Dihujani 24 Peluru, Penglihatan Paguh Tak Bisa Diselamatkan
Paguh, orangutan dengan 24 peluru yang bersarang di badannya, mengalami kebutaan total. Tim kesehatan yang merawat intensif sepekan terakhir menyatakan penglihatan Paguh tidak bisa diselamatkan.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Orangutan yang dihujani tembakan dengan 24 peluru bersarang di tubuhnya, di kebun sawit di Kabupaten Aceh Selatan, mengalami kebutaan total. Tim kesehatan yang merawat intensif selama sepekan terakhir menyatakan penglihatan orangutan itu tidak bisa diselamatkan. Pembantaian orangutan dewasa terus terjadi untuk mengambil anaknya atau mengusir dari kebun karena dianggap hama.
”Ini bukan pertama kali kami menerima orangutan yang ditembak dengan puluhan bahkan ratusan peluru senapan angin. Sudah ada 20 orangutan yang kami rawat karena kritis akibat ditembak,” kata Supervisor Program Rehabilitasi dan Reintroduksi Orangutan Yayasan Ekosistem Lestari-Program Konservasi Orangutan Sumatra (YEL-SOCP) Citrakasih Nente, di Medan, Rabu (27/11/2019).
Orangutan jantan berusia sekitar 25 tahun itu dievakuasi tim dari Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Centre (YOSL-OIC) bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh dari Desa Gampong Teungoh, Kecamatan Trumon, Aceh Selatan, Rabu (20/11/2019).
Ini bukan pertama kali kami menerima orangutan yang ditembak dengan puluhan bahkan ratusan peluru senapan angin. Sudah ada 20 orangutan yang kami rawat karena kritis akibat ditembak.
Orangutan yang telah diberi nama Paguh itu pun langsung dibawa ke Pusat Karantina dan Rehabilitasi Orangutan YEL-SOCP di Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara. Tim kesehatan dari YEL-SOCP melakukan pemeriksaan dan upaya penyelamatan.
Tim kesehatan orangutan itu menemukan 16 peluru di bagian kepala, 4 peluru di kaki dan tangan, 3 peluru di panggul, dan 1 peluru di perut. ”Kami telah mengeluarkan tiga peluru dari bagian kepala. Saat ini Paguh masih menjalani perawatan intensif,” kata dokter hewan YEL-SOCP, Meuthya.
Meuthya mengatakan, awalnya mereka berupaya menyelamatkan Paguh dari kebutaan. Saat ditemukan, mata kanan Paguh tampak merah dan mata kirinya keruh. Cedera di mata kiri diduga sudah lebih dulu terjadi. Kedua matanya diduga cedera akibat tembakan peluru atau dihantam dengan sebuah benda. ”Sayang sekali, penglihatan Paguh tidak bisa diselamatkan,” ujar Meuthya.
Meuthya mengatakan, saat ini mereka fokus merawat Paguh untuk memulihkan kondisi fisiknya. Dengan kondisi penglihatannya yang buta, Paguh tidak mungkin lagi dilepasliarkan karena akan sangat sulit bertahan di habitatnya di alam liar.
Paguh akan ditempatkan di Orangutan Haven di Deli Serdang. Pusat karantina itu disiapkan karena semakin banyak orangutan yang mengalami kebutaan dan tidak bisa lagi dilepasliarkan. Pada Maret lalu, seekor orangutan bernama Hope ditemukan kritis dengan 74 peluru bersarang di tubuhnya di Desa Bunga Tanjung, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam, Aceh. Orangutan itu ditembak karena mempertahankan anaknya yang hendak ditangkap pemburu.
Ketua YOSL-OIC Panut Hadisiswoyo mengatakan, mereka menyayangkan kasus penembakan orangutan yang semakin sering terjadi. ”Ini bisa disebut sebagai kasus Hope yang kedua. Ini fenomena yang memburuk,” kata Panut.
Jarang terjadi
Panut mengatakan, mereka bersama BKSDA Aceh menyelamatkan Paguh dari perkebunan sawit milik warga. Penembakan orangutan jantan, menurut dia, jarang terjadi. Biasanya yang diburu itu adalah anak orangutan.
Ini bisa disebut sebagai kasus Hope yang kedua. Ini fenomena yang memburuk.
Untuk mendapat anaknya, pemburu biasanya membunuh induknya yang selalu mempertahankan anaknya dengan memeluknya. Penembakan jantan kemungkinan dilakukan karena dianggap hama di perkebunan.
Kepala BKSDA Aceh Agus Arianto mengatakan, mereka mengapresiasi mitra yang terlibat untuk menyelamatkan orangutan itu. Ia berharap masyarakat desa penyangga hutan ikut berupaya melestarikan satwa dan tidak terlibat dalam perburuan.