logo Kompas.id
UtamaAlarm Kemunduran Demokrasi
Iklan

Alarm Kemunduran Demokrasi

Wacana elite untuk mengubah sistem pemilihan presiden ataupun pemilihan kepala daerah menjadi tidak langsung bukanlah solusi. Hal ini justru menjadi alarm bahaya kemunduran demokrasi.

Oleh
Agnes Theodora / Rini Kustiasih / Suhartono
· 4 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/2c0AhR8qf5EAdGcinSLe7wXOXik=/1024x655/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F12%2FABDURRAHMAN-WAHID-11-01.jpg
KOMPAS

Pertanggungjawaban Habibie ditolak MPR. MPR kemudian memilih Abdurrahman Wahid sebagai presiden ke-4 Republik Indonesia. Abdurrahman Wahid disertai putri keduanya, Zannuba Arifah, memberikan salam saat akan memasuki mobil kepresidenan, RI-1, seusai pelantikan di Sidang Paripurna MPR, Rabu (20/10/1999) malam.

Selama 15 tahun, masyarakat Indonesia menikmati buah manis reformasi untuk memilih secara langsung presiden, wakil presiden, dan kepala daerahnya. Hak itu kini terancam melalui wacana yang mengemuka untuk mengubah sistem pemilihan menjadi tidak langsung. Sebuah alarm langkah mundur demokrasi.

Sejak pertama kali diusulkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) secara terbuka dalam kongres di Bali, Agustus 2019, wacana amendemen UUD 1945 kini bergulir bak bola yang tak tentu arah.

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000