Belum Ada Kajian Komprehensif, Warga Pesisir Pekalongan Diminta Beradaptasi
Pemerintah Kota Pekalongan belum dapat merumuskan solusi guna mengantisipasi penurunan muka tanah yang terus berlangsung di wilayah pesisir. Hingga kini, belum ada kajian komprehensif terkait hal tersebut.
Oleh
KRISTI UTAMI
·3 menit baca
PEKALONGAN, KOMPAS — Pemerintah Kota Pekalongan, Jawa Tengah, belum dapat merumuskan solusi guna mengantisipasi penurunan muka tanah yang terus berlangsung di wilayah pesisir. Hingga kini, belum ada kajian komprehensif terkait persoalan yang semakin menyengsarakan masyarakat tersebut.
Pemkot Pekalongan baru akan membuat kajian komprehensif mengenai penurunan muka tanah pada 2020. Kajian tersebut mencakup penyebab, dampak, dan solusi untuk mengatasi penurunan muka tanah. Dalam pembuatan kajian tersebut, Pemkot Pekalongan akan menggandeng Badan Geologi Kementerian Energi, dan Sumber Daya Mineral.
”Kami harus memiliki dasar ilmiah dan komprehensif terlebih dahulu mengenai penurunan muka tanah sehingga kami bisa menemukan langkah yang tepat dalam mengantisipasi penurunan muka tanah ini,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Pekalongan Purwanti, Kamis (21/11/2019).
Dalam beberapa penelitian, salah satunya penelitian ahli geodesi dari Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung (ITB), Heri Andreas, disebutkan bahwa salah satu penyebab penurunan muka tanah di Kota Pekalongan adalah pengeboran sumur air bawah tanah. Dalam penelitian tersebut, Heri menyarankan Pemkot Pekalongan menghentikan aktivitas pengeboran air bawah tanah.
Menurut Purwanti, moratorium pengeboran sumur air bawah tanah tidak bisa dilakukan begitu saja. Pemkot Pekalongan harus memastikan terlebih dahulu apakah pengeboran sumur bawah tanah benar-benar menjadi penyebab terbesar dalam persoalan penurunan tanah.
Untuk menerbitkan moratorium pengeboran air tanah, pemerintah harus bisa menjamin ketersediaan air bagi masyarakat. Padahal, sejauh ini, Kota Pekalongan masih bergantung pada penggunaan air bawah tanah.
Ketergantungan itu diharapkan bisa dilepaskan ketika Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Regional Petanglong beroperasi. SPAM Regional Petanglong diharapkan mampu menyuplai sekitar 400 liter air per detik untuk Kota Pekalongan.
Pemkot Pekalongan menyiapkan beberapa upaya mitigasi dan menyarankan masyarakat untuk beradaptasi dengan penurunan muka tanah.
Sambil menunggu kajian mengenai penurunan muka tanah selesai, Pemkot Pekalongan menyiapkan beberapa upaya mitigasi dan menyarankan masyarakat untuk beradaptasi dengan penurunan muka tanah. Sebab, penurunan muka tanah juga berdampak pada mudahnya air laut masuk ke daratan.
Sekretaris Daerah Kota Pekalongan Sri Ruminingsih mengatakan, ada beberapa upaya mitigasi yang dilakukan pemerintah untuk mencegah dampak penurunan muka tanah. Upaya tersebut, antara lain, penutupan sumur air bawah tanah ilegal serta pembatasan pengeluaran rekomendasi perpanjangan izin dan pembuatan sumur air bawah tanah baru di wilayah utara Kota Pekalongan.
Selain itu, antisipasi juga dilakukan dengan pembuatan tanggul raksasa untuk mencegah rob meluas, serta penanaman mangrove di daerah-daerah yang rawan untuk menahan limpasan air laut.
”Untuk upaya adaptasi, kami menyarankan warga meninggikan rumahnya. Sejauh ini kami juga sudah membantu peninggian jalan dan perbaikan jalan yang rusak akibat rob,” tutur Sri.
Berdasarkan pantauan Kompas, Kamis, rumah-rumah warga di kawasan pesisir utara Kota Pekalongan sudah dirombak. Hal itu terlihat dari tinggi pintu rumah yang lebih pendek dari ukuran rumah pada umumnya. Kebanyakan warga meninggikan lantai di dalam rumah dengan cara menguruk lantai dengan batu dan pasir.
”Menurut saya, lingkungan ini sudah tidak layak untuk ditinggali. Tetapi, saya tidak bisa pindah karena tidak ada biaya,” kata Suhendro, warga Kelurahan Bandengan, Kecamatan Pekalongan Utara.
Ahli geologi teknik yang juga pensiunan Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Sugalang, mengatakan, pembangunan di Kota Pekalongan harus berbasis pada kondisi geologi. Sebelum menyusun rencana tata ruang dan wilayah, pemerintah harus memetakan terlebih dahulu potensi bencana geologi.