Mantan Gubernur Kepulauan Riau Didakwa Terima Gratifikasi Rp 4,23 Miliar
Mantan Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun didakwa menerima suap Rp 158,83 juta terkait reklamasi wilayah pesisir. Selain itu, Nurdin juga didakwa menerima gratifikasi Rp 4,23 miliar.
Oleh
Sharon Patricia
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mantan Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun didakwa menerima suap Rp 158,83 juta terkait dengan izin prinsip dan lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kepulauan Riau Tahun 2018/2019. Nurdin juga didakwa menerima gratifikasi Rp 4,23 miliar yang berhubungan dengan jabatannya.
Dakwaan tersebut dibacakan jaksa KPK di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (12/4/2019), dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Yanto. Atas dakwaan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi, Nurdin tidak mengajukan keberatan.
Jaksa penuntut umum KPK, Muhammad Asri Irawan, yang membacakan dakwaan menyebut, Nurdin yang merupakan Gubernur Kepulauan Riau periode 2016-2021 menerima hadiah atau janji, yaitu menerima uang sebesar Rp 45 juta, 5.000 dollar Singapura (sekitar Rp 51,74 juta), dan 6.000 dollar Singapura (sekitar Rp 62,09 juta). Nurdin menerima sejumlah uang tersebut melalui Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Edy Sofyan dan Kepala Bidang Perikanan Tangkap Budi Hartono.
Asri menyampaikan, terhadap Edy Sofyan dan Budi Hartono dilakukan penuntutan secara terpisah.
Suap yang diterima Nurdin bersumber dari para pengusaha, yakni Kock Meng dan Johanes Kodrat, dengan perantaraan Abu Bakar. Suap diberikan agar Nurdin menandatangani Surat Izin Prinsip Pemanfaataan Laut Nomor 120/0796/DKP/SET pada 7 Mei 2019 yang berlokasi di Piayu Lut, Piayu Batam, atas nama pemohon Kock Meng seluas 6,2 hektar.
Adapun Surat Izin Prinsip Pemanfaataan Laut Nomor 120/0945/DKP/SET pada 31 Mei 2019 berlokasi di Pelabuhan Sijantung Jembatan Lima atas nama pemohon Abu Bakar seluas 10,2 hektar.
”Rencana memasukkan kedua izin prinsip tersebut ke dalam daftar rencana peraturan daerah rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, hal ini bertentangan dengan kewajibannya sebagai kepala daerah,” kata Asri.
Jaksa penuntut umum juga mendakwa Nurdin menerima gratifikasi hingga Rp 4,23 miliar. Gratifikasi berasal dari para pengusaha atau investor terkait penerbitan izin prinsip pemanfaatan ruang laut izin lokasi reklamasi dan izin reklamasi.
Jaksa mendakwa Nurdin menerima gratifikasi hingga Rp 4,23 miliar. Gratifikasi berasal dari para pengusaha atau investor terkait penerbitan izin prinsip pemanfaatan ruang laut izin lokasi reklamasi dan izin reklamasi.
Penerimaan juga ditambah dengan penerimaan dari para kepala Organisasi Perangkat Daerah di lingkungan Pemprov Kepri dalam kurun waktu tahun 2016 sampai dengan tahun 2019. Nurdin membuat Peraturan Gubernur Nomor 31 Tahun 2018 tentang Perubahan Peraturan Gubernur Kepri Nomor 57 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
Melalui aturan itu, izin mengenai pemanfaatan pengelolaan ruang laut sampai 12 mil di luar minyak dan gas bumi dalam pelaksanaannya diproses tanpa melalui dinas PTSP. Izin tersebut langsung kepada Nurdin melalui Edy Sofyan dan Budi Hartono.
Saat penggeledahan, di ruang kerja dan rumah dinas Nurdin ditemukan uang rupiah dan mata uang asing dengan total sejumlah Rp 3,23 miliar; 159.963 dollar Singapura; 407 ringgit Malaysia; 500 riyal; dan 34.803 dollar Singapura. Jumlah itu secara total mencapai Rp 4,23 miliar.
”Terdakwa (Nurdin) tersebut tidak pernah melaporkan (gratifikasi) kepada KPK dalam tenggang waktu 30 hari kerja sebagaimana dipersyaratkan dalam Pasal 12 C Ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” kata Asri.
Atas perbuatannya, Nurdin didakwa melanggar Pasal 12 B Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP.
Atas dakwaan ini, Nurdin melalui kuasa hukumnya, Syamsul Huda, menyampaikan tidak mengajukan keberatan atau eksepsi. Dengan demikian, sidang akan dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi pada Rabu (11/12/2019) depan.