pembenahan organisasi dan manajemen BUMN agar menjadi tangguh bersaing secara global. Ada 142 BUMN, sebagian dalam kondisi tidak sehat. Selain itu, sejumlah BUMN beranak pinak dan kegiatannya tidak berhubungan dengan usaha perusahaan induk.
Pemerintah pada awalnya mengadakan BUMN dengan tujuan mengelola kekayaan negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam melaksanakan pembangunan, pemerintah memerlukan lembaga penggerak roda ekonomi sekaligus menyediakan kebutuhan strategis rakyat, tetapi belum dapat dilakukan swasta. Karena itu, pemerintah mendirikan BUMN sandang, perkebunan, hingga penerbangan.
Dari masa ke masa, tidak semua BUMN tumbuh sehat karena salah pengelolaan hingga menjadi sapi perah oknum pejabat atau dikorupsi direksi BUMN bersangkutan.
Namun, BUMN juga mendapat tugas bukan semata-mata untuk meraih keuntungan sebagaimana layaknya perusahaan swasta, melainkan juga menjadi agen pembangunan. BUMN masuk ke bidang-bidang strategis yang harus dikuasai negara dan atau tidak ditangani swasta karena berbagai alasan. Dari masa ke masa, tidak semua BUMN tumbuh sehat karena salah pengelolaan hingga menjadi sapi perah oknum pejabat atau dikorupsi direksi BUMN bersangkutan.
Meski demikian, total aset BUMN Indonesia pada tahun 2018 sebesar Rp 8.092 triliun, naik Rp 882 triliun dari tahun 2017 senilai Rp 7.210 triliun. Total laba tumbuh menjadi Rp 188 triliun dari Rp 186 triliun pada 2017. Dalam perubahan zaman, BUMN dituntut menyesuaikan diri dengan perubahan dalam bingkai tata kelola perusahaan yang baik dan tetap menjaga peran agen pembangunan.
Hal yang dapat dipertimbangkan ke depan adalah mengarahkan BUMN menjadi sovereign wealth fund (SWF), sebagai kendaraan finansial negara yang memiliki atau mengatur dana publik dan menginvestasikannya ke aset-aset luas dan beragam. SWF sebagai bentuk tabungan negara dapat menginvestasikan lagi dananya untuk mendapat hasil lebih besar.
Banyak negara memiliki SWF berkelas dunia, antara lain Temasek di Singapura, Khazanah di Malaysia, dan Abu Dhabi Investment Authority di Uni Emirat Arab. Tak ada salahnya menimbang kemungkinan membangun SWF melalui sinergi BUMN untuk memperkuat tabungan, stabilisasi, dan investasi negara.