Korea Utara Kembali Ingatkan Amerika Serikat Soal Batas Waktu
Korea Utara mengingatkan kembali Amerika Serikat mengenai batas waktu perundingan denuklirisasi. Pyongyang menetapkan batas waktu berunding hingga mencapai kesepakatan hingga akhir 2019 ini.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
SEOUL, SELASA — Korea Utara kembali mengingatkan Amerika Serikat (AS) mengenai tenggat perundingan denuklirisasi Semenanjung Korea. Korea Utara menetapkan batas waktu berunding guna mencapai kesepakatan hingga akhir tahun 2019.
Peringatan ini disampaikan di tengah meningkatnya tekanan Pyongyang terhadap AS dan Korea Selatan. Belakangan, Korea Utara kembali melakukan uji coba peluncuran rudal pada 28 November 2019.
”Dialog yang digembar-gemborkan AS pada dasarnya, hanyalah trik bodoh untuk membuat Korut terikat untuk berdialog dan menggunakannya demi situasi politik dan pemilihan umum di AS,” kata Wakil Menteri Luar Negeri Urusan AS Ri Thae Song, dikutip Kantor Berita Korea Utara KCNA, Selasa (3/12/2019).
Ri melanjutkan, Korea Utara tidak berniat melanjutkan diplomasi nuklir kecuali mendapat balasan yang substansial. Ucapan ini mengulangi pernyataan senada yang pernah dilontarkan pejabat Pyongyang lain belakangan ini. ”Korea Utara telah melakukan yang terbaik dengan kegigihan maksimal untuk tidak mundur dari langkah-langkah penting yang telah diambil atas inisiatifnya sendiri. Apa yang tersisa sekarang adalah terserah AS mengenai ”Hadiah Natal” apa yang akan dipilih untuk diperoleh,” tutur Ri.
Perundingan denuklirisasi antara Washington dan Pyongyang sementara ini mandek. Pertemuan resmi terakhir antara Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un terjadi pada Februari 2019 di Hanoi, Vietnam. Saat itu, keduanya berbeda pendapat soal proses denuklirisasi dan pencabutan sanksi ekonomi atas Korut.
Pembicaraan tingkat teknis di Swedia, pada Oktober 2019, juga berakhir gagal. Korut mengecam kegagalan tersebut dengan menyebutnya sebagai akibat dari ”pandangan dan sikap lama orang Amerika”. ”Saya akan memanggil Kim sebagai Manusia Roket (Rocket Man) karena ia suka meluncurkan roket. Jika kami harus menggunakan kekuatan militer AS, kami akan menggunakannya,” kata Trump, menanggapi pertanyaan mengenai Korut.
Pada awal November, AS-Korsel menunda Acara Pelatihan Terbang Gabungan. Latihan ini terdiri dari melakukan simulasi skenario pertempuran udara yang melibatkan sejumlah pesawat tempur dari kedua negara.
Korut telah berulang kali mengecam latihan militer gabungan antara kedua negara tersebut. Meskipun begitu, Washington membantah keputusan menunda latihan sebagai bagian dari kesepakatan negosiasi.
Kim sebelumnya telah menyatakan akan mencari jalan lain apabila AS tetap berkukuh memberlakukan sanksi dan menekan Korea Utara. Pyongyang juga mengancam akan meningkatkan batasannya sendiri mengenai uji coba rudal nuklir dan rudal jarak jauh.
Menurut para ahli, uji coba rudal Korut selama beberapa bulan terakhir memperluas kemampuan menyerang Pyongyang. Rudal-rudal tersebut mampu mencapai Korea Selatan dan Jepang.
Upaya Korut
AS baru-baru ini menahan Virgil Griffith (36), seorang mantan peretas dan promotor uang virtual yang menghadiri sebuah konferensi di Pyongyang, Korea Utara, pada April 2019. Ia didakwa atas tuduhan menyarankan Korea Utara untuk menggunakan uang virtual untuk menghindari sanksi internasional.
Kementerian Kehakiman AS mengatakan, para pejabat di Korea Utara terlihat tertarik terhadap presentasi Griffith. ”Setelah konferensi, Griffith mulai merumuskan rencana untuk memfasilitasi pertukaran mata uang virtual antara Korea Utara dan Korea Selatan meskipun mengetahui bantuan seperti itu akan melanggar sanksi AS,” bunyi pernyataan.
Menurut kementerian tersebut, Griffith, yang tinggal di Singapura, ditahan di Bandara Internasional Los Angeles pada 28 November 2019. Griffith bekerja untuk perusahaan pengembang uang virtual Ethereum
Tindakan Griffith melanggar larangan Kementerian Keuangan AS mengenai ekspor barang, jasa, atau teknologi ke Korea Utara. Larangan ini merupakan tekanan terhadap program senjata nuklir Korea Utara.
”Kami tidak dapat membiarkan siapa pun menghindari sanksi. Hal ini karena konsekuensi jika Korut mendapatkan dana, teknologi, dan informasi untuk membangun senjata nuklir adalah membuat dunia dalam bahaya,” kata Asisten Direktur Biro Investigasi Federal (FBI) William Sweeney. (AP/AFP/Reuters)