Sumber daya manusia yang produktif akan mendorong perekonomian. Namun, peningkatan produktivitas SDM tak mudah karena masalah yang dihadapi cukup kompleks.
Oleh
KRN/INA/LKT/JUD/MED
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS--Perbaikan kualitas sumber daya manusia dihadapkan pada permasalahan yang kompleks, terutama dalam bidang pendidikan dan kesehatan. Dalam lima tahun mendatang, perbaikan sumber daya manusia menjadi prioritas.
Indikator yang akan diperbaiki, di antaranya angka kemiskinan, rasio gini yang menunjukkan ketimpangan, dan angka atau persentase tengkes. Perbaikan kualitas sumber daya manusia (SDM) memerlukan kerja keras dan kolaborasi.
Langkah ini mutlak dilakukan karena produktivitas SDM dan perkembangan teknologi menjadi penggerak perekonomian.
“Dari lima prioritas nasional, pembangunan sumber daya manusia adalah hal paling sulit. Tidak gampang memperbaiki masalah ini,” kata Presiden Joko Widodo di acara Kompas100 CEO Forum di Hotel Ritz Carlton Kuningan, Jakarta, Kamis (28/11/2019).
Lima prioritas itu adalah membangun SDM, melanjutkan pembangunan infrastruktur, menyederhanakan kendala regulasi, menyederhanakan birokrasi, dan transformasi ekonomi.
Acara bertema CEO Envisions to Win the Turbulence of Digital Disruption itu dihadiri sejumlah pimpinan perusahaan yang masuk daftar Indeks Kompas100.
Dua diskusi digelar di forum ini. Kedua sesi dimoderatori Rektor Unika Atma Jaya Jakarta A Prasetyantoko.
Diskusi pertama bertema Indonesia Maju di Tengah Peluang dan Tantangan Digitalisasi. Diskusi ini menghadirkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, serta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim.
Diskusi kedua bertema Peluang dan Tantangan Industri Digital Indonesia, menghadirkan CEO Tokopedia William Tanuwijaya dan Direktur Utama PT Telekomunikasi Indonesia Tbk Ririek Adriansyah sebagai pembicara.
Sistem pendidikan
Nadiem Makarim memaparkan, produktivitas sumber daya manusia dan perkembangan teknologi adalah penggerak perekonomian masa kini. Segala perubahan yang akan dilakukan negara harus berawal dan bermuara dari manusia. Perubahan itu akan dijembatani teknologi.
Mengutip riset McKinsey Global Institute pada Desember 2017, kemungkinan ada 800 juta pekerja yang pekerjaannya tergantikan akibat otomasi pada 2030. Sementara, per Agustus 2019, sekitar 39,66 persen dari 126,51 juta orang yang bekerja di Indonesia berpendidikan sekolah dasar ke bawah.
“Kegiatan-kegiatan bersifat administratif akan semakin terancam karena kompleksitas masalah semakin tinggi. Indonesia harus bergerak ke budaya inovasi,” ujar Nadiem.
Menurut Nadiem, masalah produktivitas sumber daya manusia di Indonesia terkait perilaku, budaya, dan pola pikir. Banyak anak muda saat masuk dunia kerja tidak bisa berkomunikasi dan berkolaborasi dengan baik, tidak disiplin waktu, dan tidak bisa memutuskan penyelesaian masalah.
Banyak anak muda saat masuk dunia kerja tidak bisa berkomunikasi dan berkolaborasi dengan baik
Persoalan softskill harus diperbaiki secara bertahap dalam sistem pendidikan. Harus diakui, sistem pendidikan yang ada saat ini belum berbasis pada peningkatan kreativitas, komunikasi, kolaborasi, dan berpikir kritis. Perbaikan sistem pendidikan memerlukan peran teknologi dan informasi.
“Regulasi dikurangi sehingga guru dan murid bisa merdeka untuk belajar. Paradigma harus diubah menjadi lebih fleksibel di tengah kondisi ketidakpastian,” kata Nadiem.
Airlangga Hartarto menambahkan, pemerintah menyiapkan peta jalan Indonesia menuju revolusi industri 4.0 yang akan disinkronkan dengan kebijakan pemerintah, antara lain kartu prakerja. Kartu ini diterbitkan untuk memperbaiki kualitas pekerja Indonesia melalui pelatikan untuk meningkatkan keahlian.
Adapun lembaga penyelenggara pelatihan vokasi akan diberi insentif pengurangan pajak penghasilan (PPh) badan hingga 200 persen dalam waktu tertentu.
Sri Mulyani menyampaikan, teknologi bisa membantu implementasi kebijakan lebih tepat sasaran. Digitalisasi dimanfaatkan untuk menyederhanakan regulasi dan memangkas alur birokrasi. Selama ini birokrasi dan regulasi menjadi beban yang menahan peningkatan produktivitas.
“Dengan teknologi, kebijakan akan berdampak langsung ke masyarakat, bukan hanya terkirim,” kata Sri Mulyani.
Tak terhindarkan
William Tanuwijaya menyebutkan, globalisasi tidak bisa dihindari dan telah menyasar semua segmen bisnis, termasuk perdagangan secara elektronik atau e-dagang. Realitas yang berkembang, ada sejumlah penyedia platform layanan e-dagang yang membuka transaksi jual-beli barang terjadi lintas negara. Konsumen diuntungkan karena bisa memperoleh barang yang diinginkan dari berbagai negara.
Namun, pelaku industri dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lokal, kondisi ini tidak mudah dihadapi. Pemerintah, ujar William, seharusnya memperkuat industri dan UMKM.
Sementara, Ririek Adriansyah mengatakan, layanan teknologi finansial (tekfin) memudahkan masyarakat mengakses layanan keuangan. Namun, di sisi lain, ada persoalan, yakni literasi keuangan yang masih rendah. Manfaat teknologi membuat Telkom berencana mengembangkan sistem analisis data raksasa yang menghubungkan data antar BUMN. Digitalisasi ini diyakini mampu meningkatkan layanan bagi publik.
Di sela-sela acara, ekonom Standard Chartered Aldian Taloputra mengatakan, SDM berkualitas dapat menjadi ujung tombak pemanfaatan teknologi di era ekonomi digital. SDM juga merupakan pilar struktural dalam perekonomian nasional.
”Untuk menguatkan perannya sebagai aktor perekonomian, SDM mesti memiliki kreativitas, kemampuan inovasi, dan softskill yang kuat,” katanya. (KRN/INA/JUD/LKT/MED)