Pariwisata Indonesia Andalkan Pemasar Media Sosial Asing dan Film
Promosi pariwisata Indonesia mengandalkan ahli pemasaran media sosial asing dan film untuk menarik lebih banyak turis asing atau wisatawan mancanegara. Strategi ini dianggap bisa menopang penurunan kunjungan turis asing.
Oleh
Erika Kurnia
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Promosi pariwisata Indonesia mengandalkan ahli pemasaran media sosial asing dan film untuk menarik lebih banyak turis asing atau wisatawan mancanegara. Pemerintah bakal giat melibatkan pemasar media sosial asing dan film untuk mengatasi penurunan jumlah wisatawan mancanegara di tengah pelambatan ekonomi di sejumlah negara.
Senin (2/12/2019) ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan, jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang pada Januari-Oktober 2019 mencapai 13,62 juta kunjungan. Jumlah itu masih jauh dari target 18 juta kunjungan yang ditetapkan pemerintah sampai akhir 2019.
”Dengan melihat target jumlah kunjungan wisman yang telah ditetapkan, tampaknya memang masih banyak berbagai upaya yang harus dilakukan untuk menarik wisman agar datang ke Indonesia,” kata Kepala BPS Suhariyanto, di Kantor BPS, Jakarta.
Asdep Pengembangan Pemasaran II Regional I Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Vinsensius Jemadu mengatakan, promosi akan terus dijalankan sesuai dengan arahan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio. Promosi akan memanfaatkan key opinion leader (KOL) atau ahli pemasaran di media sosial.
KOL berbeda dengan influencer (pemberi pengaruh) atau endorser (penganjur) karena punya keahlian pemasaran dan mampu menyasar audiens yang lebih spesifik.
Pemerintah juga akan membuka banyak kesempatan sineas untuk membuat film dan mengambil gambar di Indonesia.
”Kami akan mengundang KOL asing yang pengikutnya banyak, yakni sekitar di atas lima jutaan, untuk datang ke Indonesia, khususnya lima destinasi super prioritas. Mereka diminta untuk membuat video dan konten promosi lainnya yang menarik,” tuturnya, saat dihubungi hari ini.
Tak hanya itu, pemerintah juga akan membuka banyaknya kesempatan sineas untuk membuat film dan mengambil gambar di Indonesia. Baru-baru ini, misalnya, sebuah stasiun televisi asal China mengambil gambar di Manado, Sulawesi Utara, untuk reality showLove in The Island 2.
”Konten media sosial dan film banyak disukai kalangan milenial mancanegara,” ujarnya.
Vinsen berharap, promosi tersebut dapat tetap menarik wisman dari negara-negara potensial, tak terkecuali China yang sedang dilanda pelambatan ekonomi akibat perang dagang dengan Amerika Serikat.
Berdasarkan laporan BPS, salah satu negara yang menyumbang penurunan jumlah wisman pada tahun berjalan ini adalah wisman asal China. Jumlah kunjungan Januari-Oktober 2019 turun sekitar 100.000 kunjungan (5,28 persen) ke total 1,77 juta kunjungan daripada 1,87 juta kunjungan pada periode 2018.
”Penyebab utama penurunan adalah pelambatan ekonomi China. Tahun ini banyak penerbangan carter, seperti Citilink dan Sriwijaya Air, yang batal terbang sejak sekitar delapan bulan terakhir. Pembatalan dan pengurangan frekuensi penerbangan sangat terasa pada penurunan segmen tur secara rombongan (group inclusive tour/GIT),” tuturnya.
Penyebab utama penurunan adalah pelambatan ekonomi China. Tahun ini banyak penerbangan carter, seperti Citilink dan Sriwijaya Air, yang batal terbang sejak sekitar delapan bulan terakhir.
Vinsen mengatakan, hal itu terjadi akibat pelambatan ekonomi di China yang menimbulkan banyak pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai perusahaan teknologi besar. Hilangnya kesempatan kerja dan insentif pekerja membuat minat berwisata sebagian penduduk China berkurang.
Wisman asal China menyumbang 1,77 juta kunjungan (13,01 persen) dari total wisman sepanjang 2019. Malaysia masih menjadi penyumbang wisman terbesar, yakni 2,58 juta kunjungan (18,94 persen). Di urutan ketiga ada Singapura dengan 1,55 juta kunjungan (11,38 persen), diikuti Australia 1,15 juta kunjungan (8,42 persen), dan Timor Leste 1,02 juta kunjungan (7,48 persen).
Jumlah wisman asal ASEAN tercatat memiliki persentase kenaikan paling tinggi, yaitu 17,78 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Sedangkan wilayah Asia selain ASEAN memiliki persentase penurunan paling besar, yaitu 10,28 persen.