Pengawasan Anggaran DKI Sulit Dilakukan di Sisa Waktu Pembahasan
Pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI Jakarta 2020 semakin mepet. Di sisa waktu yang ada, sulit melakukan pengawasan yang efektif pada ratusan ribu komponen anggaran.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Proses penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI Jakarta Tahun 2020 semakin mepet. Di waktu ini, pengawasan anggaran dipastikan sulit dilakukan untuk ratusan ribu komponen.
”Dengan waktu yang tipis begini, hampir dipastikan tingkat partisipasi masyarakat memberikan masukan kecil sekali,” ujar Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng di Jakarta, Selasa (3/12/2019).
Di tengah mempetnya waktu itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rancangan APBD DKI 2020 ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Legislatif dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah harus berkejaran dengan waktu karena rancangan APBD ditargetkan disahkan untuk diserahkan kepada Kementerian Dalam Negeri pada 11 Desember 2019.
Robert menyayangkan pembahasan anggaran DKI yang terkesan tidak melibatkan peran serta masyarakat. Di sisa waktu delapan hari, dokumen Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) DKI 2020 baru diunggah di situs apbd.jakarta.id sore tadi sekitar pukul 16.00.
Sebagai gambaran, rancangan KUA-PPAS terbagi dalam delapan buku dengan tebal total 2.957 halaman. Dalam buku itu, termuat kegiatan atau program sepanjang tahun 2020. Program hingga ke tingkat kecamatan/kelurahan itu dibahas di lima komisi DPRD. Tercatat ada lebih dari 23.000 kegiatan pada tahun depan dengan lebih dari 270.000 komponen yang harus dibahas eksekutif dan legislatif.
”Dengan jumlah anggaran DKI yang mencapai Rp 87,95 triliun dan waktu terbatas, jangankan DPRD, pihak-pihak yang profesional saja pasti akan kesulitan. Takutnya kemudian, ada saja mata anggaran yang lolos. Ini penyakit anggaran yang sangat kompleks seperti DKI,” kata Robert.
Robert pun pesimistis masukan masyarakat akan didengar oleh legislatif dan eksekutif DKI di dalam proses pembahasan RAPBD. Sebab, menurut dia, anggaran sulit diutak-atik lagi ketika sudah ditetapkan menjadi KUA-PPAS.
”Biasanya deviasi antara KUA-PPAS dan RAPBD itu tak pernah lebih dari 5 persen. Jadi, sulit diubah-ubah lagi. Kalau sudah KUA-PPAS (ditetapkan), sebenarnya tiga perempat proses penganggaran sudah selesai,” ucap Robert.
Dengan situasi seperti ini, lanjut Robert, harapan satu-satunya ada di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Dia berharap, Kemendagri dapat memberikan evaluasi yang komprehensif terhadap kepatuhan anggaran DKI, mulai dari kebutuhan masyarakat hingga penyisiran potensi atau indikasi anggaran yang mengarah ke penyimpangan atau anggara siluman.
Sulit mengawasi
Idris Ahmad, Ketua Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), menuturkan, seharusnya kekhawatiran lolosnya anggaran siluman bisa diminimalkan apabila Pemprov DKI lebih cepat membuka dokumen KUA-PPAS ke publik. Sebagai anggota dewan baru pun, Idris mengakui, penyisiran anggaran DKI membutuhkan ekstra kerja keras agar tak ada anggaran siluman yang lolos. Dia pun mendorong warga DKI untuk tetap mengawasi dokumen KUA-PPAS di sisa waktu yang ada.
”Proses ini harus kami jalani dan harus dituntaskan. Kan tak ada kata mundur. Yang harus disiapkan adalah strategi pembahasan yang lebih efektif. Karena ini memang proses panjang di mana budaya saling mengawasi, masyarakat berperan terhadap anggaran ini, harus terus dibangun,” ujar Idris.
Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Gerindra, Syarif, pun menyampaikan, di pembahasan RAPBD nanti, setiap komisi sudah memetakan belanja mana saja yang anggarannya akan ditambah atau dikurangi. ”Jadi bisa cepat pembahasannya,” kata Syarif.
Syarif mengaku, meski sudah memasuki dua periode di bangku legislatif DKI, penyisiran anggaran bukanlah hal yang mudah. Sejauh ini, dia hanya mengandalkan tiga ahli yang dipersiapkan di setiap komisi. ”Padahal masalahnya begitu banyak di Jakarta,” ucap Syarif.
Fokus anggaran
Di dalam pidato penyampaian Raperda tentang APBD 2020, Anies Baswedan menjabarkan sejumlah program strategis DKI, seperti penanggulangan kemacetan, penyediaan hunian DP 0 rupiah, serta penyediaan anggaran pendidikan dan kesehatan sesuai perundang-undangan.
Selain itu, secara khusus, di kebijakan belanja daerah, Anies juga menyampaikan soal pengalokasian anggaran dalam rangka kampanye pengurangan polusi dan peningkatan pariwisata melalui penyelenggaraan event internasional Formula E.
Namun, Anies enggan merinci maksud pengalokasian anggaran itu saat ditanyai wartawan. Dia langsung mengklarifikasi bahwa pihaknya tak pernah bermaksud memangkas anggaran rehabilitasi sekolah demi pergelaran acara tersebut. Menurut Anies, fokus Pemprov DKI terhadap bidang pendidikan tidak hanya soal pembangunan fisik, tetapi juga peningkatan mutu pendidikan.
”Pendidikan itu fokusnya pada kualitas, konten. Kalau kita bicara pendidikan hanya infrastruktur terus, ini seperti Dinas Cipta Karya, pembangunan yang diukur. Jadi, justru kita berikan porsi yang lebih baik, lebih tinggi untuk yang peningkatan mutu, pendidikan. Nah, tetapi orang sering kali melihatnya semata-mata jumlah sekolah yang direhab. Padahal, yang didorong justru peningkatan mutunya,” ujar Anies.
Sebelumnya, anggaran rehabilitasi gedung sekolah dalam KUA-PPAS 2020 turun dari usulan Rp 2,5 triliun menjadi Rp 1,4 triliun. Dari 86 lokasi yang diusulkan untuk direhabilitasi, 56 lokasi disetujui, 30 lainnya akan diusulkan kembali pada penganggaran 2021 atau 2022.