Kebijakan Satu Data Satu Peta Topang Investasi dan Tata Ruang
Kebijakan satu data juga diikuti dengan kebijakan satu peta. Penerapan peta acuan nasional ini akan memberikan kepastian hukum, kerangka tata ruang, dan kemudahan izin usaha bagi investor.
Oleh
karina isna irawan/NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan satu data juga diikuti dengan kebijakan satu peta. Penerapan peta acuan nasional ini akan memberikan kepastian hukum, kerangka tata ruang, dan kemudahan izin usaha bagi investor.
Asisten Deputi Penataan Ruang dan Kawasan Strategis Ekonomi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Dodi Slamet Riyadi mengatakan, kebijakan satu peta akan memuat 85 peta tematik yang terkompilasi dan terintegrasi dari 19 kementerian, lembaga, serta pemerintah daerah di 34 provinsi. Ada satu peta tematik yang belum terintegrasi, yaitu peta batas desa/kelurahan.
”Peta batas desa/kelurahan masih dalam proses pengerjaan oleh walidata Kementerian Dalam Negeri,” kata Dodi melalui pesan singkat, Jumat (22/11/2019).
Kebijakan satu peta yang jadi fokus Paket Kebijakan Ekonomi Jilid VIII secara resmi berlaku pada Agustus 2018.
Dodi mengatakan, sejauh ini sistem geoportal kebijakan satu peta hanya bisa diakses oleh pemerintah terlebih dahulu. Sistem geoportal masih proses pembaruan secara berkelanjutan sembari menunggu seluruh peta tematik terintegrasi. Sistem geoportal fokus pada data peta spasial, bukan data statistik.
Sistem geoportal masih proses pembaruan secara berkelanjutan sembari menunggu seluruh peta tematik terintegrasi.
Kebijakan satu peta juga terintegrasi dengan layanan online single submission (OSS). Investor yang akan mengajukan izin usaha dapat memilih lokasi investasi berdasarkan peta rencana tata ruang wilayah (RTRW) atau rencana detail tata ruang (RDTR) di suatu daerah. Lokasi yang tersedia mengacu pemetaan daerah prioritas investasi yang dirumuskan pemerintah.
Terkait data kependudukan, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh, saat dihubungi di Jakarta, Jumat (22/11/2019), mengatakan, data tunggal kependudukan telah jamak digunakan oleh instansi untuk proses verifikasi data. Hingga saat ini, catatan Ditjen Dukcapil, ada 1.269 lembaga yang telah memakai data tunggal tersebut.
Data tunggal kependudukan telah jamak digunakan oleh instansi untuk proses verifikasi data. Hingga saat ini, catatan Ditjen Dukcapil, ada 1.269 lembaga yang telah memakai data tunggal tersebut.
Sejumlah instansi ataupun perusahaan yang diperbolehkan mengakses data kependudukan Kemendagri harus memenuhi lima kriteria, yakni pelayanan publik, perencanaan pembangunan, alokasi anggaran, proses demokratisasi, dan penegakan hukum.
”Data tunggal kependudukan kami sudah terjalin rapi. Total ada 266 juta penduduk atau 98,8 persen penduduk. Semua datanya sudah tersedia lengkap dengan by name by address,” ujar Zudan.
Dalam upaya mengejar warga yang belum merekam kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el), Ditjen Dukcapil mulai membangun ekosistem penggunaan KTP-el di setiap layanan. Dengan begitu, warga tersebut akan tergerak untuk merekam KTP-el.
Seiring dengan itu, Zudan menyampaikan, Ditjen Dukcapil juga akan terus memutakhirkan data kependudukan yang ada sehingga meminimalkan kemungkinan data ganda. Ia juga memastikan setiap orang yang merekam dua kali pasti akan tertolak secara sistem.
”Kami terus memperbarui data kependudukan itu setiap hari karena ada yang pindah, meninggal, ubah status, atau mengganti jenis pekerjaan. Jadi, harapannya, tak ada lagi pemilik data ganda,” kata Zudan.
Zudan sepakat bahwa di era saat ini sangat penting melaksanakan kebijakan satu data yang diikuti satu peta. Sebab, dengan cara itu, pemerintah daerah semakin dimudahkan dalam penyelesaian setiap persoalan.
”Kebijakan itu penting sekali, bisa memengaruhi semua. Misal, ketepatan perencanaan pembangunan, butuh berapa sekolah dihitung dari berapa murid, butuh berapa guru dihitung berapa murdinya. Lalu, saat mau membagi alokasi dana desa, dihitung berapa penduduknya,” ucap Zudan.