Bentara Budaya Yogyakarta menggelar Pameran Seni Foto ”Dragonfly: Pengetahuan dan Citra” karya Wahyu Sigit pada 30 November- 8 Desember 2019. Pameran ini menampilkan foto-foto keanekaragaman capung di Nusantara.
Oleh
Aloysius Budi Kurniawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bentara Budaya Yogyakarta menyelenggarakan Pameran Seni Foto ”Dragonfly: Pengetahuan dan Citra” karya Wahyu Sigit pada 30 November hingga 8 Desember 2019. Pameran ini menampilkan foto-foto keanekaragaman capung yang ada di kawasan Nusantara.
Indonesia merupakan negara hayati terbesar kedua setelah Brasil dan memiliki kekayaan jenis capung mencapai 15 persen dari 5.680 jenis capung di dunia. Keanekaragaman capung didorong oleh kondisi geografis dan iklim tropis Indonesia sehingga capung memungkinkan untuk hidup di kedua musim yang ada, musim kemarau dan musim hujan.
Sejarah panjang biogeografi juga menjadi faktor pembeda kekayaan jenis capung Indonesia dengan wilayah oriental dan Australia. Keanekaragaman hayati capung yang sudah ada sejak 300 juta tahun yang lalu nyatanya masih bertahan hingga sekarang.
Keanekaragaman hayati capung yang sudah ada sejak 300 juta tahun yang lalu nyatanya masih bertahan hingga sekarang.
Keberadaan capung memberikan jasa lingkungan yang sangat penting bagi ekosistem, khususnya bagi ekosistem pertanian karena kemampuannya menjaga kestabilan ekosistem pertanian. Keberadaan capung dalam sebuah ekosistem secara umum menunjukkan bahwa ekosistem tersebut masih sehat. Kebutuhan capung akan air dan kemampuan terbang untuk mencari makan merupakan indikasi bahwa kualitas air dan daratan dalam sebuah kawasan masih terjaga dengan baik.
Pameran yang dikuratori oleh Edial Rusli, pengajar di Institut Seni Indonesia Yogyakarta, ini ingin memperkenalkan kekayaan ragam dan pengetahuan-pengetahuan yang dibawa oleh capung. Materi yang disajikan selain foto-foto berbagai jenis capung, juga hal-hal detail dan penting untuk diketahui masyarakat dari anatomi dan berbagai macam informasi dari capung.
Tentu saja pendekatan seni foto ini tidak saja mengenai teknik fotografi, tetapi juga lebih mengedepankan gambaran-gambaran yang ada kaitannya dengan pengetahuan.
Pameran akan dibuka Prof Damayanti Buchori, akademisi Institut Pertanian Bogor, entomolog dan konservasionis. Pameran akan dimeriahkan dengan pertunjukan ”Wayang Serangga” karya seniman Komunitas Lima Gunung, Sujono Keron, yang akan menampilkan tokoh-tokoh capung dalam penceritaannya.
Pameran akan dimeriahkan dengan pertunjukan ”Wayang Serangga” karya seniman Komunitas Lima Gunung, Sujono Keron.
Wahyu Sigit adalah pegiat lingkungan yang konsentrasi kegiatannya adalah berusaha mengonservasi keanekaragaman capung; Tidak saja mengenai data penelitian capung, tetapi juga yang berkaitan pengetahuan capung dengan perairan dan pertanian. Sebanyak 80-90 karya foto capung akan ditampilkan dalam pameran tersebut. Ini hanya sedikit dari sekian banyak koleksi foto capung yang dipunyai Wahyu (IDS) Sigit.
Hingga pertengahan 2019, sedikitnya terdapat 1.126 jenis capung di Indonesia. Jumlah tersebut meningkat jika dibandingkan dengan temuan atau penelitian yang pernah dilakukan berbagai pihak hingga tahun 2014. Penambahan spesies baru capung tersebut merupakan hasil penelitian dan pengumpulan data yang dilakukan Komunitas Capung Indonesia (Indonesia Dragonfly Society/IDS). (Kompas, 29/7/2019)
Banyaknya spesies capung ini semakin mengukuhkan Indonesia sebagai megabiodiversitas. ”Pendataan dimulai sejak berdirinya IDS pada 2009. Pada Jambore Capung I tahun 2014, jumlah data spesies capung yang dikumpulkan baru sekitar 800 spesies,” ujar Koordinator Basis Data Capung dari IDS Nanang Kamal dalam acara Jambore Capung Indonesia di Banyuwangi, Jawa Timur, Minggu (28/7/2019). Pada 2014,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mendata ada 800-1.000 spesies capung di Indonesia.