Menggemari mobil kuno bukan sekadar tentang materi dan kebanggaan. Lebih jauh, menyukai mobil kuno adalah simbol kesabaran, kesederhanaan, dan kebersamaan.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·4 menit baca
Menggemari mobil kuno bukan sekadar tentang materi dan kebanggaan. Lebih jauh, menyukai mobil kuno adalah simbol kesabaran, kesederhanaan, dan kebersamaan.
Sebanyak 242 mobil kuno berusia minimal 40 tahun, Sabtu (23/11/2019), meniti jalanan di Kota Malang dan Kota Batu, Jawa Timur. Mengambil start di depan Balai Kota Malang, ratusan mobil dari berbagai daerah di Indonesia itu menjadi pusat tontonan warga Malang Raya.
Kegiatan touring mobil kuno tersebut merupakan rangkaian acara peringatan hari ulang tahun ke-40 Perhimpunan Penggemar Mobil Kuno Indonesia (PPMKI). Kegiatan itu berlangsung pada 23-24 November 2019.
Di antara ratusan mobil kuno tersebut, ada mobil dengan kisah sejarah tinggi, yaitu mobil yang pernah dikendarai Presiden Soekarno. Mobil tersebut adalah Chaika, pemberian dari Presiden Rusia pada 1957. Saat itu, mobil bernomor polisi B 1970 RV tersebut dipajang di halaman Balai Kota Malang dan menjadi obyek foto warga.
”Mobil tersebut memiliki kaca pemisah dengan bagian pengemudi. Ini karena, di bagian kursi penumpang, biasanya Presiden melakukan pembicaraan serius dengan para tamunya,” kata Hauwke (65), pembina PPMKI.
Menurut dia, hampir semua presiden RI setelah itu pernah naik mobil tersebut. Mobil itu menjadi sarana diplomasi Presiden Soekarno dengan banyak pemimpin negara lain.
Mobil tersebut memiliki kaca pemisah dengan bagian pengemudi. Ini karena, di bagian kursi penumpang, biasanya Presiden melakukan pembicaraan serius dengan para tamunya.
Selain bernilai sejarah, mobil kuno juga menyimbolkan kesabaran. Hauwke mengisahkan pengalamannya, dalam memperbaiki mobil kuno, ia harus sabar menunggu hingga sparepart mobil akhirnya didapat.
”Untuk membeli bahannya saja bisa 1 tahun lamanya. Itu sudah terbilang cepat. Belum lagi saat merawat mesin tiap hari, mengecek kondisi mobil dan setiap harinya. Itu tidak akan bisa dilakukan kalau orang tidak sabar,” kata pria yang mengendarai Dodge Brothers tahun 1928 tersebut dari Jakarta ke Kota Malang selama 2 hari.
Mengendarai mobil kuno, menurut Hauwke, juga tidak seperti menunggangi mobil masa kini. ”Kalau mengendarai mobil kekinian, kita bisa memaksa mobil mengikuti kemauan kita. Mengendarainya kencang dan cepat-cepat semau kita. Namun, untuk mobil kuno, tidak bisa demikian. Kita harus manut (mengikuti) kemauan mobil. Kalau mobil terasa panas, ya, kita berhenti. Tidak bisa dipaksa,” tutur Hauwke.
Lain lagi dengan Mustofa, penggemar mobil kuno asal Purworejo, Jawa Tengah. Pada acara touring mobil kuno tersebut, ia datang bersama anak dan istrinya mengendarai mobil Italia, Fiat 1.100 cc tahun 1954. Dari Purworejo, mereka mengendarai mobil tersebut.
”Kami sekeluarga menyukai touring seperti ini. Mobil ini pun jarang keluar kalau tidak ada kegiatan seperti ini. Paling-paling akan keluar kalau disewa untuk acara pernikahan,” kata Mustofa.
Kegiatan touring mobil kuno tersebut, menurut Mustofa, bukan sekadar acara rekreasi keluarga. Kegiatan tersebut semacam perayaan kebersamaan mereka sebagai keluarga. ”Ini untuk mempererat hubungan kekeluargaan dan menghargai kebersamaan kami,” kata Mustofa.
Bukan pamer
Setiap peserta touring meresapi acara tersebut dengan makna berbeda. Namun, yang jelas, ajang tersebut dinilai bukanlah untuk pamer.
”Ini adalah klub penggemar mobil kuno, bukan klub jorjoran dan pamer. Acara utamanya adalah touring jalan-jalan keliling Kota Malang dan Batu. Kami ingin berbagi kebahagiaan dengan warga yang mungkin belum pernah tahu mobil-mobil kuno ini. Warga bisa berfoto-foto,” tutur Hauwke menambahkan.
Menurut pria yang bergabung dengan PPMKI sejak tahun 1980 itu, pesan kegiatan tersebut adalah mendidik manusia agar tidak konsumtif, tetapi produktif. ”Ini perhimpunan penggemar, yaitu merestorasi mobil-mobil klasik yang tidak jalan menjadi jalan. Kuncinya adalah kesabaran,” kata Hauwke.
Ia berharap, dengan mengikuti PPMKI, para anggotanya akan semakin sabar. Baik sabar dalam menyetir mobil, dalam berkeluarga, dan dalam aktivitas lain.
PPMKI sendiri adalah organisasi yang didirikan Solihin GP pada 13 November 1979. PPMKI pernah membeli 23 mobil kuno yang dilelang oleh sekretariat negara pada 1987.
Mobil-mobil bersejarah itu dulu akan dibeli oleh pembeli luar negeri. PPMKI kemudian diberi kesempatan untuk bisa membelinya, tetapi hanya diberi waktu 4 hari untuk mengurus pembeliannya.
Hauwke ikut serta membantu mengurus syarat-syarat pembelian. Beruntung mereka sukses. Seluruh mobil kuno itu berhasil dibeli dan diurus anggota PPMKI sampai sekarang.
Anggota yang kebagian mengurus mobil itu harus menyetujui komitmen untuk merawatnya. Dibuat perjanjian bahwa mobil itu tidak boleh diperjualbelikan, apalagi dibawa ke luar negeri. Jika suatu saat negara membutuhkan, misal untuk kirab dan pameran, mobil harus ada dan siap dipakai.
Di antara 23 mobil kuno itu adalah mobil Chrysler 1947 yang dulu dipakai Panglima Soedirman di Yogyakarta dan pada 1948 dihibahkan kepada Bung Karno.