Fluktuasi harga tomat kembali memicu Manado menjadi kota dengan tingkat inflasi tertinggi di Indonesia pada November 2019. Pemprov Sulut optimistis mengakhiri tahun ini dengan tingkat inflasi di bawah 3,5 persen.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Fluktuasi harga tomat kembali memicu Manado menjadi kota dengan tingkat inflasi tertinggi di Indonesia pada November 2019. Pemerintah Provinsi Sulut masih optimistis bisa mengakhiri tahun ini dengan tingkat inflasi di bawah 3,5 persen.
Berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS) Sulut, Senin (2/12/2019), tingkat inflasi di Kota Manado selama November mencapai 3,3 persen. Angka ini jauh di atas tingkat inflasi nasional 0,14 persen. Selama 11 bulan pada 2019, tingkat inflasi Sulut telah mencapai 5,5 persen, di atas target 3,5 persen.
Kepala BPS Sulut Ateng Hartono mengatakan, penyumbang inflasi terbesar adalah tomat sayur dengan peningkatan harga 3,4102 persen. Selama November, harga tomat di pasar mencapai kisaran Rp 16.000-Rp 20.000 per kilogram, di atas harga normal Rp 3.000-Rp 5.000 per kilogram.
Peningkatan harga ini merupakan lanjutan dari pembalikan harga tomat yang terjadi pada Oktober sebesar 0,857 persen. Penyebabnya adalah keengganan petani menanam tomat sayur karena rendahnya harga sebelum permintaan melonjak. Saat itu, Sulut juga mengalami tingkat inflasi tertinggi dibandingkan dengan 81 kota lain di Indonesia, sebesar 1,22 persen. Rerata nasional 0,02 persen.
”Tomat memang dikonsumsi hampir semua rumah tangga di Manado, bahkan Sulut. Para wisatawan juga selalu makan ikan dengan didampingi rica dan tomat. Tapi, kami belum bisa memastikan total kebutuhan warga akan tomat setiap bulan,” kata Ateng.
Ateng juga tidak dapat menyimpulkan pengaruh harga tomat pada kesejahteraan warga Manado. Petani tomat pun, katanya, tidak monokultur, tetapi juga mengembangkan berbagai tanaman lain.
Kendati data menunjukkan lonjakan, harga tomat pada awal Desember sudah mulai menunjukkan penurunan. Rizal Rachman (31), pedagang tomat di Pasar Bersehati Manado, mengatakan, harga tomat sudah turun ke kisaran Rp 12.000 per kg. Tomat-tomat berukuran lebih kecil bahkan dijual Rp 10.000 per kg.
”Selama ini saya ambil tomat dari petani di Langowan, Sonder, dan Tompaso (Kabupaten Minahasa). Harga belinya Rp 14.000 per kg waktu itu. Tapi, karena sekarang harga sudah turun, saya agak merugi karena harus jual Rp 12.000 per kg,” kata Rizal.
Roy Pano (35), pedagang lainnya, juga menjual tomat-tomat kecil seharga Rp 10.000 per kg. Ia bisa mendapatkan harga beli Rp 7.500 per kg dari petani di Langowan karena tomat tersebut adalah hasil panen baru saat pasokan sudah mulai membanjir pasar.
”Untung cuma Rp 2.500 per kg, tapi uang datang cepat. Selalu ada yang cari tomat,” kata Roy.
Rizal dan Roy memperkirakan harga akan terus naik atau setidaknya bertahan hingga akhir tahun, yakni di kisaran Rp 12.500 per kg seperti tahun lalu. ”Tanggal 22 Desember sampai 5 Januari biasanya harga sangat tinggi,” kata Rizal.
Masyarakat pun tidak menunjukkan keinginan untuk mengurangi konsumsinya. Esther (58), warga Wori, Minahasa Utara, membeli persediaan 1,5 kg tomat untuk sepekan. ”Sehari masak satu kali untuk seharian,” katanya.
Sementara itu, Etok (57), warga Singkil, Manado, membeli 0,5 kilogram tomat untuk memasak rica dan dabu-dabu selama dua hari. ”Harus ada sambal setiap kali makan,” katanya.
Pada akhir 2019, Pemprov Sulut menargetkan tingkat inflasi berada di bawah 3,5 persen. Namun, bawang dan cabai rawit sebagai bahan sambal lainnya terus merundung dengan fluktuasi harga. Ateng mengatakan, hal itu bisa diwujudkan jika pemerintah bisa menekan harga tomat hingga setidaknya 1,5 persen. ”Perlu diingat, penyebab inflasi di Sulut selama ini hanya tomat,” katanya.
Kepala Kantor Bank Indonesia Sulut Arbonas Hutabarat mengatakan, kesuksesan mengendalikan inflasi di Sulut bergantung pada keberhasilan mengendalikan pergerakan harga tomat sayur.
”Tekanan inflasi akan semakin kuat jika harga tomat sayur kembali melampaui tingkat harga yang telah terbentuk saat ini. Tapi, harga tomat ini terbukti berfluktuasi. Pada Februari-April dan Juli-September 2019, tomat menyumbang deflasi, tetapi ada pembalikan harga Mei-Juni dan Oktober-Desember,” katanya.
Untuk mengatasi ini, Kepala Dinas Pertanian Sulut Novly Wowiling telah meminta petani di sentra hortikultura, seperti Modoinding, Minahasa Selatan, dan Tompaso, Minahasa, untuk memprioritaskan pasar lokal. Sementara Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulut Ronny Erungan juga sudah mencari petani yang mau menjual tomat ke pemerintah dengan harga lebih rendah.