Tambang Emas Ilegal Gunakan Merkuri
Sejumlah tambang emas ilegal di Dharmasraya dan Solok Selatan, Sumbar, menggunakan merkuri atau air raksa dalam proses pengolahan emas. Merkuri didapatkan di toko-toko emas penampung emas hasil tambang mereka.
DHARMASRAYA, KOMPAS — Sejumlah tambang emas ilegal di Dharmasraya dan Solok Selatan, Sumatera Barat, menggunakan merkuri atau air raksa dalam proses pengolahan emas. Merkuri didapatkan para petambang di toko-toko emas penampung emas hasil tambang ilegal.
Berdasarkan penelusuran bersama Tim Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), tambang emas menggunakan merkuri setidaknya ditemukan di sekitar Sungai Baye, Kecamatan Koto Baru, Dharmasraya, dan di sekitar Sungai Pamong Besar, Nagari Lubuk Gadang, Sangir, Solok Selatan. Kedua sungai itu merupakan sub-Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari.
Heru (28), petambang emas di Sungai Baye, Rabu (27/11/2019), mengatakan, merkuri digunakan karena emas di sungai itu sangat kecil. Emas ditambang dengan menggunakan mesin pompa air diesel yang terpasang di rakit. Mesin menyedot material mengandung emas di dasar sungai dan disaring dengan karpet.
”Rata-rata petambang yang menggunakan dongfeng (mesin pompa air diesel) di sini menggunakan air raksa,” kata Heru, petambang asal Pati, Jawa Tengah. Dari pantauan kamera drone Tim BNPB, setidaknya terpantau enam rakit petambang emas liar dalam rentang 1 kilometer ke arah hilir lokasi Heru.
Menurut Heru, tambang emas tempat ia bekerja membeli 0,25 kilogram merkuri seharga Rp 300.000. Merkuri dibeli di toko emas di Pasar Koto Baru, tempat mereka biasa menjual emas hasil menambang. Merkuri sebanyak itu dapat digunakan berkali-kali sekitar seminggu.
Penggunaan merkuri dalam proses pengolahan emas juga diakui oleh Yopi (24), Kelvin (18), Yurnalis (53), Rendi (27), dan Inda (24), para petambang di sekitar Sungai Pamong Besar. Yopi merupakan anggota petambang dengan ekskavator; Inda petambang dengan mesin pompa air berbahan bakar bensin; sedangkan Kelvin, Yurnalis, dan Rendi petambang yang hanya berbekal alat dulang.
Baca juga: Tambang Emas Ilegal Gunakan Solar Bersubsidi
”Petambang di sini pakai air raksa semuanya. Kalau tidak pakai air raksa, bagaimana caranya mengikat emas?” kata Yopi. Di sekitar Sungai Pamong Besar, Senin (25/11/2019), setidaknya terdapat 9 ekskavator yang digunakan untuk tambang emas. Selain itu juga terdapat puluhan hingga seratusan petambang dengan mesin pompa air dan alat dulang.
Rata-rata petambang yang menggunakan dongfeng (mesin pompa air diesel) di sini menggunakan air raksa.
Sementara itu, di kawasan Hutan Lindung Batanghari dan sekitarnya, petambang emas ilegal pengguna ekskavator mengaku tidak menggunakan merkuri. Ukuran emas di kawasan itu relatif besar sehingga tidak butuh merkuri untuk mengikat emas.
Mahyulita (41), pemilik lahan yang juga ikut memodali salah satu tambang emas ilegal di hutan lindung dekat Sungai Batangari, Solok Selatan, mengaku tidak menggunakan merkuri. Namun, menurut dia, beberapa petambang dengan mesin pompa air diesel di sekitar Sungai Batanghari ada yang memakai merkuri.
Mengalir ke sungai
Pengolahan emas dengan merkuri dilakukan petambang di dalam air. Ada yang diolah langsung di sungai atau kolam dekat lokasi, ada pula yang mengolah di rumah.
Petambang di Sungai Baye mengolah emas dengan merkuri di dalam sungai. Material pasir hitam mengandung emas hasil tambang dicampur dengan merkuri dan diaduk di dalam air. Air sisa pencucian itu langsung dialirkan ke sungai.
Dalam proses pengadukan, merkuri mengikat partikel emas menjadi gumpalan. Gumpalan itu berwarna perak seperti merkuri. Menurut Heru, merkuri pada emas dihilangkan dengan cara dibakar. Proses itu dilakukan oleh petugas di toko emas saat petambang menjual emas.
Sementara itu, di Sungai Pamong besar, sebagian petambang mengolah emas dengan merkuri di sekitar lokasi. Namun, ada pula yang memilih mengolah di sekitar rumah karena lebih aman dari razia. ”Saya biasanya mencuci (mengolah) emas di kolam dekat rumah,” kata Kelvin.
Baca juga: Hutan Lindung Batanghari Digasak Tambang Emas Ilegal
Tertutup
Kompas berupaya mengecek penjualan merkuri di toko-toko emas yang lokasinya ditunjukkan petambang. Di Pasar Koto Baru, sebagian besar toko emas yang dikunjungi mengaku tidak menjual merkuri. Namun, penjaga di toko-toko itu menyebut Toko Emas Mutiara dan Toko Emas Samudra.
Penjaga Toko Emas Mutiara mengaku tidak menjual dan tidak pernah menjual barang ilegal itu. Sementara penjaga Toko Emas Samudra bernama Esi mengaku menjual merkuri, tetapi mesti dipesan terlebih dahulu. Harga 1 kilogram merkuri sekitar Rp 1 juta.
”Kami tidak berani menyetok di toko. Nanti, kalau ada razia, kami bisa kena. Orang mengantarkan ke sini sembunyi-sembunyi. Botolnya ditutup pakai kotak,” kata Esi.
Menurut Esi, pasokan merkuri didapatkan dari seorang kenalan di Palembang. Pemasok itu juga menyuplai semua kebutuhan merkuri bagi para petambang pengguna mesin pompa air diesel di Palembang. Esi tidak tahu dari mana kenalan itu mendapatkan merkuri.
Sementara itu, para penjaga di toko-toko emas sekitar Pasar Padang Aro, Lubuk Gadang, Sangir, tempat para petambang emas ilegal membeli merkuri, tidak ada yang mengaku menjual merkuri. Penjaga Toko Emas Ogy, yang disebut oleh petambang dan toko emas lainnya menjual merkuri, mengaku tidak menjual merkuri.
Membahayakan
Penggunaan merkuri pada tambang emas ilegal di kedua kabupaten tersebut membahayakan manusia dan lingkungan. Apalagi, sebagian petambang langsung membuang ke sungai limbah hasil pengolahan emas dengan merkuri.
Direktur Walhi Sumbar Uslaini mengkhawatirkan penggunaan zat kimia berbahaya, termasuk merkuri, dalam tambang emas, khususnya tambang emas ilegal, tanpa pengawasan dan kontrol pemerintah.
Walhi Sumbar, kata Uslaini, tidak melihat unit pengolahan limbah dalam tambang-tambang emas ilegal. Hal ini semakin meningkatkan kekhawatiran bahwa sisa air pengolahan emas bercampur zat kimia berbahaya itu langsung ke lingkungan tanpa ada upaya menghilangkan kandungan berbahaya tersebut.
”Dampaknya akan sangat buruk bagi kesehatan. Tidak hanya bagi pekerja dan masyarakat sekitar lokasi tambang, tetapi juga berdampak bagi masyarakat dan makhluk hidup yang ada di sepanjang aliran sungai. (Limbah zat kimia yang dibuang ke) Sungai Batanghari, misalnya, akan berdampak pada masyarakat hingga ke Jambi,” kata Uslaini.
Walhi Sumbar pun meminta pemerintah mengontrol produksi, distribusi, dan penggunaan bahan kimia berbahaya itu agar tidak menjadi bencana kesehatan, sosial, dan lingkungan di masa depan. Uslaini merujuk pada kasus dampak terpapar merkuri di Minamata, Jepang, tahun 1958 dan juga di Mandailing Natal, Sumatera Utara, dalam beberapa tahun terakhir.
Baca juga: Pencemaran Merkuri di Sungai Batanghari Bahayakan Warga Sumbar dan Jambi
Di Mandailing Natal, setidaknya tiga tahun terakhir, enam bayi lahir dengan kelainan di kawasan tambang emas kabupaten itu. Kelainan tersebut seperti anencephaly (tengkorak kepala tidak sempurna), gastroschisis (usus di luar perut), omphalocele (usus keluar dari pusar), cyclopia (bermata satu), serta bayi tidak mempunyai tulang rusuk dan kulit pembalut perut. Kelainan itu diduga akibat paparan merkuri dari tambang emas ilegal.
Dukungan Presiden
Bupati Dharmasraya Sutan Riska Tuanku Kerajaan mengatakan, pemerintah daerah tidak bisa bergerak sendiri dalam menertibkan tambang emas ilegal yang merusak lingkungan dan menggunakan merkuri. Komitmen dari penegak hukum, tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan petinggi negara juga dibutuhkan dalam mencarikan solusi persoalan ini.
”Saya berharap pemerintah pusat dan presiden juga memberikan perhatian pada Sungai Batanghari,” kata Sutan Riska. Sungai sepanjang 800 kilometer yang berhulu di Solok Selatan dan bermuara di Jambi itu kian terancam, salah satunya oleh aktivitas tambang ilegal, baik di sekitar Sungai Batanghari maupun di sekitar sub-DAS-nya.
Menurut Sutan Riska, Sungai Batanghari merupakan sumber irigasi bagi 7.000 hektar sawah di Dharmasraya. Ia khawatir padi terpapar merkuri dan berdampak buruk terhadap kesehatan masyarakat.