Mengenalkan Wallace di ”Kampung Halaman”
Naturalis asal Inggris, Alfred Russel Wallace, meninggalkan kekayaan besar ilmu pengetahuan di Indonesia. Walau begitu, namanya ternyata tak banyak dikenal, bahkan saat dirinya ”pulang” ke rumah jejak pengabdiannya.
Naturalis asal Inggris, Alfred Russel Wallace, meninggalkan kekayaan besar ilmu pengetahuan di Indonesia. Walau begitu, namanya ternyata tak banyak dikenal, bahkan saat dirinya ”pulang” ke tempat jejak pengabdiannya di Pulau Sulawesi.
Dua gadis muda memperhatikan buku berjudul Kepulauan Nusantara yang terpajang di sebuah meja kecil. Setelah melihat jelas penulis buku, salah seorang dari mereka nyeletuk, ”Oh, Wallace ini penulis buku, ya.”
Setelah memegang dan membaca buku, keduanya pun berbalik. Tepat di belakang mereka, infografik jejak perjalanan Alfred Russel Wallace di Indonesia terpajang. Serempak, keduanya mengeluarkan telepon pintar, lalu memotretnya. ”Ini pasti orangnya,” kata Fitri (26), seorang di antaranya, Selasa (26/11/2019), di Nipah Mall, Makassar, Sulawesi Selatan.
Potret besar Alfred Russel Wallace terpampang di depan infografik tersebut. Naturalis sekaligus kolektor fauna asal Inggris ini memakai sepatu bot, topi rimba, lengkap dengan alat penangkap hewan di tangan kanan. Wallace tampak sedang berburu meski kali ini ia ”berburu” di dalam pusat perbelanjaan.
Baca juga: ”Wallacea Week”, Momentum Menghidupkan Lagi Keunikan Nusantara
Fitri mengingat-ingat, dirinya memang tak pernah mendengar nama Wallace sebelumnya, terlebih sepak terjangnya. ”Dia sepertinya ilmuwan atau penemu setelah tadi pertama kali melihat-lihat di pameran ini,” ucapnya.
Tuti (22), rekannya, menambahkan, seingatnya pernah mendengar nama Wallace meski hanya sepintas. Oleh karena itu, ia senang bisa melihat-lihat berbagai hal di pameran Pekan Wallacea ini. Dengan begitu, ia merasa wawasan dan pengetahuannya bertambah dengan informasi yang disajikan.
”Tapi paling senang lihat ibu yang menenun ini. Baru kali ini soalnya,” kata karyawan swasta ini.
Fitri dan Tuti memang tidak sengaja datang ke pameran. Saat sedang bertemu di Nipah Mall, keduanya memutuskan singgah dan melihat-lihat keramaian yang berlangsung.
Baca juga : Pekan Wallacea Rayakan Warisan Kekayaan Indonesia
Rizaldi (24) juga hampir serupa. Karyawan swasta ini sedang ada janji dengan rekannya di mal. Namun, sebelum bertemu, ia tertarik pada tulisan Wallacea yang dipajang di beberapa tempat dalam area pameran.
Menurut Rizaldi, dirinya selama ini mengenal Wallace sebatas penemu berbagai fauna dan dihargai di beberapa tempat. Ia adalah orang Inggris yang menjelajah di Indonesia selama beberapa kurun waktu.
Akan tetapi, lanjut Rizaldi, warisan Wallace ternyata tak sesederhana itu. ”Baru tahu kalau ada namanya Kawasan Wallacea, terus dia temukan teori evolusi di Indonesia. Kegiatan ini bermanfaat untuk menambah banyak wawasan.”
Di atrium utama Nipah Mall, saat ini berlangsung pameran berbagai hal terkait Wallace dan warisannya. Selain biografi, awal perjalanan, temuan, dan rekam jejak Wallace, juga ada laporan, ekspedisi, temuan, pameran wastra, hingga instalasi seni dan teknologi.
Baca juga : Merayakan Wallacea di Nusantara
Laporan Ekspedisi Wallacea Harian Kompas yang terbit secara berseri sejak September hingga akhir Oktober juga dipajang di salah satu blok pameran. Ekspedisi yang berlangsung pada awal 2019 hingga tengah tahun itu berusaha menelusuri jejak, kekayaan, warisan, dan tantangan dalam Kawasan Wallacea saat ini.
Ruang pameran dibagi dalam berbagai ”babak”. Di awal, ketika pertama kali masuk, tersaji infografik, tulisan, hingga layar televisi berjajar di sisi kanan dan kiri. Suasana alam terasa dengan hiasan yang menghijau. Sebuah suasana penjelajahan, hingga tiba pada pajangan buku Wallace.
Babak kedua dari pameran ini adalah tentang manusia, tantangan, dan masa depan di Kawasan Wallacea. Realitas yang terjadi, adaptasi masyarakat, dan kehidupan keseharian warga ditampilkan di area ini. Sebuah instalasi seni dan teknologi menjadi salah satu daya tarik pengunjung.
Baca juga : Jejak Perjalanan Wallace Dihidupkan Lagi di Makassar
Pekan Wallacea digelar untuk menghidupkan lagi semangat dan warisan Wallace.
Grenti Paramitha dari British Council Indonesia, sebagai penanggung jawab pameran, mengatakan, pada bagian terakhir, pihaknya berusaha mendorong orang-orang berbuat dan menjaga lingkungan sesuai kapasitas. ”Di situ kami tampilkan foto dan profil singkat sejumlah orang yang telah berbuat di Kawasan Wallacea,” ucapnya.
Pekan Wallacea digelar untuk menghidupkan lagi semangat dan warisan Wallace. Hal itu diutamakan agar mendorong masyarakat untuk mengenal dan mengembangkan apa yang telah ditemukan Wallace.
Senior Programme Manager British Council Femmy Soemantry menyampaikan, Pekan Wallacea yang berlangsung pada 22-28 November untuk pertama kali dilakukan di wilayah yang menjadi salah satu lokasi penjelajahan Alfred Russel Wallace selama berada di Indonesia 1,5 abad lalu. Wallace kembali ke tempat asalnya, kampung halamannya.
Baca juga: ”Teaser” Ekspedisi Wallacea
Wallace memang pernah menetap di Makassar selama beberapa waktu, awal 1857. Ia memuji Makassar sebagai kota yang bersih, rapi, dan cantik. Dari sini, ia lalu bergeser ke Maros untuk melakukan penjelajahan dari Juli hingga Oktober.
Selama berada di Maros, Wallace berhasil mengumpulkan 232 jenis kupu-kupu (Lepidoptera) yang terdiri dari 139 jenis Papilionoidea, 70 jenis kupu-kupu malam (moths), dan 23 jenis Hesperiidae (skippers). Data hasil eksplorasinya tercatat dalam Alfred Russel Wallace’s Species Notebook 1855-1859 (Kompas, Ekspedisi Wallacea).
Baca juga : Menelusuri Jejak Warisan Wallace
Sementara itu, Sangkot Marzuki, anggota Dewan Pembimbing Yayasan Wallacea, menuturkan, dengan beragamnya medium dalam pameran, pengunjung diharapkan bisa mengenal lebih jauh sosok Wallace.
”Wallace adalah seorang penemu besar di Indonesia. Akan tetapi, yang mengenalnya masih sedikit. Sudah selayaknya kita mengingat kembali siapa Wallace dan di Indonesia inilah dua teori besar dunia pada abad ke-19 ditemukan.”
Baca juga : Wallace Bahagia di Maros
Sang naturalis Inggris ini datang ke Indonesia sekitar tahun 1860. Ia menjelajahi bagian tengah dan timur Indonesia, lalu mencatat keragaman fauna di Indonesia. Dari penelusurannya, ia membuat sebuah hipotesis adanya garis maya yang membedakan fauna di sebagian daerah Indonesia.
Garis tersebut kini dinamakan Garis Wallace, sedangkan kawasan yang masuk garis itu disebut Kawasan Wallacea, yang terdiri dari Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara.
Di Indonesia pulalah, tepatnya di Ternate, Wallace menulis, menyempurnakan, dan mengirim makalah berjudul ”On the Tendency of Varieties to Depart Indefinitely from the Original Type”. Tulisan itu berisi ide teori seleksi alam yang dikirimkan kepada Charles Darwin di London, Inggris, dengan bantuan kapal uap Belanda, Maret 1858 (Kompas, Senin, 9/9/2019).
Dari penelusurannya, Wallace membuat sebuah hipotesis adanya garis maya yang membedakan fauna di sebagian daerah Indonesia.
Selain pameran ini, Pekan Wallacea juga terdiri atas sejumlah acara. Kegiatan seperti pemutaran film, simposium internasional, bincang-bincang, hingga pentas teater akan berlangsung hingga Kamis, 28 November.
Seperti kata Khasi (26), warga Makassar, jika punya waktu, dirinya ingin mendatangi semua acara dalam Pekan Wallacea ini. Ia telah mendatangi pameran dan pemutaran film. Sejumlah bincang-bincang juga menjadi incarannya.
”Kalau bisa, semuanya mau datang. Karena baru tahu kalau daerah kita di sini itu sangat kaya. Dan, Wallace sudah tahu itu dari 150 tahun lalu. Kita-kita ini ke mana saja?” ucapnya.
Baca juga : Menyingkap Misteri Rumah Wallace