Sejumlah persoalan masih melingkupi kejaksaan sebagai salah satu ujung tombak penegakan hukum di Tanah Air. Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menyatakan, pembenahan SDM menjadi prioritas kerjanya.
Oleh
Riana Afifah / Suhartono
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS- Di usianya yang kini menginjak 59 tahun, sejumlah persoalan masih melingkupi kejaksaan sebagai salah satu ujung tombak penegakan hukum di Tanah Air. Integritas, independensi, dan transparansi adalah sebagian dari kata yang sering ditanyakan kepada lembaga tersebut.
Terkait hal ini, setelah diangkat sebagai Jaksa Agung oleh Presiden Joko Widodo, Sanitiar Burhanuddin menyatakan, pembenahan sumber daya manusia (SDM) menjadi prioritas kerjanya.
”Kami bentuk assessment center sebagai pusat penilaian kompetensi jabatan jaksa. Kami perbaiki dan sempurnakan standar kompetensi dan metode tolok ukurnya,” kata Burhanuddin, yang empat tahun lalu pensiun dari kejaksaan dengan jabatan terakhir Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara.
Berikut kutipan wawancara harian Kompas dengan Burhanuddin, Selasa (26/11/2019), di Kejaksaan Agung, Jakarta.
Apa target akhir dari pembenahan SDM?
Tanpa SDM andal, kita tak bisa berbuat apa-apa. Maka, SDM jaksa harus baik, bersih, punya integritas, dan pemikiran ke depan. Perbaikan ini tentunya perlu waktu panjang dan berkelanjutan. Jujur saja, saya terima dalam kondisi manajemen konflik. Antarbidang tak sinkron, antara satu pejabat dan pejabat lain juga beda. Padahal, kita teamwork dan tidak bisa jalan sendiri-sendiri. Tak ada jaksa agung tanpa para JAM (jaksa agung muda) atau jaksa lain. Begitu pula sebaliknya.
Bagaimana dengan adanya kabar bahwa promosi jaksa memakai uang?
Saat pertemuan dengan kajati, asisten, teleconference, saya selalu mengingatkan para jaksa, jika pindah ada yang minta uang, tolong dilaporkan. Mereka yang memberi uang dan menerima uang akan saya copot. Jika mereka melaporkan, akan saya berikan reward. Jujur itu ada, tetapi sulit menemukan karena ketidakterbukaan teman-teman.
Apakah ada pembenahan pola perekrutan di kejaksaan?
Kita akan buat lebih transparan. Untuk tes akademik, dilakukan Badan Kepegawaian Nasional. Kami hanya wawancara saja, yang akan betul-betul saya pantau. Tahun ini akan menerima sekitar 5.000 pegawai. Saya tak akan tolerir yang nakal-nakal. Tolong saya diberi tahu jika ada yang nakal.
Tim Pengawal Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan (TP4) akan dibubarkan? Bagaimana evaluasi tim tersebut?
Keputusan saya ini adalah keputusan Presiden yang minta ditutup. Sebenarnya tak perlu dievaluasi lagi karena TP4 itu, pertama, dijadikan alat berlindung mereka yang akan korupsi. Kedua, kami diberi kewenangan di bidang yang praktis tidak tahu. Tidak tahu teknis, tetapi diberi kewenangan mengawasi teknis. Dan, itu yang digunakan mereka untuk berbuat macam-macam. Jadi, kami akan buat struktur baru Direktorat untuk Pengamanan Pembangunan Strategis Nasional.
Pengawasan terhadap jaksa harus lebih ketat?
Semakin banyak yang mengawasi semakin baik. Jika ada jaksa yang nakal, silakan tangkap, saya tidak akan melindungi. Bagi saya ada seleksi alam, yang baik yang akan muncul di atas.
Bagaimana dengan Satuan Tugas khusus Tindak Pidana Korupsi?
Tetap ada. Cuma agar seimbang, selain penindakan, juga pencegahan. Sejak saya masuk kejaksaan, perkaranya begitu- begitu aja. Tetap banyak dugaan (korupsi). Jadi, ayo dicegah. Bentuk pencegahan banyak. Salah satunya membangun wilayah bebas korupsi di kejaksaan.
Bagaimana tentang penanganan pelanggaran HAM?
Kasus pelanggaran HAM ini tidak bisa hanya kejaksaan dengan Komnas HAM, tetapi semua. Yudikatif, eksekutif, legislatif, dan keluarga korban harus duduk bersama.
Soal anggaran kejaksaan yang minim?
Saya selalu katakan kepada teman-teman, jangan mengeluh. Saya tidak akan menafikan prestasi mereka. Jika mereka berprestasi, bisa dipromosikan. Itu reward mereka.
Terkait dengan independensi, kebetulan Anda kerabat dari seorang tokoh di partai politik. Bagaimana Anda bersikap?
Saya tetap independen. Hasanuddin (TB Hasanuddin, anggota DPR dari PDI-P) adalah saudara saya. Tapi, kantor PDI-P saja saya tidak tahu. Begitu saya ditanya calon dari PDI-P karena adiknya Hasanuddin, (soal itu) tak ada hubungannya. Saya tak punya untuk kepentingan tertentu.