Mencegah Benalu Dana Desa
Keberadaan desa di seluruh Indonesia menjadi ujung tombak pembangunan masyarakat. Karena itu, munculnya desa-desa fiktif menjadi benalu pembangunan desa, mencederai tujuan memakmurkan masyarakat desa.
Untuk mengurangi ketertinggalan masyarakat desa, pemerintah memberikan kebijakan bantuan pembangunan desa. Pengawasan dan evaluasi harus terus dilakukan demi tercapainya tujuan pembangunan, termasuk mewaspadai munculnya desa-desa fiktif yang menganggu kucuran dana desa.
Desa memiliki posisi strategis dalam lanskap wilayah Indonesia. Dari 83.931 wilayah administrasi pemerintahan terkecil setingkat desa/kelurahan yang terdata oleh Badan Pusat Statistik dalam Potensi Desa 2018, sebanyak 75.436 adalah desa.
Ini berarti sebagian besar (89 persen) wilayah Nusantara identik dengan desa. Melihat dominannya keberadaan desa, pembangunan berbasis desa layak menjadi orientasi pemerintah.
Kebijakan bantuan pembangunan desa dimulai sejak 1977. Model bantuannya mirip dengan dana desa saat ini. Saat itu Presiden Soeharto mengeluarkan kebijakan memberikan bantuan langsung ke desa menggunakan dana APBN, besarnya Rp 350.000 untuk setiap desa.
Dasar hukumnya adalah Inpres Nomor 1 Tahun 1977. Tujuannya untuk mendorong dan menggerakkan usaha-usaha swadaya gotong royong masyarakat dalam membangun desanya.
Program bantuan tersebut cukup efektif meningkatkan indikator kemakmuran desa, yaitu menurunkan angka kemiskinan. Jika pada 1976 masih terdapat 40 persen penduduk miskin di desa, jumlahnya menurun hampir separuhnya menjadi 21 persen pada 1984 dan 12 persen pada 1996.
Upaya pembangunan desa terus berlanjut hingga kini. Saat ini upaya pemerintah membangun desa-desa di Nusantara, antara lain, melalui program Produk Unggulan Kawasan Perdesaan (Prukades), badan usaha milik desa (BUMDes), embung desa, sarana olahraga desa, dan program Padat Karya Tunai.
Ada pula program dana desa yang dikucurkan pemerintah sejak 2015 di era pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Alokasi dana ini terus meningkat dari Rp 20,8 triliun pada 2015 hingga Rp 69,8 triliun pada 2019.
Siluman
Program ini memberi dampak kemajuan bagi desa. Indeks Pembangunan Desa 2018 memperlihatkan kemajuan desa dari sisi peningkatan kategorisasi kualitas desa. Semakin banyak desa yang berubah status menjadi ”desa mandiri”.
Definisi mandiri adalah kemampuan desa memenuhi sendiri kebutuhannya, tidak terlalu bergantung pada bantuan pemerintah. Jika tadinya terdapat 2.894 desa dengan kategori mandiri pada 2014, jumlahnya meningkat menjadi 5.559 desa pada 2018.
Pemerintah menambah anggaran dana desa dalam RAPBN 2020 sebesar 2,9 persen atau senilai Rp 72 triliun. Jika dibagi rata dengan jumlah desa tahun 2019, maka setiap desa akan menerima sedikitnya Rp 960 juta.
Setelah rancangan peraturan daerah tentang pembentukan desa disetujui bupati/wali kota bersama DPRD, dokumen tersebut diajukan ke gubernur.
Tidak hanya isu alokasi dana yang terus bertambah, program dana desa juga turut mendorong praktik pemekaran desa baru. Tahun pertama penerapan dana desa, tepatnya tahun 2015, jumlah desa di seluruh Indonesia mencapai 74.093 desa. Berselang lima tahun, jumlah desa bertambah 860 desa.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, jumlah desa penerima dana desa terbanyak berada di Jawa Tengah, disusul Jawa Timur, Aceh, Sumatera Utara, dan Papua.
Di luar penambahan jumlah desa, terdapat pula dugaan keberadaan desa fiktif. Salah satu daerah yang dikabarkan ada desa fiktif adalah Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.
Total ada 117 desa di Konawe yang dibentuk berdasarkan tiga peraturan daerah tahun 2011-2014. Namun, semua perda tersebut diduga bermasalah karena tidak tercantum di biro hukum daerah atau dikeluarkan setelah ada moratorium pembentukan desa oleh pemerintah (Kompas, 13/11/2019).
Desa-desa fiktif tersebut muncul bersamaan dengan mulainya kebijakan pemerintah menyalurkan dana desa pada tahun 2015. Keberadaan desa-desa siluman tersebut menimbulkan pertanyaan, bagaimana syarat dan tahapan pembentukan desa?
Syarat pembentukan
Pembentukan desa sebenarnya sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Di dalam Pasal 7 disebutkan bahwa pembentukan desa merupakan salah satu bentuk kegiatan penataan yang dilakukan oleh pemerintah pusat, provinsi, hingga kabupaten/kota.
Kegiatan penataan dilakukan dengan lima cara, yaitu pembentukan, penghapusan, penggabungan, perubahan status, dan penetapan desa. Khusus penghapusan desa dapat dilakukan karena bencana alam dan/atau kepentingan program nasional yang strategis.
Sementara pembentukan desa dilakukan melalui tiga cara, yaitu mengadakan desa baru di luar desa yang ada, menggabungkan beberapa desa yang telah terbentuk, dan pemekaran dari desa induk.
Langkah pembentukan desa harus sesuai aturan, di antaranya dasar hukum pembentukannya harus jelas dan jumlah penduduk minimal tercapai. Syarat membentuk desa dijelaskan dalam Pasal 8 Ayat 3.
Total ada delapan syarat pembentukan sebuah desa. Pertama, batas usia desa induk paling sedikit lima tahun. Kedua, jumlah penduduk yang dikategorikan berdasarkan wilayah, meliputi Jawa, Bali, Sumatera, Sulawesi, Nusa Tenggara, Kalimantan, Maluku, dan Papua.
Syarat berikutnya adalah wilayah kerja yang memiliki akses transportasi antarwilayah dan kondisi sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan hidup bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat desa.
Calon desa tersebut juga harus memiliki potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya ekonomi pendukung. Selain itu, batas wilayah harus dinyatakan dalam bentuk peta yang telah ditetapkan dalam peraturan bupati/wali kota.
Sementara dua syarat terakhir adalah wilayah desa harus memiliki sarana dan prasarana bagi pemerintah desa dan pelayanan publik, serta tersedianya dana operasional, penghasilan tetap, dan tunjangan lainnya bagi perangkat pemerintah desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Membuat desa
Seluruh syarat harus terpenuhi sebelum mengajukan proses pembentukan desa yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Pembentukan desa ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota dengan mempertimbangkan prakarsa masyarakat desa, asal usul, adat istiadat, kondisi sosial budaya masyarakat, serta kemampuan dan potensi wilayah.
Tahap selanjutnya adalah pembentukan desa persiapan yang merupakan bagian dari wilayah desa induk. Nantinya, desa persiapan dapat ditingkatkan statusnya menjadi desa dalam jangka waktu 1-3 tahun berdasarkan hasil evaluasi.
Setelah selesai pembuatan rancangan peraturan daerah yang telah disetujui bupati/wali kota bersama DPRD, dokumen tersebut diajukan ke gubernur. Pada tingkat pemerintah provinsi, gubernur melakukan evaluasi rancangan peraturan daerah pembentukan desa.
Evaluasi yang dilakukan gubernur berlandaskan urgensi, kepentingan nasional, kepentingan daerah, kepentingan masyarakat desa, dan/atau peraturan perundang-undangan. Seluruh proses evaluasi dilakukan paling lama 20 hari.
Apabila rancangan peraturan daerah pembentukan desa disetujui, pemerintah kabupaten/kota harus melakukan penyempurnaan dan penetapan peraturan daerah dalam waktu 20 hari. Jika gubernur menolak, rancangan peraturan tersebut tidak dapat diajukan kembali dalam waktu lima tahun.
Penyusunan peraturan daerah tentang pembentukan desa harus disertai lampiran peta batas wilayah desa. Setiap desa yang terbentuk memiliki empat kewenangan, yaitu kewenangan berdasarkan hak asal usul, kewenangan lokal berskala desa, kewenangan yang ditugaskan pemerintah daerah, dan kewenangan lain sesuai peraturan perundang-undangan.
Melihat syarat dan tahapannya, tidak mudah membentuk sebuah desa. Paling tidak ada tiga faktor yang mudah dikenali dari sebuah desa, yaitu wilayah, penduduk, dan perangkat pemerintahan desa.
Keberadaan desa di seluruh Indonesia menjadi ujung tombak pembangunan masyarakat. Karena itu, munculnya desa-desa fiktif menjadi benalu pembangunan desa, mencederai tujuan pembangunan desa untuk memakmurkan masyarakat desa.
Negara masih berjuang keras meningkatkan aspek kesejahteraan penduduk desa. Jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan sebanyak 15,15 juta orang pada Maret 2019, hampir dua kali lipat penduduk miskin perkotaan.
Dukungan pemerintah pusat telah nyata dalam bentuk penyaluran dana desa. Tujuannya tentu untuk mendorong pembangunan infrastruktur dan kualitas manusia. Karena itu, pengawasan dan evaluasi harus terus dilakukan demi tercapainya tujuan pembangunan. (Litbang Kompas)