Sebanyak 75-80 persen dari sekitar 150.000 pekerja lepas bidang kreatif yang terdaftar di platform Sribu.com tercatat sebagai karyawan tetap perusahaan. Keberadaan pekerja lepas dinilai semakin diterima masyarakat.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 75-80 persen dari sekitar 150.000 pekerja lepas bidang kreatif yang terdaftar di platform crowdsourcing Sribu.com tercatat sebagai karyawan tetap perusahaan. Keberadaan pekerja lepas dinilai semakin diterima masyarakat.
Pendiri dan CEO PT Sribu Digital Kreatif (Sribu) Ryan Gondokusumo, di Jakarta, Selasa (26/11/2019), menyebutkan, pekerja lepas semakin diterima oleh masyarakat. Pekerja lepas dianggap menjadi opsi menarik menambah pendapatan. Tidak hanya di Jabodetabek, tren ini juga terjadi di luar Jabodetabek.
Sribu.com yang berdiri tahun 2011 merupakan platform yang mempertemukan pekerja lepas bidang kreatif dengan pemberi jasa, baik dari sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) maupun perusahaan besar yang membutuhkan jasa, terutama terkait pemasaran digital.
Pada dua tahun awal Sribu.com berdiri, jumlah pekerja terdaftar sebagai anggota sekitar 14.000 orang, 90 persen di antaranya karyawan tetap suatu instansi. Pada masa itu, masih banyak warga beranggapan mengerjakan pekerjaan di luar gedung kantor susah. Penghargaan terhadap pekerja lepas pun belum tinggi.
Akan tetapi, seiring tahun berjalan, pekerja lepas makin diterima oleh masyarakat. Menurut Ryan, ada proyek pekerjaan yang akan lebih efisien dan terjangkau biayanya jika dikerjakan oleh nonkaryawan tetap (in-house worker). Dia lantas mencontohkan DHL, Semen Padang, Grab, Go-Jek, Logiframe Indonesia, dan Intiland Development pernah menggunakan jasa pekerja lepas sampai solusi pemasaran digital dari Sribu.
”Delapan tahun lalu, klien takut jika proyek pekerjaan dikerjakan di luar kantor. Kalau sekarang, sudah banyak klien merasa ’aman’,” ujarnya.
Dari sisi pekerja, anggapan bekerja lepas itu tidak menguntungkan semakin terkikis. Apabila mereka bisa lebih sejahtera dengan jadi pekerja lepas, mereka akan melakoninya.
Jenis jasa yang diminta oleh perusahaan mencakup foto interior, foto makanan, pemasaran digital, optimasi mesin pencari atau SEO, dan promosi melalui video.
”Keunggulan kami adalah 70 persen pekerja terdaftar berdomisili di luar Jabodetabek. Dengan demikian, apabila pengguna perusahaan besar mempunyai kantor cabang di berbagai kabupaten/kota, mereka akan dimudahkan menjangkau jasa yang Sribu tawarkan,” ujar Ryan.
Klien Sribu.com kebanyakan berlatar belakang pelaku industri makanan dan minuman, teknologi, properti, dan jasa lainnya, seperti konsultan keuangan dan penyewaan.
Untuk monetisasi bisnis, Sribu mewajibkan klien membayar uang deposit ke Sribu yang kemudian dibayarkan ke pekerja lepas. Setelah proyek selesai dikerjakan, Sribu akan membayar penuh. Sribu mengambil komisi 13-25 persen. Perusahaan modal ventura yang terlibat menyuntikkan pendanaan, yaitu East Ventures, Infoteria Corporation, dan CrowdWorks.
Selain di Indonesia, klien Sribu juga berasal dari luar negeri, seperti Singapura, Malaysia, dan Hong Kong. Menurut rencana, Sribu akan membuka kantor pemasaran di Singapura. Ryan tidak menjelaskan kepastian waktu pembukaan kantor di negara itu. Dia menekankan, mulai tahun 2020, Sribu akan lebih aktif menjalankan promosi dan pemasaran atas jasa yang mereka sediakan, baik di dalam Indonesia maupun tiga negara itu.
Selain di Indonesia, klien Sribu juga berasal dari luar negeri, seperti Singapura, Malaysia, dan Hong Kong.
”Tuntutan kebanyakan investor perusahaan modal ventura sekarang adalah perusahaan rintisan portofolio mereka harus bisa mencetak keuntungan. Ini berbeda dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, investor lebih suka mendorong kenaikan penjualan,” ujarnya. Saat ini Sribu telah mencetak laba sekitar 15 persen dari pendapatan yang dibukukan.
Mengenai regulasi pemerintah, Ryan menegaskan pihaknya selalu berusaha mematuhi. Misalnya, pungutan pajak penghasilan yang dibebankan kepada klien yang memberikan jasa kepada pekerja lepas anggota platform Sribu.com.
”Sistem teknologi selalu mengupayakan agar semua pekerja lepas mendapatkan permintaan jasa yang setara. Kami juga selalu menilai kompetensi pekerja. Kami membatasi agar satu orang pekerja maksimal mengerjakan dua bidang keahlian jasa,” ujarnya.