Tiga remaja kembali ditangkap aparat kepolisian karena diduga menjadi pelaku pembacokan, di Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Tiga remaja kembali ditangkap aparat kepolisian karena diduga menjadi pelaku pembacokan, di Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta. Kejahatan jalanan itu dilakukan demi memperoleh pengakuan sosial. Penegakan hukum yang tegas perlu dilakukan untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku sehingga kejadian serupa tak terulang.
Ketiga remaja itu berinisial AM (17), NS (15), dan IN (15). Mereka masih berstatus sebagai pelajar SMP. Saat melancarkan aksinya, ketiga pelaku itu berboncengan dengan satu motor.
AM berperan sebagai pembacoknya. NS menjadi joki dari sepeda motor yang dikendarai, sedangkan IN mengawasi AM sewaktu melakukan tindak kejahatan tersebut. Ketiga pelaku ditangkap di rumahnya masing-masing, di wilayah Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Kamis (5/12/2019).
”Mereka cari pengakuan (dari lingkungan sosialnya). Misalnya, saya dari kelompok ini bisa melakukan (kejahatan jalan) ini,” kata Kepala Kepolisian Sektor (Polsek) Umbulharjo Komisaris Alaal Prasetyo, di Kantor Polsek Umbulharjo, Kota Yogyakarta, DIY, Minggu (8/12/2019).
Aksi kejahatan jalan itu dilakukan ketiga terduga pelaku pada Minggu (10/11/2019) dini hari. Korbannya merupakan seorang mahasiswa bernama Muhammad Awan Saktiyanto (21). Awan bersama dua temannya baru saja berkunjung ke sebuah kafe, di wilayah Sorowajan. Lalu, mereka pulang melewati Jalan Balirejo, Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta.
Mereka cari pengakuan (dari lingkungan sosialnya). Misalnya, saya dari kelompok ini bisa melakukan (kejahatan jalan) ini.
Di jalan tersebut, ketiga pelaku juga sedang melintas. Cara berkendara korban dianggap menghalang-halangi terduga pelaku sewaktu berkendara. Hal itu membuat terduga pelaku merasa kesal. Kemudian, terduga pelaku memacu gas sepeda motornya untuk menghadang korban.
”Korban dihentikan kendaraannya. Kemudian, dilakukan pembacokan oleh pelaku. Korban dan pelaku ini dipastikan tidak saling mengenal,” kata Alaal.
Serangan itu mengakibatkan korban mengalami luka robek pada tangan dan kepalanya. Korban segera dibawa ke rumah sakit setelah tiga terduga pelaku itu melarikan diri. Kini, korban sudah dirawat di rumahnya. Hanya saja kondisinya belum sepenuhnya pulih.
Alaal menyampaikan, atas perbuatan mereka, ketiga terduga pelaku dianggap melanggar Pasal 170 Ayat (1) dan Ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Mereka dianggap melakukan kekerasan secara bersama-sama terhadap orang yang mengakibatkan luka berat. Ancaman hukumannya berupa penjara paling lama 9 tahun.
Pekan lalu, Minggu (1/12/2019), dua remaja berinisial RK (15) dan RD (14) juga diduga melakukan pembacokan terhadap warga Yogyakarta, Mohammad Angga Tripranata (18). Kedua terduga pelaku juga masih bersekolah di bangku SMP. Angga mengalami luka pada tangan kirinya akibat bacokan yang dilakukan terduga pelaku. Pelaku dan korban juga tidak saling mengenal (Kompas, 2/12/2019).
Alaal mengakui, kasus dugaan pembacokan yang dialami AM, NS, dan IN ini cukup lama pengungkapannya. Jumlah saksinya sangat sedikit. Ternyata, kasus ini justru terungkap setelah pengembangan kasus dugaan pembacokan dari RK dan RD. Dua nama terakhir itu memberikan keterangan mengenai kasus yang melibatkan AM, NS, dan IN.
”Mereka beda kelompok, tetapi saling kenal. Pesan kami kepada masyarakat, kalau tidak ada kegiatan yang penting, tidak perlu keluar rumah. Hati-hati juga kepada orangtua agar lebih mengawasi anak-anaknya,” ujar Alaal.
Dihubungi terpisah, sosiolog kriminal dari Universitas Gadjah Mada, Suprapto, mengatakan, pihaknya tak memungkiri, salah satu motif tindak kejahatan jalanan itu untuk menunjukkan eksistensi diri atau kelompok remaja tersebut. Tindak kejahatan dinilai sebagai indikator seberapa kuat suatu kelompok itu.
”Perilaku mereka juga jadi sarana penilaian dalam perekrutan anggota (kelompok kejahatan) baru. Barangsiapa melakukan tindakan anarkistis dan destruktif di muka umum dapat kredit poin yang tinggi,” kata Suprapto.
Yang harus disadari atau dilakukan, pemberian sanksi jangan hanya kepada pelaku, tetapi ditelusuri betul siapa aktor-aktor yang ada di balik perilaku mereka.
Suprapto menyatakan, hal yang bisa dilakukan untuk memutus rantai tindak kejahatan jalanan itu adalah memberikan hukuman kepada aktor utama. Tidak hanya pelaku-pelaku yang ada di permukaan saja. Sanksi terhadap pelaku hanya memangkas tindak kejahatan itu pada tataran mukanya saja.
”Yang harus disadari atau dilakukan, pemberian sanksi jangan hanya kepada pelaku, tetapi ditelusuri betul siapa aktor-aktor yang ada di balik perilaku mereka,” kata Suprapto.