Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menggali pengalaman Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur, dalam menangani masalah perempuan dan anak.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menggali pengalaman Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur, dalam menangani masalah perempuan dan anak. Program-program pemberdayaan perempuan dan pemenuhan hak anak yang berhasil diimplementasikan di Surabaya akan dijadikan acuan dalam pembuatan kebijakan berskala nasional.
Sejak Minggu-Senin (8-9/12/2019) rombongan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) yang dipimpin Menteri PPPA I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengunjungi Kampung Anak Negeri dan program Pahlawan Ekonomi. Bintang juga melakukan audiensi dengan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.
“Program-program yang dilakukan Pemkot Surabaya bisa menjadi pertimbangan kami untuk menemukan role model terkait pemberdayaan perempuan dan pemenuhan hak-hak anak di Indonesia,” ujar Bintang usai melakukan audiensi dengan Risma di Surabaya, Senin (9/12/2019).
Menurut dia, Surabaya merupakan salah satu daerah yang mampu menyelesaikan masalah anak-anak, terutama anak jalanan, serta pemberdayaan perempuan. Tak heran jika Surabaya mampu meraih penghargaan Kota Layak Anak kategori utama dari Kementerian PPPA.
Program-program yang dilakukan Pemkot Surabaya bisa menjadi pertimbangan kami untuk menemukan role model terkait pemberdayaan perempuan dan pemenuhan hak-hak anak di Indonesia, ujar Bintang
"Satu hal yang kami apresiasi, bagaimana respon cepat Bu Risma ketika ada kekerasan atau diskriminasi terhadap perempuan, demikian juga terhadap anak-anak. Itu respon cepat yang kami lihat di kota Surabaya ini mudah-mudahan bisa ditiru daerah lain," ujar Bintang.
Dia berharap daerah-daerah lain bisa meniru kebijakan yang dilakukan Surabaya dalam menyelesaikan masalah perempuan dan anak. “kami di pemerintah pusat tidak akan bisa berbuat banyak tanpa dukungan kerja sama pimpinan yang ada di daerah," katanya.
Risma menuturkan, anak jalanan di Surabaya sudah tidak ada sejak 2012. Anak-anak jalanan yang terjaring razia Satpol PP dibina di Kampung Anak Negeri. Sedangkan anak-anak yang rentan menjadi anak jalanan juga mendapatkan perlakuan yang sama agar mereka tidak sampai merasakan kerasnya kehidupan jalanan.
Untuk anak-anak yang rentan putus sekolah, kami memiliki program Campus Social Responsibility yang terus mendampingi anak-anak agar tidak putus sekolah. Kami berupaya menyelesaikan masalah mereka agar tetap bersekolah, tutur Risma
Saat ini ada 35 anak yang menghuni Kampung Anak Negeri. Mereka disekolahkan lagi di sekolah-sekolah formal dan mendapatkan pendampingan dalam mengasah bakat, seperti menjadi atlet, wirausaha, serta pemusik. Anak-anak tersebut baru diperbolehkan keluar dari Kampung Anak Negeri apabila sudah bekerja dan mendapatkan upah setara dengan upah minimum kota.
“Untuk anak-anak yang rentan putus sekolah, kami memiliki program Campus Social Responsibility yang terus mendampingi anak-anak agar tidak putus sekolah. Kami berupaya menyelesaikan masalah mereka agar tetap bersekolah,” tutur Risma.
Setiap rumah ada usaha
Di bidang pemberdayaan perempuan, Pemkot Surabaya memiliki program pendampingan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah yakni Pahlawan Ekonomi. Sejak 2010, program yang mayoritas diikuti ibu rumah tangga ini memiliki sekitar 13.000 anggota.
Setiap Sabtu dan Minggu, ibu rumah tangga itu diberikan pelatihan dalam membuat sekaligus memasarkan produk mereka. Peserta dapat mengikuti pelatihan sesuai kegemaran dan minatnya. Mereka tidak hanya dilatih tetapi terus mendapat pendampingan dari Pemkot Surabaya dalam hal menjaga kualitas produk, menciptakan kemasan, dan pemasaran melalui Surabaya Square.
Kini, omzet para ibu rumah tangga itu bisa mencapai puluhan juta per bulan. Program pendampingan pelaku usaha ini bertujuan agar setiap rumah di kota ini memeliki usaha, sebagai pensiunan kelak setelah lanjut usia, sehingga kesejahteraan warga terus terjaga.
“Penyebab munculnya anak jalanan yang paling banyak adalah karena masalah keluarga, jadi kami berusaha memberdayakan keluarga agar tidak ada masalah di rumah, terutama masalah keuangan, yang bisa memicu timbulnya anak jalanan,” kata Risma.
Terkait program pemberdayaan perempuan di sektor ekonomi, lanjut Bintang, Kementerian PPPA memiliki program pendampingan kepada industri rumahan. Ada 3.746 pelaku usaha di 21 kabupaten/kota yang dibina sejak 2016. Dengan kunjungan ini, pihaknya akan mengambil hal-hal baik yang bisa digunakan untuk menyempurnakan program tersebut.