Lima Pilar Perkawinan
Lantas, mengapa relasi pacaran yang begitu lama tidak memberikan jaminan interrelasi yang mulus saat berada dalam ikatan pernikahan.

Sawitri Supardi Sadarjoen
Perselingkuhan dan perceraian makin marak, begitu rentankah ikatan perkawinan masa kini?
Apabila ditelusuri, riwayat pertemanan dan riwayat ikatan relasi dalam masa pacaran bisa 5-8 tahun, bahkan lebih lama lagi. Di antara keluarga besar pasangan pun sudah begitu saling mengenal. Masing-masing sudah merasa kenal betul perilaku dan kebiasaan pasangannya. Lantas, mengapa relasi pacaran yang begitu lama tidak memberikan jaminan interrelasi yang mulus saat berada dalam ikatan pernikahan.
Terungkap keberadaan lima pilar utama dalam perkawinan. Pilar-pilar ini setidaknya dapat dipertimbangkan demi terjaminnya keberlanjutan kehidupan berkeluarga yang tenteram serta terjaganya iklim relasi penuh kasih dalam berkeluarga.
Didasari cinta
Rasa cinta kasih yang terjalin antarpasangan benar-benar tulus dan bermuara pada cinta kasih Tuhan Yang Maha Esa, Maha Pengasih, dan Maha Penyayang.
Maksudnya, relasi yang terjalin antarpasangan itu perlu diwarnai tali kasih yang tulus, dengan menyertakan niat kuat untuk memelihara dan mengembangkan rasa kasih kepada pasangan, sambil menyertakan rasa syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, Maha Pengasih, dan Maha Penyayang.
Pengelolaan keuangan
Menjelang perkawinan, seyogianya sudah ada kesepakatan tentang pengelolaan keuangan keluarga kelak. Apakah sumber penghasilan berasal dari suami saja atau dari dua pihak yang berpasangan. Pada umumnya memang terasa agak sungkan membicarakannya. Namun, dari pengalaman penulis dalam membantu menangani masalah perkawinan, masalah pengelolaan keuangan keluarga bukan hal sederhana.
Dibutuhkan kesediaan kedua pihak untuk saling terbuka mengenai jumlah penghasilan, kemudian disepakati untuk apa saja biasanya penghasilan tersebut dipergunakan selama masih belum menikah. Kemudian bagaimana kiranya pengelolaan keuangan itu akan dilaksanakan setelah pasangan berada dalam status perkawinan.
Kesepakatan tersebut termasuk tentang besarnya tunjangan yang akan diberikan kepada keluarga besar yang membutuhkan dari tiap-tiap pasangan. Termasuk pula pembagian keuangan untuk urusan domestik, bagian dari penghasilan yang bisa disisihkan untuk tabungan, dan sebagainya.
Rencana investasi guna masa depan kehidupan keluarga pun seyogianya disepakati kedua pasangan. Kesepakatan dalam hal pemanfaatan penghasilan keluarga tersebut akan menjamin kedua pasangan dalam menjaga rasa nyaman dan keterbukaan berkomunikasi satu sama lain. Tidak ada hal yang menjadi tanda tanya dan tidak berani diungkap karena sungkan dalam membicarakan masalah keuangan.

Kehidupan psikoseksual
Dalam hal ini, kedua pasangan perlu memiliki sikap positif terhadap masalah seks dan seksualitas. Sikap ini merupakan kemampuan kedua pasangan menempatkan masalah tersebut sebagaimana sikap mereka terhadap kondisi fisik lainnya, seperti adanya gangguan fungsi pernapasan atau masalah jantung.
Artinya, tempatkan masalah seks dan seksualitas secara obyektif, tidak terkesan sebagai hal yang tidak pantas untuk didiskusikan. Dengan demikian, baik frekuensi, posisi, maupun hal-hal yang terkait dengan kehidupan seksualitas dan penyesuaian kehidupan seksual suami-istri akan terbuka dan terjaga kesehatannya. Jadi, jika ada permasalahan pun akan segera terbantu pencapaian solusinya.
Perlu diketahui keberadaan fungsi seks dan seksualitas dalam kehidupan perkawinan sebagai berikut:
Pertama, fungsi prokreatif. Dengan fungsi ini, pasangan perkawinan dapat memperoleh keturunan yang legal dan diakui lingkungan sosial.
Kedua, fungsi rekreatif. Dengan keberadaan fungsi ini, kedua pasangan bisa mendapatkan kesepakatan dalam melakukan hubungan intim yang paripurna. Artinya, dapat memuaskan kedua belah pihak tanpa harus merasa tertekan atau terpaksa dengan dalih kewajiban.
Ketiga, fungsi ”wellbeing” (kesejahteraan mental, fisik, dan sosial) kedua pasangan sehingga kesetiaan antarpasangan dalam ikatan perkawinan pun terjaga. Kenyamanan mental dan fisik yang terjaga baik dengan sendirinya akan membahagiakan keduanya.
Dengan memahami fungsi seks dan seksualitas serta pemilikan sikap positif kedua pasangan terhadap masalah tersebut, kemesraan, kegairahan, serta daya tarik erotik antarpasangan, kelekatan emosi, dan kedekatan psikologis keduanya pun akan terjaga.
Komunikasi
Iklim komunikasi keluarga sangat bergantung pada sejauh mana kedua pasangan mampu dan bersedia mendengarkan apa yang disampaikan pasangannya. Iklim relasi ini menyangkut pula tingkat respek (rasa hormat) terhadap pasangannya.
Untuk itu, setiap pasangan seyogianya berlatih untuk mampu mendengarkan aktif sehingga setiap pasangan memahami betul apa yang disampaikan pasangannya. Pemahaman tersebut akan membantu pasangan memberikan respons yang adekuat sesuai dengan maksud harapan pasangannya.
Kontak mata saat berkomunikasi seyogianya menjadi kebiasaan sehingga setiap pasangan merasa diperlakukan dengan penuh respek oleh pasangan. Komunikasi saling mengisi dan diisi secara resiprokal pun perlu dibangun kedua pasangan.
Tidak berarti pertengkaran (ketidaksepakatan) tentang beberapa hal tidak akan terjadi. Akan tetapi, andaikan terjadi, dengan mudah akan ditemukan solusinya karena pertengkaran atau ketidaksetujuan akan keputusan pasangan akan dengan sendirinya dapat diperoleh solusinya melalui sikap kompromistis di antara keduanya.
Kebersamaan spiritual
Shalat berjemaah, pergi ke gereja bersama, kebersamaan dalam merayakan hari raya keagamaan menjadi salah satu pilar penting dalam terjaganya tatanan spiritual yang hakiki dalam keluarga. Dengan demikian, penghayatan cinta kasih antarpasangan pun tetap terjaga dan mengacu pada berkah yang diperoleh dari Tuhan Yang Maha Esa.
Semoga pemahaman akan keberadaan kelima pilar perkawinan ini dapat menjadi bekal bagi pasangan kekasih yang berniat menikah. Pasangan yang sudah menikah pun dapat menjadikan lima pilar itu sebagai bahan pertimbangan untuk memperbaiki iklim relasi dalam keluarga yang saat ini sedang dibina.