LRT Jakarta Tetapkan Tarif Merata Rp 5.000 Mulai Desember
Mulai 1 Desember 2019 penumpang LRT diwajibkan membayar tiket harian berjaminan dengan tarif Rp 5.000. PT LRT sudah melengkapi semua fasilitas, mulai dari pembayaran dengan kartu uang elektronik hingga integrasi rute.
Oleh
Aditya Diveranta
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT LRT Jakarta akan mulai beroperasi secara komersial per 1 Desember 2019 setelah beberapa bulan uji publik. Operasi komersial ini juga menandai tarif tiket yang tidak lagi gratis, tetapi berbayar dengan tarif Rp 5.000 secara merata.
Direktur Utama PT LRT Jakarta Widjanarko mengatakan, tarif tersebut telah dipertimbangkan bersama Dinas Perhubungan DKI Jakarta dan sejumlah pemangku kepentingan. Tiket seharga Rp 5.000 dianggap sebagai nilai paling pantas dengan fasilitas yang ditawarkan moda kereta ringan (light rail transit/LRT) saat ini.
Selama uji publik, PT LRT sudah melengkapi seluruh fasilitas, mulai dari pembayaran dengan kartu uang elektronik hingga integrasi rute dan stasiun dengan sejumlah halte bus Transjakarta.
”Mudah-mudahan ini bisa memberikan kenyamanan pada masyarakat,” kata Widjanarko seusai konferensi pers di Stasiun LRT Velodrome Jakarta.
PT LRT sudah melengkapi seluruh fasilitas, mulai dari pembayaran dengan kartu uang elektronik hingga integrasi rute dan stasiun dengan sejumlah halte bus Transjakarta.
Ia menjelaskan, mulai 1 Desember penumpang LRT akan diwajibkan membayar tiket harian berjaminan dengan tarif Rp 5.000. Penumpang juga dapat menggunakan kartu uang elektronik perbankan seperti yang banyak digunakan untuk naik Transjakarta.
LRT akan beroperasi sejak pukul 05.30 hingga 23.00. Ada empat pasang kereta (trainset) yang dapat dimaksimalkan penggunaannya sesuai dengan kondisi kepadatan. Setiap rangkaian dapat memuat 270 penumpang.
Corporate Communication Manager PT LRT Jakarta Melisa Suciati mengemukakan, tarif Rp 5.000 setiap perjalanan akan dikenai saat keluar di stasiun tujuan (tap out). Jika penumpang keluar di Stasiun Velodrome dan menyambung moda melalui Halte Pemuda Transjakarta, akan dikenai biaya tambahan Rp 3.500.
”Sejauh ini belum ada tarif integrasi. Masih normal di setiap moda, hanya beda pengenaan tarif, yaitu LRT pada saat tap out, sementara Transjakarta mengenakan tarif pada saat tap in,” ujar Melisa.
Sejauh ini belum ada tarif integrasi. Masih normal di setiap moda, hanya beda pengenaan tarif, yaitu LRT pada saat tap out, sementara Transjakarta mengenakan tarif pada saat tap in.
Dengan operasi komersial ini, Widjanarko menuturkan, PT LRT Jakarta masih akan mengejar target penumpang harian 14.000 orang. Sementara hingga November ini, penumpang harian moda kereta ini baru mencapai 7.000 orang.
Widjanarko menargetkan penambahan penumpang secara signifikan hingga setahun mendatang. Ia optimistis karena jumlah penumpang harian moda ini meningkat sekitar 10 persen selama September hingga November 2019.
”Bertambahnya jumlah penumpang harian itu karena integrasi Stasiun Pegangsaan Dua dengan rute Transjakarta Minitrans 10F. Kami juga akan membangun area komersial bagi warga sehingga Stasiun LRT bisa jadi tempat yang nyaman untuk bergaul,” katanya.
Direktur Bisnis Keuangan dan Pengembangan Bisnis PT LRT Jakarta Rudy Hartono menyebutkan, pengisian area komersial sampai saat ini masih berproses. ”Baru menawarkan ke calon investor, sejauh ini ada 35 tenant yang dikabarkan akan mendaftar dan masih bertahap,” ucapnya.
Melisa menyatakan, selama uji publik sejak Juni hingga November, moda LRT rute Pegangsaan Dua-Velodrome Rawamangun mencapai 1.044.457 penumpang. Dengan jumlah ini, ia optimisis jumlah penumpang harian bisa lebih meningkat daripada sekarang.
Terkait integrasi, Direktur Utama PT Transjakarta Agung Wicaksono menyebutkan akan ada integrasi fisik antara stasiun LRT dan halte Transjakarta. Namun, rencana itu masih perlu dibicarakan lagi dengan PT Jakarta Propertindo, pengembang proyek LRT.
”Baru rencana, yaitu antara Halte Pulomas dan Stasiun LRT Pulomas. Namun, belum ada kelanjutan lagi. Mudah-mudahan selanjutnya bisa dibicarakan,” ujarnya.