Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur, meresmikan Museum Pendidikan bertepatan pada peringatan Hari Guru Nasional, Senin (25/11/2019). Pengunjung dapat mengetahui sejarah pendidikan dari era pra sejarah hingga kini.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur, kembali menambah museum untuk sarana pemelajaran generasi muda sekaligus menjadi destinasi pariwisata baru di kota ini. Terbaru, Museum Pendidikan diresmikan bertepatan pada peringatan Hari Guru Nasional, Senin (25/11/2019).
Dengan dibukanya Museum Pendidikan, kini Pemkot Surabaya mengelola enam museum. Adapun lima museum yang sudah dibuka adalah Museum 10 November, Museum Surabaya, Museum Dr Soetomo, Museum HOS Tjokroaminoto, dan Museum WR Soepratman. Selain itu ada sejumlah museum yang dikelola lembaga lain, seperti Museum Kesehatan, Museum House of Sampoerna, dan Museum Bank Indonesia.
Setelah meresmikan Museum Pendidikan, Pemkot Surabaya berencana membuka satu museum lagi di tahun ini. Museum yang akan dibuka adalah Museum Olahraga di Gelora Pancasila. Museum ini akan mengisahkan perjalanan atlet-atlet asal Surabaya yang berkiprah di kancah dunia demi mengharumkan nama Indonesia.
”Museum-museum di Surabaya menjadi sarana pemelajaran untuk anak-anak muda agar mengetahui beratnya perjuangan tokoh-tokoh pada masa lalu, supaya mereka semakin bekerja keras dan tidak putus ada,” kata Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini saat meresmikan Museum Pendidikan.
Di museum-museum tersebut, pengunjung, terutama pelajar bisa melihat jejak perjuangan masa lalu. Di Musuem Pendidikan, misalnya, pengunjung dapat mengetahui sejarah perkembangan pendidikan dari era prasejarah hingga masa kini. Pengelola juga menampilkan jejak anak-anak muda Surabaya meraih prestasi di bidang pendidikan.
”Bangunan ini tidak hanya berfungsi sebagai museum, tetapi akan dijadikan tempat belajar dan diskusi guru dan pelajar agar ada interaksi di dalamnya,” tutur Risma.
Museum Pendidikan berada di bekas sekolah Tionghoa bernama Taman Siswa yang pernah menjadi tempat belajar siswa pribumi di era kolonial. Bangunan yang tercatat sebagai salah satu benda cagar budaya tersebut pada awalnya adalah aset milik Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan, yang kemudian diserahkan kepada Pemkot Surabaya, enam bulan lalu.
Setelah beralih kepemilikan, Pemkot Surabaya merevitalisasi bangunan yang selama puluhan tahun tidak digunakan. ”Butuh waktu sekitar lima bulan untuk merevitalisasi gedung ini menjadi museum dan melengkapi koleksi-koleksinya,” kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya Antiek Sugiharti.
Ada sekitar 860 koleksi di Museum Pendidikan Surabaya, seperti alat tulis, bangku dan kursi sekolah, buku pelajaran, ijazah, piala, dan seragam sekolah. Koleksi tersebut diperoleh dari sejumlah kolektor dari sejumlah daerah di Indonesia seperti di Yogyakarta dan Jakarta. Museum ini dibuka untuk umum setiap Selasa hingga Minggu tanpa dipungut biaya.
Anggota Tim Cagar Budaya Kota Surabaya, Prof Johan Silas, mengatakan, bangunan ini pada zaman dahulu bernama Villa Rivierzicht, milik seorang warga Belanda. Bangunan sempat berpindah kepemilikan dan dijadikan sekolah bagi warga pribumi. Bangunan yang sempat mangkrak tersebut rusak di beberapa bagian. Namun, Pemkot Surabaya mampu mengembalikan bentuk bangunan, seperti pada masa lalu.
”Bangunan Museum Pendidikan dilengkapi fasilitas pendukung sesuai dengan standar keamanan bangunan masa kini dan fasilitas pendukung tanpa mengubah bentuk aslinya,” kata Ketua Tim Cagar Budaya Kota Surabaya Retno Hastijanti.