Jalur Selatan Jawa Rentan Jadi Kawasan Distribusi Narkoba
Sebanyak 2 juta pil narkotika jenis Paracetamol, Caffeine, Carisoprodol (PCC) oplosan siap edar disita dalam penggerebekan jaringan pengedar narkotika tersebut di tiga daerah bagian selatan Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·4 menit baca
TASIKMALAYA. KOMPAS – Sebanyak 2 juta pil narkotika jenis paracetamol, caffeine, carisoprodol (PCC) oplosan siap edar disita dalam penggerebekan jaringan pengedar narkotika tersebut di tiga daerah bagian selatan Jawa Barat dan Jawa Tengah. Kasus ini menegaskan bahwa jalur selatan Jawa masih menjadi jalur rawan peredaran narkotika dan obat terlarang.
Petugas gabungan Polri dan Badan Narkotika Nasional menggerebek bangunan pabrik produksi PCC di Kota Tasikmalaya, Jabar, Selasa (27/11/2019). Pabrik ini disamarkan menjadi pabrik sumpit yang telah beroperasi hampir satu tahun. Pabrik tersebut memiliki potensi produksi hingga 120.000 butir PCC oplosan per hari.
Polisi menangkap sembilan orang yang diduga berperan dalam jaringan pengedaran di tempat-tempat tersebut. Tiga orang dengan inisial MJP, HE dan SU ditangkap di pabrik produksi PCC di Kelurahan Gununggede, Kecamatan Kawalu, Kota Tasikmalaya, sekitar pukul 14.45. Daerah ini adalah perbatasan antara Kota dan Kabupaten Tasikmalaya.
Empat orang lainnya berinisial DPM, EC, YE, dan AM diringkus di salah satu rumah makan di Desa Kretek Gombong, Kabupaten Kebumen, Jateng, pada pukul 14.30. Dua orang lain, SE dan NJ, ditangkap di sebuah gudang di Desa Buntu, Kelurahan Kroya, Kota Cilacap, Jateng.
“Kami hendak mengantarkan paket ke daerah Surabaya melalui Cilacap dan Purwokerto. Nanti, di Surabaya ada lagi orang yang mengambil. Katanya, paket akan diantar ke Kalimantan dan Sulawesi,” tutur YE di Tasikmalaya, Rabu (27/11).
Penangkapan ini menambah panjang lokasi di daerah selatan Jabar yang menjadi bagian dari aktivitas jalur narkotika. Wakil Direktur Tindak Pidana Narkoba Badan Reserse dan Krimimal Polri Komisaris Besar Krisno Halomoan Siregar menuturkan, dalam tiga tahun terakhir Jabar selatan menjadi perhatian penting dalam memberantas narkoba.
“Kami menganalisa berdasarkan statistik perkembangan kasus. Semenjak tahun 2017 hingga saat ini, tujuh kasus yang ditangani selalu menggunakan jalur selatan. Karena itu, kami memperhatikan jalur-jalur ini,” tuturnya.
Krisno berpendapat, salah satu faktor yang membuat jalur selatan diminati dalam jalur produksi dan peredaran narkotika adalah kultur masyarakat setempat yang memiliki kemampuan meracik jamu. Keahlian ini menjadi modal untuk memproduksi pil dengan bahan narkotika. “Dengan kemampuan ini, mereka tidak perlu merekrut apoteker,” tuturnya.
Kami menganalisa berdasarkan statistik perkembangan kasus. Semenjak tahun 2017 hingga saat ini, tujuh kasus yang ditangani selalu menggunakan jalur selatan. Karena itu, kami memperhatikan jalur-jalur ini (Krisno Halomoan Siregar)
Sepi
Jika dilihat dari lokasi penangkapan, ketiga tempat tersebut masuk ke dalam jalan utama di jalur Selatan. Namun, ketiga daerah tersebut juga saling terkoneksi melalui jalan-jalan kecil. Menurut Kriminolog dari Universitas Islam Bandung (Unisba) Nandang Sambas kondisi ini membuat jalur selatan Jawa rentan menjadi jalur distribusi pengedar narkoba.
“Jalur selatan masih dianggap nyaman karena pengawasan yang kurang dari petugas keamanan. Bisa dilihat, frekuensi kendaraan yang melintasi masih tidak sebanyak jalur utara. Jalur Garut-Tasikmalaya-Purwokerto tidak seramai jalur pantura Subang-Cirebon-Semarang,” tuturnya.
Karena itu, tutur Nandang, petugas perlu memetakan jalur-jalur yang berpotensi untuk distribusi narkoba. Dengan penempatan petugas di jalur yang tepat, termasuk di jalur-jalur tikus, membuat pengedar menjadi lebih cepat terlacak sehingga menutup kemungkinan tersebarnya obat-obatan berbahaya tersebut.
Mudah didapatkan
Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) Inspektur Jenderal Arman Depari menuturkan, PCC masuk ke dalam narkotika golongan 1 sehingga produksi dan peredaran obat tersebut dilarang. Namun, beberapa bahan pembuatnya bisa dijangkau sehingga tidak semahal obat-obatan lainnya.
Dari tiga komposisi bahan, hanya carisoprodol yang sulit didapatkan karena sudah masuk ke dalam psikotropika dan dilarang beredar di Indonesia. Namun dua bahan lainnya, paracetamol dan kafeina masih mudah didapatkan. Padahal, dampak konsumsi obat-obatan tersebut tetap membahayakan.
“PCC ini menyasar pengguna narkotika pemula seperti anak muda. Obat-obatan ini memberikan efek halusinasi, bahkan dalam beberapa kasus, pengguna mengalami kematian akibat efek tersebut,” tuturnya.
Arman menuturkan, pihaknya masih menyelidiki jaringan penjualan obat-obatan berbahaya ini. Penyelidikan membutuhkan waktu karena jaringan tersebut memisahkan tempat produksi dengan pos-pos distribusi. Selain itu, bahan baku carisoprodol yang didapatkan dengan cara ilegal masih ditelusuri.
“Tidak menutup kemungkinan jaringan ini merambah ke luar negeri, karena bahan tersebut sudah masuk dalam daftar jaringan narkotika internasional. Kami juga masih menelusuri, apakah jaringan ini termasuk baru atau lama,” ujarnya.