Kenaikan harga pakan ikan saat ini dinilai tidak wajar. Kementerian Kelautan dan Perikanan bakal menyelidiki penyebab kenaikan ini agar tidak mengganggu aktivitas budidaya ikan di Indonesia.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
KOMPAS/REGINA RUKMORINI
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (berbatik biru dan bertopi) saat berkunjung ke Balai Benih Ikan Ngrajek, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Jumat (6/12/2019).
MAGELANG, KOMPAS — Kenaikan harga pakan ikan saat ini dinilai tidak wajar. Kementerian Kelautan dan Perikanan bakal menyelidiki penyebab kenaikan ini agar tidak mengganggu aktivitas budidaya ikan di Indonesia.
Hal itu dikatakan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo saat berkunjung ke Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Jumat (6/12/2019). Mungkid adalah salah satu sentra ikan di Kabupaten Magelang. Di sana, Edhy berdiskusi dengan sejumlah pembudidaya ikan.
”Dalam waktu lima tahun, kenaikan harga pakan semestinya hanya 10 persen. Kini, kenaikan harga pakan ikan hingga 30 persen,” ujar Edhy.
Jika sebelumnya biaya pakan hanya berkisar 40 persen dari total biaya budidaya ikan, dengan kenaikan itu biaya pakan cenderung mendominasi. Besarannya bisa mencapai 70 persen dari total biaya budidaya ikan. Akibatnya, banyak orang kurang berminat terjun menekuni budidaya ikan.
”Banyak pelaku usaha baru takut rugi sebelum melempar benih ke pasar,” katanya.
Edhy mengatakan, pihaknya akan segera turun tangan untuk menyelidiki kasus ini. Kementerian Kelautan dan Perikanan akan berupaya berkomunikasi langsung dengan pabrik, para pengusaha atau produsen pakan ikan.
”Kami akan berupaya mencari tahu, apakah kenaikan harga pakan ini dipicu kenaikan biaya produksi atau rantai perdagangan pakan yang terlalu panjang,” ujarnya.
KOMPAS/REGINA RUKMORINI
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (berbatik biru dan bertopi) saat berkunjung ke Balai Benih Ikan Ngrajek, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Jumat (6/12/2019).
Akan tetapi, Edhy mengatakan, pihaknya juga akan mengajak para pembudidaya ikan untuk mandiri, memproduksi pakan ikan sendiri. Tujuannya agar ke depan tidak perlu bergantung pada pabrikan. Dia akan membantu penyediaan mesin-mesin produksi pakan ikan.
”Kami akan segera menghitung kebutuhan mesin pakan dan nanti akan membagi-bagikannya ke kelompok-kelompok pembudidaya ikan,” ujarnya.
Tuminah (50), pembudidaya lele asal Kecamatan Kranggan, Kabupaten Temanggung, mengatakan, biaya pakan yang semula Rp 270.000 per sak, sejak empat bulan lalu naik menjadi Rp 310.000 per sak. Satu sak setara sekitar 30 kilogram.
”Kenaikan harga ini jelas berat karena setiap tiga bulan sekali, kami harus membeli 11 sak pakan,” ujar pemilik 3.000 benih ikan yang dikembangbiakkan di tiga kolam ini.
Biaya pakan yang semula Rp 270.000 per sak, sejak empat bulan lalu naik menjadi Rp 310.000 per sak (Tuminah).
Biaya pakan tersebut, menurut dia, adalah biaya terbesar yang dikeluarkannya setiap bulan. Aktivitas lain tidak membutuhkan banyak biaya karena budidaya ikan tersebut dilakukannya bersama suami dan anak saja.
Untuk jenis ikan yang berkembang biak secara liar, seperti belut, masalah pakan tidak terlalu mengganggu karena ikan ini hanya makan cacing dan jentik nyamuk yang ada di alam. Kendati demikian, perkembangbiakan ikan tersebut menemui kendala lain, yaitu cuaca.
KOMPAS/REGINA RUKMORINI
Benih nila merah yang dikembangbiakkan di Balai Benih Ikan (BBI) Ngrajek, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Sri Meindah (48), pelaku usaha keripik belut asal Kecamatan Kutoarjo, Kabupaten Purworejo, mengatakan, bahan baku belut memang biasa dicarinya sendiri ke beberapa sungai dan areal persawahan di Kabupaten Purworejo.
Jika pada musim hujan dia bisa mendapatkan 1 kuintal belut per hari, di musim kemarau, dia hanya mendapatkan 50 kg belut per minggu. Kondisi itu, menurut dia, pada akhirnya membuatnya tidak mampu memenuhi permintaan pasar keripik belut mencapai 1 ton per bulan.
”Saya tidak mungkin bisa kontinu menjalankan aktivitas produksi karena kondisi kelangkaan belut di musim kemarau bahkan juga pernah membuat saya berhenti berproduksi selama dua bulan,” ujarnya.