Robi Okta Fahlevi, Direktur PT Indo Paser Beton, didakwa menyuap Bupati nonaktif Muara Enim Ahmad Yani dan sejumlah pejabat di Kabupaten Muara Enim. Ia menyuap untuk mendapatkan 16 paket proyek senilai Rp 129,4 miliar.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Robi Okta Fahlevi, Direktur PT Indo Paser Beton, didakwa menyuap Bupati nonaktif Muara Enim Ahmad Yani dan sejumlah pejabat tinggi di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Robi menyuap demi mendapatkan 16 paket proyek Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Muara Enim Tahun Anggaran 2019 senilai Rp 129,4 miliar.
Bupati meminta iuran komitmen di awal 15 persen kepada Robi. Sebagai imbalan, pelelangan direkayasa untuk memuluskan langkah Robi mendapatkan ke-16 paket proyek tersebut.
Hal ini terkuak dalam persidangan perdana dengan terdakwa Robi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palembang, Rabu (20/11/2019). Dalam sidang yang diketuai oleh Bongbongan Silaban, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan dakwaan yang menguak sejumlah fakta persidangan.
Jaksa membacakan cara Robi menyuap sejumlah pejabat, termasuk Ahmad Yani, untuk mendapatkan 16 paket proyek peningkatan jalan dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Muara Enim.
Robi memberikan iuran komitmen di muka yang dibayarkan secara bertahap sebesar 15 persen dari nilai total proyek Rp 129,4 miliar. Iuran komitmen itu berupa uang Rp 22 miliar, 35.000 dollar AS, dan dua mobil senilai Rp 1,3 miliar.
Dari jumlah tersebut, Ahmad menerima 10 persen dari total iuran komitmen atau Rp 12,5 miliar, 35.000 dollar AS, dan dua unit kendaraan. Adapun sisa 5 persen akan diberikan kepada pejabat pembuat komitmen (PPK), A Elfin MZ Muchtar, Rp 2,6 miliar; RS selaku Pelaksana Tugas Kepala Dinas PUPR Muara Enim Rp 1,1 miliar; Ketua Kelompok Kerja IV IS sebesar Rp 1,5 miliar; serta Ketua DPRD Muara Enim AR Rp 3 miliar.
Penyuapan ini bermula saat APBD Muara Enim Tahun Anggaran 2019 mulai dilaksanakan. Ahmad memanggil Elfin dan RS untuk mencari kontraktor yang sanggup melaksanakan proyek ini, tetapi dengan membayar komitmen fee 10 persen kepadanya di awal.
Mendengar perintah tersebut, keduanya langsung mencari kontraktor yang biasa menerima proyek dari Pemerintah Kabupaten Muara Enim. Ada empat kontraktor yang dihubungi, tetapi hanya Robi yang menyanggupi persyaratan tersebut.
Robi menyuap bupati dengan dua kendaraan roda empat jenis pikap dan SUV serta uang Rp 12,5 miliar dan 35.000 dollar AS. Pemberian itu dilakukan secara bertahap. Atas perintah Ahmad, Elfin membagi uang tersebut pada Wakil Bupati Banyuasin JU senilai Rp 2 miliar dan 22 anggota DPRD Muara Enim senilai Rp 4,8 miliar, masing-masing anggota mendapat uang suap Rp 200 juta-Rp 350 juta.
Merekayasa lelang
Untuk memuluskan langkah Robi agar memenangi proyek tersebut, Elfin bersama dengan Ilham merekayasa pelelangan. Mereka memasukkan standar pelaksanaan kualifikasi teknis tertinggi agar perusahaan lain sulit mengikuti prasyarat tersebut.
Selain itu, Ilham juga memberikan kerangka acuan kerja (KAK) kepada Robi agar perusahaannya terafiliasi dan dapat segera memenuhi syarat yang diberikan. Hal itu dilakukan atas perintah bupati. Tujuannya tidak lain agar Robi dapat segera memenuhi persyaratan sehingga proyek dapat dimenangi Robi.
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Muhammad Asri Irwan, menuturkan, atas tindakannya, Robi didakwa dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. ”Terdakwa dijerat dengan kasus penyuapan kepada sejumlah oknum pejabat untuk mendapatkan proyek,” katanya.
Terdakwa dijerat dengan kasus penyuapan kepada sejumlah oknum pejabat untuk mendapatkan proyek.
Dari dakwaan, ucap Asri, pihaknya akan memanggil sejumlah saksi yang diduga menikmati aliran suap tersebut. ”Ada 10 saksi yang akan kami hadirkan, termasuk Bupati dan Ketua DPRD Muara Enim,” katanya.
Keterangan dari saksi ini tentu akan menjadi alat bukti atas dakwaan yang sudah diberikan kepada pemberi suap dan penerima suap. Selain itu, untuk mencegah masih terjadinya aliran dana, pihaknya juga sudah memblokir rekening Robi. ”Pemblokiran ini perlu dilakukan karena kami khawatir rekening tersebut akan disalahgunakan,” kata Asri.
Kuasa hukum terdakwa, Thomas Aquino, mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan sejumlah saksi untuk dijadikan saksi meringankan. ”Saksi bisa datang dari rekanan atau karyawan,” katanya. Kemungkinan akan ada lima saksi yang dihadirkan.
Thomas menuturkan, pihaknya tidak melakukan eksepsi karena dalam dakwaan tidak ada kesalahan yang krusial dan material sudah tersusun dengan baik. Selanjutnya adalah tinggal menguji dakwaan tersebut.
Thomas juga meminta agar salah satu rekening terdakwa tidak diblokir karena dia masih memiliki tanggungan keluarga yang harus dinafkahi. Sidang akan dilanjutkan kembali minggu depan dengan agenda pemeriksaan terdakwa.