Satu dari tiga perempuan mengalami berbagai kekerasan fisik dan seksual selama hidup mereka. Kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan menjadi kunci untuk mengatasi permasalahan ini.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Isu seksisme, kebencian terhadap perempuan, dan kekerasan berbasis jender telah beralih ke garis depan dalam berbagai diskusi publik di seluruh dunia. Isu tersebut menjadi perhatian dunia karena hingga kini satu dari tiga perempuan di dunia mengalami berbagai kekerasan fisik dan seksual selama hidup mereka.
”Di Kanada, seperti halnya di Indonesia, suara-suara yang berani telah mendorong masyarakat kami untuk merenungkan bagaimana kami semua dapat mendukung hak asasi manusia dan kesetaraan jender serta mengakhiri segala bentuk kekerasan berbasis jender,” ujar Duta Besar Kanada untuk Indonesia Cameron MacKay pada acara Peluncuran Program ”Women’s Voice and Leadership (WVL) Indonesia dan Be at the Forefront for Women Empowerment” di Jakarta, Senin (9/12/2019).
Suara-suara yang berani telah mendorong masyarakat kami untuk merenungkan bagaimana kami semua dapat mendukung hak asasi manusia dan kesetaraan jender serta mengakhiri segala bentuk kekerasan berbasis jender.
Peluncuran program WVL dan Be at the Forefront for Women Empowerment yang mengusung tema ”Memajukan Hak Perempuan, Pemberdayaan Perempuan, dan Kesetaraan Jender di Indonesia” juga dihadiri Deputi Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Agustina Erni.
Program yang melibatkan lebih dari 100 organisasi/kelompok perempuan dari sejumlah daerah ini bertujuan mendukung organisasi hak perempuan dan gerakan perempuan tingkat lokal dan regional dalam memajukan hak perempuan dan anak perempuan, serta mendorong terwujudnya kesetaraan jender di Indonesia.
MacKay dalam sambutannya mengatakan, memajukan kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan dan anak perempuan adalah cara paling efektif untuk mengurangi kemiskinan dan membangun dunia yang lebih inklusif, damai, dan makmur.
”Di seluruh dunia sekitar 15 juta anak perempuan di bawah usia 18 tahun dipaksa menikah. Sebanyak 39.000 setiap hari. Setiap tahun, 16 juta anak dilahirkan dari remaja perempuan, terhitung setiap kelahiran ke-10 di seluruh dunia. Bagi anak perempuan, ini membuatnya lebih sulit untuk tetap bersekolah dan lebih sulit untuk bekerja, mengabadikan siklus kemiskinan,” papar MacKay yang mengutip kata-kata Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau bahwa ”ketika perempuan dan anak perempuan maju, semua orang menjadi lebih baik”.
Karena itulah, semua negara, termasuk Kanada, melakukan upaya dan gerakan-gerakan untuk mencapai kesetaraan jender dan memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan, sebagaimana dalam Tujuan 5 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs).
Menurut MacKay, selama bertahun-tahun Kanada bermitra dengan Indonesia dalam memajukan kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan untuk memenuhi tujuan sosial-ekonomi yang lebih luas.
Bahkan, saat ini, Kanada bekerja sama dengan organisasi perempuan, perusahaan yang dipimpin perempuan, aktor sektor publik dan swasta untuk meningkatkan suara dan kepemimpinan perempuan dan anak perempuan dalam proses demokrasi dan ekonomi. Termasuk memperkuat kontrol mereka atas dan akses ke sumber daya produktif serta memajukan dan melindungi hak-hak mereka, terutama kesehatan dan hak seksual dan reproduksi mereka.
Agustina Erni yang mewakili Menteri PPPA memaparkan situasi dan kondisi pemberdayaan dan perlindungan perempuan di Indonesia. Ia menyebutkan, Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) dari tahun ke tahun terus meningkat.
”Peluang perempuan di bidang pemberdayaan ekonomi sangat besar. Apabila kita melibatkan perempuan di bidang ekonomi, otomatis meningkatkan IPG dan IDG,” katanya.
HAKTP dan Hari HAM Internasional
Peluncuran Program WVL dan Be at the Forefront for Women Empowerment adalah bagian dari rangkaian kampanye 16 Hari Anti-kekerasan terhadap Perempuan (HAKTP), kegiatan yang juga peringatan Hari Hak Asasi Manusia Internasional tanggal 10 Desember.
Adapun organisasi yang tergabung dalam Program WVL dan Be at the Forefront for Women Empowerment adalah Yayasan Pekka (Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga) bersama mitra organisasinya: Federasi Serikat Pekka Indonesia; JASS Southeast Asia dan Hivos Southeast Asia bersama mitranya, Rahima, Fahmina Institute, Rumah KitaB, Forum Aktivis Perempuan Muda Indonesia, dan Perempuan Mahardhika; serta Solidaritas Perempuan.
Direktur Yayasan Pekka Nani Zulminarni menyampaikan, Pekka, Hivos, JASS, dan Solidaritas Perempuan sangat beruntung mendapat kesempatan menjadi mitra kerja dalam Program WVL dan Be at the Forefront for Women Empowerment.
”Kami akan bekerja dengan paling sedikit 69 organisasi di tingkat lokal dan komunitas lini terdepan pemberdayaan perempuan di sejumlah wilayah di Indonesia. Kami akan menjangkau 58 kabupaten, ratusan desa, dan puluhan ribu perempuan yang akan berkontribusi pada perubahan sosial bagi kesetaraan jender,” katanya.
Acara peluncuran Program WVL dan Be at the Forefront for Women Empowerment diakhiri dengan diskusi yang menghadirkan sejumlah pembicara, yakni Alissa Wahid (Gusdurian Network Indonesia), Nani Zulminarni (Pekka), Umdah El Baroroh (ulama perempuan), Sri Eldawati (petani dan nelayan dari Kalimantan Tengah), dan Lathifah Widuri (Jaringan Muda Setara).