Risiko keluarnya aliran modal dari instrumen portofolio Indonesia masih membayangi hingga akhir tahun 2019.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Risiko keluarnya aliran modal dari instrumen portofolio Indonesia masih membayangi hingga akhir tahun 2019. Namun, kondisi itu tidak berpengaruh signifikan pada pelambatan pertumbuhan ekonomi tahun ini.
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), sejak awal Januari hingga 21 November 2019, total aliran masuk modal asing pada instrumen portofolio mencapai Rp 220,9 triliun.
Aliran modal tersebut masuk ke instrumen Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 174,5 triliun, instrumen saham sebesar Rp 45,3 triliun, dan sisanya sisanya sebesar Rp 1,6 triliun terserap di instrumen obligasi.
Namun, rata-rata setiap pekannya, aliran modal asing yang ke luar dari Indonesia sebesar Rp 2 triliun per pekan.
Ekonom PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), Fikri C Permana, mengatakan, peningkatan aliran modal keluar dalam dua pekan terakhir kemarin secara umum dialami juga oleh negara-negara berkembang selain Indonesia.
”Pemicu kondisi tersebut adalah sentimen ketidakpastian global berupa belum tercapainya kesepakatan dagang antara AS (Amerika Serikat) dan China,” ujarnya, di Jakarta, Senin (25/11/2019).
Meski keluarnya aliran modal asing masih membayangi pasar portofolio hingga akhir tahun ini, Fikri tidak khawatir hal ini akan berdampak pada pelambatan pertumbuhan ekonomi.
Pada umumnya, pertumbuhan negara berkembang punya ketergantungan terhadap aliran modal asing. Namun, Indonesia memiliki ketahanan di atas rata-rata karena pertumbuhan ekonomi Tanah Air bertumpu pada konsumsi rumah tangga, dengan kontribusi mencapai 55 persen dari PDB.
Sementara itu, Head of Research LPEM FEB Universitas Indonesia Febrio N Kacaribu menilai aliran modal keluar dari pasar portofolio Tanah Air dipicu oleh sudah terpenuhinya target investasi para investor institusi jangka pendek.
Selain itu, faktor global berupa rencana pencapaian kesepakatan dagang antara AS dan China belum mencapai hasil. ”Belum ada tanda mengenai kesepakatan meningkatkan risiko bagi investor. Para investor jangka pendek juga baru akan kembali masuk awal tahun,” ujar Febrio.
Dia mengatakan, ketidakpastian pasar keuangan yang tidak kunjung menurun juga membuat Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas pertumbuhan global sebesar 20 basis poin menjadi 3 persen tahun ini.
Adapun BI masih cukup optimistis memprakirakan ekonomi dunia tahun ini bisa mencapai 3,2 persen dan akan membaik pada 2020 menjadi 3,3 persen. Sementara pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 diproyeksi BI ada di kisaran 5,1 persen.