Inflasi pada November 2019 yang sebesar 0,14 persen lebih rendah daripada biasanya, yakni pada kisaran 0,2 persen. Produsen makanan-minuman mencatat penurunan permintaan.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS--Inflasi pada akhir tahun diperkirakan meningkat seiring pertumbuhan permintaan konsumen menjelang Natal dan Tahun Baru. Namun, indikasi penurunan permintaan sudah mulai dirasakan industri makanan dan minuman.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi pada November 2019 sebesar 0,14 persen. Adapun inflasi Januari-November 2019 sebesar 2,37 persen. Sementara, inflasi November 2018-November 2019 sebesar 3 persen.
Inflasi sepanjang tahun 2018 sebesar 3,13 persen. Pemerintah menargetkan inflasi 3,5 persen, sedangkan Bank Indonesia menargetkan 2,5-4,5 persen pada tahun ini.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman, ketika dihubungi dari Jakarta, Senin (2/12/2019), mengatakan, bagi pengusaha makanan-minuman, inflasi yang rendah tercermin dalam permintaan produk makanan-minuman.
“Banyak laporan dari produsen dan retailer bahwa akhir-akhir ini ada sedikit pelemahan permintaan produk makanan-minuman, terutama segmen menengah ke bawah. Hal ini yang saya lihat sebagai inflasi rendah,” katanya.
Meskipun pada akhir tahun konsumsi diperkirakan meningkat menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru, namun Adhi yakin tidak akan terjadi lonjakan harga pangan olahan yang memicu inflasi tinggi. Alasannya, permintaan pasar cenderung tidak terlalu tinggi. Ia memperkirakan, permintaan produk makanan-minuman untuk Natal dan Tahun Baru meningkat sekitar 10-15 persen.
Dengan kondisi pasar seperti sekarang, tambah Adhi, produsen makanan-minuman cenderung memberi harga promosi atau harga diskon bagi konsumen untuk meningkatkan volume penjualan. Jika sampai triwulan III-2019 pertumbuhan industri makanan-minuman sekitar 8,3 persen secara tahunan, maka hingga akhir tahun dipastikan akan lebih dari angka tersebut.
Selain harga promosi, produsen juga meningkatkan penjualan melalui ekspor. Meski demikian, ujar Adhi, kondisi pasar ekspor saat ini cukup berat dengan persaingan ketat. Agar dapat menembus pasar ekspor, produsen biasanya memberikan harga di bawah harga pasar domestik atau lokal.
“Untuk meningkatkan volume penjualan, produsen harus ekspor meski harga tidak sebaik di lokal atau bahkan di bawah harga lokal,” kata Adhi.
Dalam jumpa pers, Kepala BPS Suhariyanto menyebutkan, inflasi akibat kenaikan harga kelompok bahan makanan sebesar 0,37 persen. Selanjutnya, kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 0,25 persen. Sementara, kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 0,12 persen serta kelompok sandang sebesar 0,03 persen.
Inflasi juga disumbang kelompok kesehatan 0,23 persen; serta kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga sebesar 0,02 persen. Adapun kelompok pengeluaran yang mengalami penurunan atau deflasi adalah kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,07 persen.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal berpendapat, inflasi November yang sebesar 0,14 persen di bawah perkiraan. Biasanya inflasi pada November 0,2 persen atau lebih tinggi.
Menurut Faisal, hal yang mesti diperhatikan adalah inflasi inti pada November sebesar 0,11 persen atau lebih rendah daripada November 2018 yang 0,2 persen. Tahun ini inflasi inti terjadi pada awal tahun sebelum pemilu. Setelah itu, inflasi inti terus turun. Hal ini memperlihatkan tren penurunan daya beli masyarakat.
Beberapa komponen harga yang diatur pemerintah di satu sisi telah menekan angka inflasi menjadi cukup rendah. Dengan demikian target inflasi rendah atau di sekitar 3 persen akan tercapai. Namun demikian, di sisi lain, hal itu berpengaruh pada penerimaan pemerintah yang tampak semakin rendah pada semester II-2019.
"Inflasi inti memperlihatkan daya beli masyarakat mengalami pelemahan. Maka pemerintah mestinya melakukan relaksasi, jangan malah melakukan kebijakan fiskal yang ketat," kata Faisal.
Suhariyanto mengatakan, inflasi pada Desember diproyeksikan akan lebih tinggi dibandingkan dengan November. Sebab, terdapat perayaan Natal, Tahun Baru, yang dibarengi dengan liburan akhir tahun. (NAD)