NUSA DUA, KOMPAS — Pihak swasta ikut bertanggung jawab dalam peningkatan kelas usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM. Untuk mewujudkannya, skema kemitraan antara swasta dan UMKM menjadi andalan.
Saat membuka Rapat Pimpinan Nasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Wakil Presiden Ma’ruf Amin memberikan arahan khusus terkait peran swasta dalam meningkatkan kapasitas UMKM.
”Kadin (Indonesia) berperan dalam pemberdayaan UMKM. Perluas pemanfaatan teknologi digital. Jangan sampai UMKM kena penyakit stunting. UMKM jangan terus-menerus kerdil,” kata Wapres dalam pembukaan yang digelar di Bali International Convention Center di Nusa Dua, Bali, Jumat (29/11/2019).
Data yang dihimpun Kementerian Koordinator Perekonomian menunjukkan, jumlah UMKM di Indonesia berkisar 63 juta pelaku. Sedangkan menurut kajian Komite Ekonomi dan Industri Nasional, skala UMKM mendominasi pelaku usaha nasional.
Kajian yang sama menyebutkan, dengan dominasi itu, serapan tenaga kerja dalam UMKM mencapai 97 persen. Dampaknya, kontribusi UMKM terhadap produk domestik bruto nasional diperkirakan mencapai 60 persen.
Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM mengelompokkan UMKM berdasarkan nilai penjualan setahun dan kekayaan bersih. Nilai penjualan setahun usaha mikro sebesar maksimal Rp 300 juta, usaha kecil di atas Rp 300 juta sampai Rp 2,5 miliar, dan usaha menengah di atas Rp 2,5 miliar hingga Rp 50 miliar.
Senada dengan arahan tersebut, Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan P Roeslani menilai, UMKM mesti naik kelas sebagai tulang punggung perekonomian nasional. ”Usaha mikro naik menjadi usaha kecil, lalu menjadi usaha menengah, lalu menjadi usaha besar,” katanya saat ditemui di sela rapat pimpinan nasional.
Menanggapi arahan itu, Rosan menyatakan, pihaknya mengandalkan kemitraan. Dengan kemitraan, pelaku usaha yang umumnya berada di skala besar dapat membawa UMKM ke tingkat yang lebih tinggi.
Contohnya, pelaku usaha besar di bidang perkebunan mesti memberikan penyuluhan dan bibit kepada UMKM mitranya. Selain itu, pengusaha besar ini harus membuat skema untuk menjamin kesejahteraan UMKM mitra di luar masa panen.
Akan tetapi, regulasi ini belum memberikan perlindungan kepada pelaku UMKM dalam kemitraan dengan usaha besar.
UU Nomor 20 Tahun 2008 juga telah mengamanatkan kemitraan antara usaha besar dean UMKM. ”Akan tetapi, regulasi ini belum memberikan perlindungan kepada pelaku UMKM dalam kemitraan dengan usaha besar,” kata Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun secara terpisah.
Jika memang kemitraan itu bersifat wajib, Ikhsan menyatakan, pemerintah harus berani menetapkan angka minimal proporsi UMKM dalam aturan perundangan. Misalnya, proporsi suplai dari UMKM untuk usaha besar dan akses pasar UMKM serta pendidikan dan pelatihan.
Oleh sebab itu, Ikhsan mengharapkan ketegasan angka minimal proporsi itu muncul dalam Undang-Undang Omnibus Law Pemberdayaan UMKM. Melalui rancangan UU itu, dia berharap pemerintah menunjukkan keberpihakan pada keterlibatan produk UMKM di pasar nasional.
Kolaborasi BUMN
Dalam kesempatan yang sama, Rosan menandatangani nota kesepahaman (MOU) dengan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir. ”Selama ini, saya mendapatkan laporan, BUMN mendominasi (proyek) di provinsi atau daerah. MOU ini menjadi tanda kesepakatan kerja sama dan koordinasi antara Kadin dan BUMN,” katanya.
Penandatanganan ini sejalan dengan pesan video Presiden Joko Widodo yang diputar pada pembukaan rapat. Dia mengatakan, swasta akan diprioritaskan ketimbang BUMN dalam peran membangun ekosistem perekonomian.
Menyaksikan penandatanganan tersebut, Wapres turut mengapresiasi kesepakatan kerja sama antara Kadin dan BUMN. Harapannya, Kadin dan BUMN dapat berkolaborasi, utamanya untuk mengembangkan dan memberdayakan UMKM.