Jalur Tepat Bahasa Indonesia Jadi Bahasa Internasional
Ada lebih dari 300 lembaga pada 45 negara di dunia yang telah mengajarkan bahasa Indonesia. Hal ini menandakan bahwa bahasa Indonesia sedang berada di jalur yang tepat untuk menjadi bahasa internasional.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengaruh bahasa Indonesia kini dinilai semakin hegemonik dibandingkan dengan bahasa negara lain. Sebagai bahasa persatuan, bahasa Indonesia kini juga berada di jalur yang tepat untuk menjadi bahasa internasional.
Cendekiawan Muslim Azyumardi Azra menilai, bahasa Indonesia adalah bahasa pemersatu yang paling kuat di dunia. Bahkan, dari tahun ke tahun pengaruhnya semakin besar tanpa ada satu pun golongan yang membantahnya.
”Bahasa Indonesia tidak hanya kuat di dalam negeri, tetapi juga di Asia Tenggara. Di Pattani, Thailand, masyarakatnya sudah memahami bahasa Indonesia,” katanya dalam acara Lesehan Kebangsaan bertema ”Bahasa Penghela Pembangunan Manusia: Pembinaan Bahasa, Pembinaan Bangsa” di Jakarta, Jumat (22/11/2019).
Menurut Azra, banyak negara lain yang kini justru terpecah belah karena permasalahan bahasa dan budaya. Belgia, misalnya, orang-orang Flemish yang merupakan penutur bahasa Belanda hingga kini masih berseteru dengan Wallons, para penutur bahasa Perancis.
Hal serupa juga terjadi di Spanyol, di mana Catalunya yang masuk dalam wilayah otoritasnya, menuntut referendum. Salah satu yang menjadi alasan menuntut referendum adalah karena masyarakat Catalunya merasa mempunyai sisi historis dan bahasa berbeda dengan Spanyol.
”Amerika Serikat, dalam butir-butir konstitusinya juga tidak menyatakan tentang bahasa resmi negaranya. Saat pemilihan umum New York saja, kartu pemilu bertuliskan bahasa yang beragam,” ujar Azra.
Oleh karena itu, Azra mengingatkan agar masyarakat Indonesia bersyukur telah memiliki bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia bukan sesuatu yang sepatutnya didapatkan. Namun, bahasa ini diperjuangkan oleh para pendiri bangsa.
Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang terlebih dulu menjadi bahasa perhubungan (lingua franca). Menurut Azra, lingua franca sudah digunakan pada masa pra-kolonial untuk berdagang dan membangun hubungan antar-agama.
Dari situ, solidaritas kebangsaan mulai muncul. Proses interaksi melalui bahasa menjadi momentum saling bertukar pikiran. ”Para peneliti Inggris dan Perancis menyebut Indonesia adalah keajaiban. Sebab, orang-orang di dalamnya berbeda bahasa, tetapi bisa bersatu,” ungkap Azra.
Dalam berbagai kesempatan, Presiden Joko Widodo selalu mengingatkan tentang betapa beragamnya Indonesia. Indonesia memiliki 714 suku, 1.100 bahasa daerah, dan 17.000 pulau sehingga bahasa Indonesia benar-benar menjadi pemersatu rakyat Indonesia.
Bahasa persatuan
Menurut politikus senior Popong Otje Djundjunan, bahasa Indonesia telah menjadi bukti kebesaran hati para pendiri bangsa. Di tengah melimpahnya bahasa daerah yang ada saat itu, mereka sepakat menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
”Saat itu, orang Jawa dan Sunda adalah penutur bahasa daerah yang paling banyak, tetapi mereka rela mengalah. Inilah toleransi,” katanya.
Guru Besar Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia Djoko Marihandono mengungkapkan, M Tabrani sebagai pencetus bahasa Indonesia menggunakannya secara konsisten. Pada masa pergerakan, ia menggunakan bahasa Indonesia bukan hanya saat berkomunikasi dengan orang Tionghoa, melainkan juga dengan para petani gurem.
”Sampai tahun 1950-an, saat Indonesia berbentuk Republik Indonesia Serikat (RIS), Tabrani pun masih teguh menggunakan bahasa Indonesia,” ujarnya.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Haryono menambahkan, dalam merawat kehidupan berbangsa dan bernegara, peran bahasa Indonesia sangat strategis. Sebab, bahasa bukan hanya berisi tentang tata bahasa, melainkan juga pola pikir.
”Jika ada orang yang mampu berbahasa dengan baik, konstruksi berpikirnya umumnya juga akan baik. Dengan begitu, pola komunikasinya tidak akan menimbulkan salah persepsi,” ujarnya.
Menurut dia, pola komunikasi yang tidak baik tidak hanya berujung pada kesalahan persepsi, tetapi juga mampu memancing timbulnya konflik. Dalam hal ini, pola komunikasi yang baik juga amat dibutuhkan guna menyosialisasikan Pancasila.
Bahasa internasional
Kepala Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Dadang Sunendar menambahkan, ada lebih dari 300 lembaga pada 45 negara di dunia yang telah mengajarkan bahasa Indonesia. Hal ini menandakan bahwa bahasa Indonesia sedang berada di jalur yang tepat untuk menjadi bahasa internasional.
Menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional adalah amanat dari Pasal 44 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Di dalamnya dijelaskan bahwa bahasa Indonesia harus menjadi bahasa internasional secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan.
Menurut Dadang, setidaknya ada lima syarat yang mesti dipenuhi untuk menjadi bahasa internasional. Bahasa harus memiliki banyak penutur, mudah dipelajari, digunakan di banyak negara, negara harus memiliki stabilitas ekonomi dan politik, serta sikap warga negaranya terhadap bahasa tersebut. Syarat terakhir masih menjadi tantangan.
”Sikap mengutamakan bahasa Indonesia dibandingkan dengan bahasa asing. Ruang-ruang publik kita masih banyak menggunakan bahasa asing,” katanya.
Acara Lesehan Kebangsaan yang digagas Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Kemendikbud menjadi salah satu upaya menyadarkan masyarakat dalam mengarusutamakan bahasa Indonesia dibanding bahasa asing. Adapun peserta yang dilibatkan adalah mahasiswa dari 10 perguruan tinggi di Jabodetabek.
”Utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, dan pelajari bahasa asing,” pesan Dadang dalam pidato pembukaannya.