Tambang Emas Ilegal Mendesak Ditertibkan
Sejumlah kalangan mendesak penegak hukum dan pemerintah daerah untuk menertibkan tambang emas ilegal di Sumatera Barat. Aktivitas itu merusak lingkungan dan meningkatkan risiko bencana.
PADANG, KOMPAS — Sejumlah kalangan mendesak penegak hukum dan pemerintah daerah untuk menertibkan tambang emas ilegal di Sumatera Barat. Aktivitas itu merusak lingkungan dan meningkatkan risiko bencana. Hasil kajian ilmiah menunjukkan aktivitas tambang emas ilegal telah mencemari air sungai dengan merkuri.
Ketua Pusat Penelitian Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PPKLH) Universitas Negeri Padang (UNP) Indang Dewata, di Padang, Senin (2/12/2019), mengatakan, aktivitas tambang emas ilegal mesti ditertibkan karena merusak lingkungan dan mengancam kesehatan. Aktivitas itu juga melanggar peraturan, seperti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Menurut Indang, ada banyak alasan aktivitas penambangan tidak boleh dilakukan di pinggir sungai, yaitu sulit melakukan rehabilitasi, mengganggu alur sungai dan menyebabkan penyempitan, serta beban pencemarannya tinggi, baik kandungan organik maupun anorganik. Aktivitas itu juga mengganggu estetika dan fungsi sungai serta dapat memicu bencana, seperti banjir dan longsor.
”Tambang ilegal harus dihentikan karena berbahaya dan melanggar aturan. Aktivitas itu dapat menyebabkan pencemaran air sungai dan memicu banjir akibat pendangkalan sungai,” kata Indang.
Kompas bersama tim BNPB, Sabtu-Jumat (23-29/11/2019), menemukan aktivitas tambang ilegal di Solok Selatan, Dharmasraya, dan Sijunjung. Aktivitas tambang menggunakan ekskavator dan mesin pompa air diesel merusak Sungai Batanghari di kawasan Hutan Lindung Batanghari dan anak sungainya.
Baca juga: Komitmen Sumbar Menertibkan Tambang Emas Ilegal
Bukan hanya itu, lahan perkebunan dan permukiman juga merusak Sungai Batang Kuantan di dalam Taman Bumi Nasional Silokek. Di sejumlah lokasi, petambang menggunakan merkuri dalam proses pengolahan emas.
Hasil kajian PPKLH UNP tahun 2017 menunjukkan, kandungan organik dan logam berat di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Kuantan, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat, relatif tinggi dan tidak layak konsumsi akibat aktivitas tambang emas ilegal.
Kandungan merkuri (Hg) di sekitar DAS itu mencapai 0,0078 mg/L atau melampaui baku mutu yang hanya 0,001 mg/L berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.
Tambang ilegal harus dihentikan karena berbahaya dan melanggar aturan. Aktivitas itu dapat menyebabkan pencemaran air sungai dan memicu banjir akibat pendangkalan sungai.
Sementara itu, hasil kajian oleh Runi Sahara dan Dwi Puryanti dari Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas menyimpulkan, air Sungai Batanghari, Dharmasraya, di aliran Batu Bakauik tidak layak konsumsi. Dari pengujian atomic absorption spectrometry (AAS), kandungan logam berat merkuri (Hg) maksimum 5,198 mg/L, sedangkan kandungan logam berat timbal (Pb) maksimum 1,259 mg/L (baku mutu Pb maksimal 0,03 mg/L).
”Pada aliran Sungai Batanghari aliran Batu Bakauik ini terdapat kegiatan penambangan emas yang dilakukan oleh masyarakat sekitar. Operasional penambangan emas menggunakan air raksa atau merkuri (Hg) sebagai media pengikat emas,” sebut peneliti di dalam artikel yang terbit di Jurnal Fisika Unand Vol 4, No 1, Januari 2015.
Selain kegiatan penambangan emas di hulu sungai itu, sebut peneliti, terdapat kegiatan pabrik karet. Kegiatan industri pabrik karet menghasilkan limbah yang pembuangannya bermuara ke Sungai Batanghari aliran Batu Bakauik.
Adapun hasil kajian yang dilakukan Direktorat Pengelolaan Bahan Beracun Berbahaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bekerja sama dengan Pusat Studi Lingkungan Hidup Institut Teknologi Bandung mengindikasikan warga di sekitar Sungai Batanghari terpapar merkuri tambang emas (Kompas, 24/9/2019). Kajian dilakukan pada 2018 di Kecamatan IX Koto dan Kecamatan Sitiung, Dharmasraya.
Baca juga: Tambang Emas Ilegal Gunakan Merkuri
”Ada indikasi responden yang kami cek kesehatannya mengalami gejala (terpapar merkuri),” kata Kepala Subdirektorat Inventarisasi Penggunaan Bahan Beracun Berbahaya Kementerian LHK Ria Rosmayani Damopolii dalam bincang-bincang peringatan Hari Maritim Nasional, Senin (23/9/2019), di Dharmasraya.
Pengujian dilakukan di tiga titik di IX Koto dan satu titik di Sitiung. Hasilnya, konsentrasi merkuri di sampel air limbah tailing tambang emas dan di sedimen tailing IX Koto melampaui baku mutu. Adapun konsentrasi merkuri di udara terinhalasi di kedua kecamatan telah melampaui baku mutu.
Selain itu, merkuri dari tambang emas juga mencemari komoditas pertanian warga. Konsentrasi merkuri di atas baku mutu ditemukan pada gabah, padi, kunyit, singkong, kangkung, dan cabe rawit.
Risiko bencana
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Letnan Jenderal Doni Monardo mengatakan, Sumbar sebenarnya termasuk daerah yang masih asri dibandingkan dengan daerah lain. Namun, pembiaran aktivitas tambang emas ilegal, apalagi menggunakan merkuri, akan merusak dan mencemari lingkungan sehingga menimbulkan malapetaka baru.
”Banjir dan longsor sudah pasti akan terjadi (akibat aktivitas tambang ilegal), cepat atau lambat. Limbah merkuri akan mengganggu rantai makanan. Kandungan merkuri pada air dapat mencemari padi ataupun ikan. Dampak buruk merkuri tidak dirasakan sekarang, tetapi sekian tahun berikutnya,” kata Doni ketika dihubungi dari Padang.
Baca juga: Hutan Lindung Batanghari Digasak Tambang Emas Ilegal
Penggunaan merkuri pada tambang emas ilegal membahayakan manusia dan lingkungan. Apalagi, sebagian petambang langsung membuang ke sungai limbah hasil pengolahan emas dengan merkuri. Merkuri mudah diserap kulit dan masuk ke dalam aliran darah.
Paparan pada tubuh dapat mengakibatkan kerusakan pada saluran pencernaan, otak, jantung, ginjal, paru-paru, serta sistem saraf dan sistem kekebalan tubuh. Ancaman serius bagi kesehatan itulah yang mendasari pelarangan penggunaan merkuri di banyak negara, termasuk di Indonesia.
Doni melanjutkan, tahun 2017, pemerintah sudah meratifikasi Konvensi Minamata yang melarang perdagangan dan penggunaan merkuri. Hal itu diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pengesahan Konvensi Minamata tentang Merkuri.
Tambang yang tidak ada izinnya, menurut Doni, seharusnya ada penegakan hukum, terutama yang menggunakan merkuri. Apalagi aturan itu sudah dua tahun diterapkan, seharusnya tidak ada lagi toleransi penggunaan merkuri. Peredaran merkuri harus dicegah.
”Jika ada yang masih melanggar, harus ada sanksi hukum. Kalau tidak, peredaran merkuri akan bebas dan membuat masyarakat tergiur karena menambang emas akan mudah dan murah dengan menggunakan merkuri, tetapi berdampak buruk pada kesehatan,” kata Doni.
Menurut Doni, pemerintah ikut meratifikasi Konvensi Minamata karena menyadari bahaya merkuri. Jepang sejak 1970-an melarang penggunaan merkuri karena terbukti membahayakan kesehatan manusia. Di Minamata, Jepang, banyak bayi terlahir cacat dan ibu yang mengalami keguguran akibat terpapar merkuri.
Jika ada yang masih melanggar, harus ada sanksi hukum. Kalau tidak, peredaran merkuri akan bebas dan membuat masyarakat tergiur karena menambang emas akan mudah dan murah dengan menggunakan merkuri, tetapi berdampak buruk pada kesehatan.
”Kami tidak ingin generasi muda ke depan tidak berkualitas. Presiden sedang menekankan peningkatan kualitas SDM. Selain pendidikan, juga harus akses ke air bersih. Akses ke makanan berkualitas. Akses pada lingkungan nyaman dan udara yang bersih. Baru tercipta SDM yang berkualitas. Jangan berpikir SDM yang berkualitas hanya mengandalkan pendidikan semata,” kata Doni.
Baca juga: Satgas Kabupaten Belum Terbentuk, Operasi Tambang Ilegal Tertunda
Agar masyarakat tidak kehilangan mata pencarian, kata Doni, pemerintah daerah harus berupaya mencarikan solusi dengan alih profesi. Petambang bisa diarahkan untuk bekerja di sektor pertanian ataupun perikanan. Langkah penertiban juga mesti melibatkan banyak pihak, termasuk tokoh agama dan tokoh adat.
Harus tegas
Anggota DPRD Sumatera Barat, Mario Syahjonan, juga mendesak penegak hukum dan pemerintah provinsi menertibkan tambang emas ilegal. Di Jorong Pinti Kayu, Nagari Pakan Rabaa Timur, Koto Parik Gadang Diateh, Solok Selatan, aktivitas tambang emas ilegal telah merusak lingkungan. Banjir dan longsor beberapa hari lalu di Pinti Kayu diduga turut dipicu oleh kerusakan itu. ”Pemprov (dan penegak hukum) harus tegas tanpa pandang bulu,” kata Mario.
Mario menambahkan, Pemprov Sumbar juga mesti mencarikan solusi bagi masyarakat yang telanjur menggantungkan hidup pada tambang emas. Pemprov mesti membantu masyarakat dalam mengurus izin pertambangan rakyat (IPR). Tambang emas ilegal kembali marak karena masyarakat kesulitan mengurus IPR. Dengan adanya IPR, tambang akan lebih terkontrol, lingkungan tidak rusak, dan mata pencarian masyarakat tidak hilang.
Ketua Sumatera Green Forest Jasman mengatakan, di Solok Selatan, aktivitas tambang emas ilegal sempat berkurang drastis pascaoperasi razia gabungan pada 2014. Namun, setahun terakhir, aktivitas itu kembali marak. Hal tersebut diduga karena tidak konsistennya penegakan hukum.
Kata Jasman, pascaoperasi itu, aparat membatasi kuota pembelian solar dengan jeriken. Dampaknya, para petambang tidak dapat beraktivitas karena ekskavator dan mesin pompa air diesel yang digunakan untuk menambang kesulitan mendapatkan bahan bakar. Sekarang, para penimbun dengan mudah bisa mendapatkan solar bersubsidi untuk dipasok ke para petambang.
Selain itu, kata Jasman, razia yang dilakukan penegak hukum diduga juga sering bocor. Sebelum razia, petambang sudah dapat informasi dan meninggalkan lokasi. Indikasi itu terlihat saat penelusuran Kompas dan Tim BNPB yang disangka sebagai razia oleh para petambang. Ketika di lokasi, sebagian besar petambang tidak beroperasi, melarikan diri, dan menyembunyikan ekskavator ke dalam hutan karena sudah mendapatkan informasi.
”Penegakan hukum tidak boleh tanggung-tanggung. Sebab, hasilnya tidak akan maksimal, seperti saat ini, aktivitas tambang emas ilegal masih beroperasi,” kata Jasman.
Komitmen daerah
Sabtu (30/11/2019), Pemprov Sumbar dan Kepolisian Daerah Sumbar menyatakan komitmen mereka dalam menindak tegas aktivitas tambang emas ilegal. Selain merusak lingkungan dan meningkatkan risiko bencana, tambang ilegal yang menggunakan merkuri disadari juga berbahaya bagi kesehatan.
Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit, di Padang, mengatakan, pemerintah provinsi berkomitmen menindak tambang emas ilegal di Sumbar, termasuk di Solok Selatan, Dharmasraya, dan Sijunjung. Pemprov berkoordinasi dengan Polda Sumbar dalam penindakan ini.
”Kami berkoordinasi dengan kepolisian agar dilakukan penertiban. Kewenangan penindakan berada pada polisi. Semua yang ilegal itu tentu tidak dapat dibenarkan,” kata Nasrul.
Menurut Nasrul, tambang emas ilegal merupakan permasalahan lintas sektor. Masalah itu tidak bisa hanya ditangani pemerintah daerah, tetapi butuh bantuan dari jajaran pemerintah pusat, kepolisian daerah, dan komando distrik militer.
Baca juga: Petambang Liar Mandailing Siap Berhenti jika Ada Sumber Penghasilan Lain
”Kalau ada beking-bekingan (dalam aktivitas tambang ilegal), tentu semua harus ditertibkan. Siapa pun yang ada di lokasi itu harus dibersihkan agar tidak melakukan pencemaran lingkungan dan tidak merusak kesehatan masyarakat,” katanya.
Secara terpisah, Kepala Bidang Humas Polda Sumbar Komisaris Besar Satake Bayu Setianto mengatakan, di tingkat polres terus dilakukan penindakan terhadap aktivitas tambang emas ilegal di Sumbar. Polda Sumbar mendukung upaya Pemprov Sumbar dalam menertibkan tambang emas ilegal.
”Kami pasti mendukung upaya Pemprov Sumbar. Kami akan mengecek ke lapangan. Jika ditemukan aktivitas tambang yang tidak sesuai dengan prosedur, kami lakukan penindakan,” kata Satake.