Peningkatan peran daerah tersebut menghadapi ketimpangan sebagai salah satu tantangan. Rosan mencontohkan, harga bahan bakar minyak di Maluku bisa Rp 20.000 per liter.
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kendati menghadapi ketimpangan sebagai tantangan, pelaku usaha ingin meningkatkan peran industri di kawasan luar Pulau Jawa dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Insentif pemerintah yang berdasarkan letak geografis dapat menjadi salah satu solusi ketimpangan tersebut.
Peneliti Center of Investment, Trade, and Industry Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Andry Satrio Nugroho, mengatakan, pemerintah perlu memberikan insentif berdasarkan letak geografis. ”Semakin jauh dan semakin tertinggal suatu daerah, insentif yang diberikan untuk industri baru tersebut lebih besar dari yang berada di Pulau Jawa, misalnya,” katanya saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (1/12/2019).
Insentif ini, menurut Andry, dapat meratakan penyebaran pusat industri di daerah-daerah se-Indonesia yang tak hanya berorientasi hulu, tetapi juga industri hilir. Adapun insentif yang dimaksud juga bisa berupa infrastruktur yang menghubungkan antarindustri dan penyelesaian persoalan institusi, seperti pungutan liar dan birokrasi yang tidak satu atap, yang masih mendominasi biaya logistik.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, kontribusi sektor industri dalam struktur produk domestik bruto (PDB) nasional pada triwulan III-2019 sebesar 19,62 persen dengan pertumbuhan senilai 4,15 persen secara tahunan. Angka ini dinilai lebih lambat daripada pertumbuhan tahun sebelumnya pada periode yang sama, yakni 4,35 persen.
Cita-cita untuk mengembangkan industri di daerah juga mengemuka sebagai salah satu hasil Rapat Pimpinan Nasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia di Bali International Convention Center, Kabupaten Badung, Bali.
”Kami ingin mendorong pengusaha daerah lebih aktif lagi dalam perekonomian nasional karena masing-masing (daerah) memiliki potensi. Peran pengusaha daerah ini mesti naik dengan meningkatkan tingkat kemampuan lapangan mereka. Indutrialisasi pun mutlak dilakukan,” kata Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan P Roeslani saat ditemui setelah rapimnas berakhir, Jumat malam.
Peningkatan peran daerah tersebut menghadapi ketimpangan sebagai salah satu tantangan. Rosan mencontohkan, harga bahan bakar minyak di Maluku bisa mencapai Rp 20.000 per liter. Selain itu, pembangunan jalan Trans-Papua yang belum rampung juga menjadi salah satu bentuk pembangunan infrastruktur yang belum merata.
Oleh sebab itu, Rosan berpendapat, industrialisasi nasional membutuhkan perencanaan komprehensif karena menyangkut pembangunan di setiap daerah. Dia berharap, omnibus law Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja menjadi realisasi perencanaan tersebut dan berdampak pada peningkatan daya saing industri serta pertumbuhan industri hilir yang bernilai tambah.
Terpusat di Jawa
Mayoritas industri hilir nasional cenderung terpusat di Pulau Jawa. Menurut Andry, industri hilir cenderung memilih Pulau Jawa sebagai pusat produksi yang berdekatan dengan konsumen secara geografis.
Di sisi lain, Andry berpendapat, kinerja logistik belum cukup efisien dan kompetitif antara industri hulu yang berada di luar Pulau Jawa dan industri hilir yang berada di Pulau Jawa. Akibatnya, industri hulu di luar Pulau Jawa cenderung mengekspor produknya.
Merangkum data dari BPS, ekspor dari provinsi-provinsi di Pulau Jawa cenderung berupa hasil produksi industri hilir, seperti otomotif, tekstil, dan komponen elektronik. Sementara ekspor dari luar Pulau Jawa cenderung berupa komoditas atau hasil produksi industri hulu, misalnya minyak kelapa sawit mentah, karet dan barang dari karet, serta batubara.
Rosan juga menyatakan, mayoritas industri manufaktur yang berorientasi pada hilir proses berada di Pulau Jawa. ”Hal ini turut menyebabkan Jawa mendominasi pertumbuhan ekonomi nasional sehingga butuh pembangunan (industri) di pulau-pulau lain. Industri (hilir) jangan hanya di Jawa saja, tetapi juga setiap pulau mesti ada industri hilir,” tuturnya.
Menurut data BPS, Pulau Jawa mendominasi struktur pertumbuhan ekonomi nasional pada triwulan III-2019, yakni dengan proporsi 59,15 persen. Adapun Pulau Sumatera menempati posisi kedua dengan tingkat proporsi 21,14 persen. Proporsi Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, serta Pulau Maluku dan Papua di bawah 10 persen.