Partisipasi pemilih dalam pemilihan anggota dewan distrik di Hong Kong, Minggu (24/11/2019), menembus rekor. Pemilih kali ini lebih besar daripada tahun 2016.
Oleh
KRIS MADA
·2 menit baca
HONG KONG, MINGGU — Partisipasi pemilih dalam pemilihan anggota dewan distrik di Hong Kong, Minggu (24/11/2019), menembus rekor. Rangkaian unjuk rasa disebut ikut memicu kenaikan partisipasi itu.
Hingga pukul 20.00 waktu setempat, sudah 2,6 juta pemilih memberikan suara. Jumlah itu lebih tinggi daripada pemberi suara pada pemilu parlemen 2016 dengan 2,2 juta pemilih. Padahal, pemilu parlemen 2016 dicatat sebagai rekor tertinggi partisipasi pemilih di Hong Kong.
Komisi Pemilihan Umum Hong Kong membuka tempat pemungutan suara sampai pukul 22.30 waktu setempat. Pemilih yang sudah mendaftar di TPS tetap bisa memberikan suara meski sudah lewat pukul 22.30. Sementara pemilih yang belum mendaftar di TPS selepas pukul 22.30 tak bisa memberikan suara.
Tercatat 4,1 juta dari 7,39 juta warga Hong Kong terdaftar di pemilu kali ini. Suara mereka diperebutkan 1.090 politisi yang mengincar 452 kursi di dewan 18 distrik. Semua kursi dewan distrik diperebutkan dalam pemilu kali ini.
Pesan simbolis
Pengajar Ilmu Politik pada Chinese University of Hong Kong, Ivan Choy, mengatakan, pemilu distrik tak bisa mengubah pemerintahan Hong Kong. Sebab, orang yang terpilih dalam pemilu kali ini benar-benar mengurus masalah sehari-hari di distrik.
Masalah rute bus, penambahan taman, hingga ronda lingkungan adalah sebagian tanggung jawab dewan distrik. Mereka juga akan menjadi penyambung aspirasi warga kepada Pemerintah Hong Kong. Namun, pemilu kali ini bisa memberikan pesan simbolis kepada Pemerintah Hong Kong dan China. Hasil pemilu akan mencerminkan dampak rangkaian unjuk rasa pada proses politik Hong Kong.
Hal itu, antara lain, tecermin dari sedikitnya 300.000 pemilih berusia kurang dari 35 tahun yang mendaftar menjadi pemilih kali ini. Peserta utama unjuk rasa didominasi warga Hong Kong yang berusia kurang dari 35 tahun. ”Unjuk rasa menegaskan posisi politik warga Hong Kong,” kata Ivan kepada media setempat, The South China Morning Post.
Dalam pesan yang beredar di media sosial, pendukung dan peserta unjuk rasa diimbau tak menggunakan busana hitam. Hal itu guna mencegah mereka diidentifikasi aparat atau ditangkap karena dikira akan berunjuk rasa. (AFP/REUTERS)