Meskipun hanya berupa kolong jembatan layang, sepetak ruang publik itu begitu berarti bagi anak-anak di Ciputat, Tangerang Selatan. Di sana, mereka bergembira dalam perjalanannya meraih cita-cita.
Oleh
Aguido Adri
·3 menit baca
Teriak gembira anak-anak di Taman Bacaan Masyarakat kolong jembatan layang di Pasar Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, larut dalam kebisingan kendaraan bermotor. Tempat itu menjadi oase di tengah semakin langkanya ruang publik di perkotaan.
Mereka kegirangan menyambut sejumlah sukarelawan yang datang membawa buku cerita. Anak-anak menyambut mereka dengan mengambil posisi duduk, diam, dan membaca. Salah satunya Hasbi (11). Sambil membaca, ia memangku adiknya, Ridho (7), yang juga sedang memegang buku. Dengan sabar, ia mengajari adiknya belajar membaca.
Setelah sesak membaca, dan ada pula yang karena bosan, suasana riuh ceria kembali pecah saat para sukarelawan membagikan seperangkat alat gambar. Suasana kembali hening, anak-anak sibuk mewarnai. ”Kalau main di rumah bosan. Di sini enak banyak teman dan banyak kegiatan,” kata Hasbi, Selasa (26/11/2019).
Tawa dan wajah ceria anak-anak di kolong jembatan layang pasar Ciputat itu sebelumnya tak pernah terlihat. Namun, kehadiran Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Kolong mengubah pandangan itu. Warga sekitar merasa TBM memberikan energi positif dengan berbagai kegiatan untuk mengisi waktu anak-anak.
”Tempat itu dulu kumuh dan banyak sampah. Tidak terawat, lah. Enggak ada anak-anak mau main ke situ. Namun, sekarang berubah. Suasananya asyik, aman untuk anak-anak. Jadi, warga sekitar pun saling mendukung menjaga tempat itu dan menjaga anak-anak juga,” kata Desi (40), pedagang di sekitar Pasar Ciputat.
TBM Kolong yang berdiri 4 Juni 2016 awalnya hanya menjadi ruang baca untuk masyarakat sekitar, khususnya untuk anak. Seiring dengan berjalannya waktu, tempat itu berkembang menjadi ruang belajar dan bermain anak. Selain fasilitas pendukung, seperti perpustakaan, terdapat pula lapangan bola berumput sintetis dan perosotan.
Wakil Ketua TBM Kolong Devina Febrianti menuturkan, tujuan berdirinya TBM tidak sebatas kegelisahan terhadap ruang-ruang publik yang semakin sempit oleh pesatnya pembangunan, tetapi TBM juga menjadi ruang perlindungan anak dari kekerasan jalanan hingga anak-anak yang telantar oleh berbagai kondisi permasalahan keluarga dan lingkungan.
”Sebagian besar anak-anak di sini adalah anak yang orangtuanya pedagang, ada buruh juga. Sebagian dari para orangtua ini sibuk kerja dari pagi hingga malam. Jadi, anak-anak mereka telantar. Awalnya kami sosialisasi, jemput bola agar anak-anak bermain dan belajar di TBM. Kami sempat dikira mau culik anak-anak,” ujar Devina sambil tertawa kecil.
Untuk meyakinkan orangtua dan warga sekitar, kata Devina, berbagai kegiatan pun dilakukan, seperti bimbingan belajar, mendongeng, bermain alat musik, dan kegiatan lain. Kegiatan tersebut berlangsung pada Selasa, Kamis, Sabtu, dan Minggu.
Saat ini, TBM bersama Pemerintah Kota Tangerang Selatan akan membuat program Gerakan Pelajar Aktif Produktif. Oleh karena itu, kata Devina, akan ada penambahan fasilitas untuk kegiatan bermain dan belajar anak-anak sesuai dengan minta serta bakat. Program itu tidak hanya untuk anak, tetapi nantinya diharapkan juga ada pemberdayaan masyarakat sekitar.
”Ada sistem pendukung yang terbangun. Warga saling menjaga dan lebih jauh tidak anak yang telantar. Kebutuhan pendidikan dan bermain anak harus terpenuhi meski kondisi ekonomi para orangtua sulit sekalipun,” kata Devina.
Sementara itu, Nur Aini (43), ibu rumah tangga yang membawa anaknya, Hasbi (11) dan Ridho (7), bermain dan belajar di TBM, sangat merasakan manfaat kehadiran ruang publik yang ramah anak-anak. Sebagai ibu rumah tangga dan suami yang bekerja sebagai buruh, TBM sangat membantunya dalam hal memberikan nilai-nilai untuk tumbuh dan kembang anaknya.
”Kalau anak-anak bermain di sini saya enggak khawatir karena lingkungan mendukung untuk anak saya belajar dan bermain serta ada yang menjaga. Selain itu, Hasbi dan Ridho jadi banyak teman dan saling berinteraksi,” kata Nur Aini.