Farrel Armandio Tangkas dan Azzahra Permatahani yang masih berusia 17 tahun, berpotensi menjadi andalan renang Indonesia di masa mendatang. Namun, mereka perlu program pembinaan berkelanjutan untuk menjadi atlet elite.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH dari New Clark City, Filipina
·5 menit baca
NEW CARK CITY, KOMPAS – Hingga usai hari ketiga perlombaan renang SEA Games 2019 Filipina di Arena Akuatik New Clark City, Filipina, Jumat (6/12/2019), tim renang Indonesia kembali gagal merebut emas. Namun, di balik rentetan kegagalan itu, muncul harapan prestasi di masa depan melalui perenang berusia 17 tahun Farrel Armandio Tangkas, yang merebut medali perak 200 meter gaya punggung putra.
Indonesia meloloskan enam perenang dan satu tim ke babak final renang hari ketiga. Namun, lagi-lagi, tidak ada yang berhasil meraih emas. Indonesia hanya meraih dua perak, yakni melalui Farrel yang berada di urutan kedua dengan waktu 2 menit 2,75 detik 200 meter gaya punggung putra, dan Nurul Fitriyati dengan waktu 2 menit 17,84 detik pada nomor 200 meter gaya punggung putri.
Sedangkan Dewi Ressa hanya di urutan delapan atau terakhir 200 meter gaya bebas putri dengan waktu 2 menit 5,60 detik. Glenn Victor Sutanto di urutan keenam 100 meter gaya kupu-kupu putra dengan waktu 54,18 detik. Anandia Treciel Evato di urutan keenam 50 meter gaya dada putri dengan waktu 33,15 detik. Azzahra Permatahani di urutan kelima 200 meter gaya punggung putri dengan waktu 2 menit 19,71 detik. Tim estafet 4x100 meter gaya bebas putra Indonesia di urutan keenam dengan waktu 3 menit 25,84 detik.
Bagi Farrel, ini adalah medali pertama di kesempatan perdananya ikut SEA Games maupun ajang multi cabang internasional level dewasa. Sebelumnya, Farrel gagal meraih emas pada nomor 100 meter gaya punggung putra, Selasa (5/12). Dia masih akan tampil pada nomor 50 meter gaya punggung putra, Sabtu (7/12).
Farrel mengatakan, dirinya memang masih demam panggung ketika turun di nomor 100 meter gaya punggung. Sedangkan di nomor 200 meter gaya punggung, dia sudah lebih siap. Apalagi, itu adalah nomor andalannya. Untuk itu, dia pun bisa merebut perak.
”Namun, sebenarnya, catatan waktu ini bukan yang terbaik. Catatan waktu terbaik saya di nomor ini 2 menit 1,16 detik pada Jakarta Terbuka 2019. Tapi, kata pelatih, itu tidak apa karena yang utama saya dapat medali dulu,” ujar atlet kelahiran Surabaya, Jawa Timur, 22 Desember 2001 itu.
Untuk nomor 50 meter gaya punggung, Farrel akan berusaha memberikan kejutan. ”Ini bukan nomor andalan saya. Pesaingnya juga berat-berat. Tapi, saya akan tetap berusaha optimal untuk meraih medali. Apalagi saya sudah dapat pengalaman cukup banyak dari berlomba di nomor 100 meter gaya punggung dan 200 gaya punggung ini,” katanya.
Menurut Farrel, sejauh ini, dirinya puas dengan penampilannya walaupun belum meraih emas. Namun, ia yakin bisa lebih baik dalam SEA Games berikutnya. Dengan syarat, dia bisa mendapatkan standar latihan lebih baik, antara lain lebih sering berlomba di luar negeri dan mendapatkan asupan nutrisi terbaik.
”Saya pribadi bermimpi bisa merebut emas pada SEA Games dua tahun lagi. Tapi, saya berharap juga bisa difasilitasi latihan lebih baik. Kalau saya pribadi, memilih latihan di Indonesia. Dengan syarat, saya bisa dapat kesempatan berlomba di luar negeri lebih sering dan dapat asupan nutrisi terbaik. Kalau harus latihan di luar negeri, seperti Amerika Serikat, itu butuh adaptasi lebih ketika awal-awal pindah. Itu juga tak mudah,” tutur Farrel.
Menjaga bakat potensial
Manajer tim renang Indonesia di SEA Games 2019 Wisnu Wardhana menuturkan, memang timnya belum menyumbang emas hingga sekarang. Namun, ada hikmah di balik itu. Setidaknya, muncul perenang-perenang muda potensial dari SEA Games ini. Mereka, antara lain Farrel yang baru berusia 17 tahun dan Azzahra Permatahani yang baru berusia 17 tahun.
Farrel di SEA Games perdananya ini bisa merebut perak di 200 meter gaya punggung. Sedangkan Azzahra meraih perak 400 meter gaya ganti putri dalam debutnya di SEA Games 2017. Pada penampilannya di Filipina, Azzahra meraih medali perak 200 meter gaya ganti putri. ”Selain berusia muda, mereka punya postur yang baik dan teknik yang baik juga,” ujar Wisnu.
Sekarang, PB PRSI berupaya menjaga bakat potensial tersebut agar tidak memudar ketika mereka memasuki usia senior. Mereka coba belajar dari I Gede Siman Sudartawa yang di usia 17 tahun tampil sensasional pada SEA Games 2011. Saat itu, Siman meraih empat emas nomor 50 meter gaya punggung, 100 meter gaya punggung, 200 meter gaya punggung, dan estafet 4x100 meter gaya ganti.
Bahkan, Siman ketika muda jauh lebih baik dari Joseph Schooling, perenang Singapura peraih medali emas 100 meter gaya kupu-kupu Olimpiade 2016. Schooling yang masih berusia 16 tahun saat SEA Games 2011, hanya meraih dua emas (50 meter gaya kupu-kupu dan 200 meter gaya kupu-kupu), satu perak (200 meter gaya ganti), dan perunggu (100 meter gaya kupu-kupu).
Namun, grafik Siman justru melambat memasuki usia senior. Adapun Schooling yang menjalani kompetisi rutin di Amerika Serikat, terus tumbuh menjadi perenang elite dunia. Puncaknya, pada Olimpiade Rio de Janeiro 2016, Schooling mengalahkan Michael Phelps untuk meraih emas 100 meter gaya kupu-kupu. Salah satu faktornya, yakni Siman kurang mendapatkan pengalaman berlatih dan berlomba sebaik Schooling. Adapun Schooling menetap dan fokus berlatih di Amerika Serikat, kiblat renang dunia.
Memang keduanya tidak bisa dibandingkan begitu saja karena memiliki spesialisasi nomor perlombaan berbeda. Akan tetapi, itu gambaran bahwa perbedaan perlakuan program latihan antara atlet potensial Indonesia dan Singapura memengaruhi perkembangan mereka ketika memasuki usia senior yang merupakan tolok ukur utama prestasi atlet.
Wakil Ketua Umum PB PRSI Harlin Rahardjo menyampaikan, pihaknya sudah punya rencana besar untuk Farrel dan Azzahra agar potensi mereka tidak hilang ketika melewati usia yunior, melainkan bisa terus berkembang dan tembus level dunia. Setidaknya, Farrel akan dicarikan beasiswa agar bisa kuliah di Amerika Serikat.
Dengan begitu, Farrel diharapkan bisa mendapatkan standar latihan yang baik di sana. ”Adapun Azzahra kemungkinan tetap di Indonesia dengan pelatihnya sedari kecil, pelatih asal Perancis David Armandoni. Tapi, dia akan diberikan kesempatan uji tanding internasional lebih sering,” pungkas Harlin.