Ajang Indonesia Menari garapan Indonesia Kaya akan menampilkan 7.000 kaum muda di tujuh kota di Indonesia. Peserta menarikan gerakan yang sama ditata oleh koreografer Ufa Sofura.
Oleh
Herlambang Jaluardi dan Luki Aulia
·5 menit baca
Sebanyak 7.000 kaum muda menjadi pusat perhatian pengunjung di tujuh tempat perbelanjaan di tujuh kota di Indonesia, yaitu Jakarta, Bandung, Solo, Semarang, Makassar, Palembang, dan Medan, Minggu (17/11/2019). Mereka mengikuti ajang Indonesia Menari garapan Indonesia Kaya yang telah digelar sejak 2012. Melihat antusiasme ini, sepertinya Indonesia tak akan kekurangan penari.
Para peserta di semua kota menarikan gerakan yang sama, yaitu yang ditata oleh koreografer Ufa Sofura. Durasi tarian yang memadukan gaya tradisional dan modern itu empat menit saja. Musik pengiringnya digubah Jevin Julian. Musik itu menyisipkan irama dari lagu-lagu daerah, yaitu “Anging Mamiri”, “Ondel-ondel”, “Sik Sik Si Batu Manikam”, “Dek Sangke”, “Gundul-gundul Pacul”, dan “Manuk Dadali”.
Di arena atrium The Park Mall, Solo Baru, Sukoharjo, Jateng, misalnya, ada panggung bagi ikon Indonesia Menari, Dwi Andhika dan Amanda Manopo. Mereka adalah pesohor muda, bukan penari penari profesional. Namun justru itu poinnya. Kehadiran mereka seolah-olah menyatakan bahwa siapa saja bisa menari. Amanda, misalnya, bilang itu merupakan kali pertama dia menari di depan umum. Harap maklum kalau gerakan mereka tak seluwes para peserta di bawah panggung.
“Ini jadi tantangan buat saya untuk belajar menari,” kata Amanda, yang dikenal publik lewat beberapa judul FTV dan sinetron ini.
Peserta mendapat tautan video koreografi begitu mereka mendaftarkan diri. Video itu diunggah sejak akhir Agustus silam. Minggu kemarin, mereka mendaftar ulang di tempat penyelenggaraan, sekaligus menentukan posisi berkompetisi. Ada yang dapat tempat di lantai dua di selasar deretan toko, ada yang di teras luar, namun pusatnya di bagian atrium. Siapa cepat mendaftar ulang, akan dapat tempat terbaik.
Begitu musik diputar, mereka serempak menarikan koreografi yang sudah dipelajari sebelumnya. Suasana mal bertambah riuh oleh teriakan-teriakan riang para penari. Mereka mendapat dua kali kesempatan menari. Gerakan mereka dinilai para juri yang berkeliaran di antara mereka. Setelah selesai, juri memberi tiket emas untuk melaju ke putaran final, masih dengan tarian yang sama.
Mega Sukma Firstiomurti (21) adalah salah satu pemegang tiket emas itu. Mahasiswi Institut Seni Indonesia Surakarta itu akhirnya terpilih sebagai satu dari lima pemenang kategori individu di Solo. Gerakannya memang luwes, meski mengaku tak menyediakan waktu khusus berlatih.
“Latihannya di kos-kosan sendiri saja, kalau ada waktu luang. Soalnya, kan, masih kuliah juga,” kata mahasiswi jurusan tari, yang mulai berlatih mengolah gerak tubuh lewat bela diri sejak SD ini. Selain Mega, pemenang kategori individu di Solo adalah Caliztha Kirana Dewi, Wildan Diash, Shakira Diva, dan Sulaiman.
Kelompok Abrantara dari Yogyakarta keluar sebagai juara I kategori kelompok di Solo. Lima orang anggota kelompok ini merupakan penari terlatih yang bergabung di Komunitas Freakingz Crew, yang lebih bergaya modern.
“Latihannya untuk acara ini cuma seminggu, karena susah menyatukan jadwal latihan. Ada yang siangnya bisa, yang lain nggak bisa. Rata-rata kami memang sudah mengajar,” kata Safina Adriani, salah satu anggotanya. “Kami ikut ini karena rindu kompetisi.”
Antusias
Ajang di Solo diikuti oleh 1.300 penari berbagai usia. Jumlah pendaftarnya 1.700 orang lebih. Keterbatasan arena membuat tak seluruh pendaftar bisa ikut berlomba. Seluruh tempat penyelenggaraan dibanjiri pendaftar. Di Jakarta, misalnya, pendaftarnya 5.248 orang, sedangkan kuotanya 1.722 orang.
Ajang di Jakarta bertempat di sejumlah titik di area Grand Indonesia Shopping Town. Kuota di Jakarta adalah yang terbanyak dibandingkan enam kota lainnya. Secara keseluruhan, ajang ini diikuti oleh 7.000 peserta, dengan pendaftar sebanyak 14.732 orang. Tahun lalu, ajang ini hanya diselenggarakan di lima kota.
Kelompok penari dari SMP Islam Az Zamir, Tangerang, harus berjibaku berlatih di antara tugas sekolah. Selama satu bulan, mereka berlatih tanpa pembinaan dari guru. “Tahun ini kami lebih mandiri karena nggak ada pembina. Tahun lalu kami masih punya guru,” kata Kezia, salah satu penari dari SMP Az Zamir. Mereka juga mengurus sendiri kostum dan tata riasnya.
Bagi kelompok SMK Ghama Caraka, Depok, tantangan terbesar mengikuti ajang ini adalah menyelaraskan gerakan. Mereka berlatih selama dua bulan di antara jadwal sekolah dengan kegiatan sehari-hari anggotanya. “Tantangannya, ya, bagaimana kami bisa kompak,” kata Natasha anggota kelompok itu.
Dia tak terlalu memusingkan akan menang, atau tidak. Bagi Natasha, mengikuti ajang Indonesia Menari adalah kesempatan untuk menambah wawasan kebudayaan Nusantara. “Kan, Indonesia ini banyak, nih, tari-tariannya dan lagu-lagu tradisionalnya,” kata dia.
Soal menang adalah bonus yang tak terduga bagi Awal. Dia keluar sebagai juara I kategori individu di Jakarta. Awal sudah menyukai tari sejak kecil di Makassar. Gerakannya yang luwes adalah hasil berlatih selama bertahun-tahun, baik lewat sanggar, maupun latihan sendiri. Tahun lalu, dia sudah berniat ikut tapi terlambat mendaftar.
Begitu video koreografi Ufa muncul, Awal tekun berlatih. “(Juara) ini membalas tahun kemarin,” ujarnya.
Ufa merancang koreografi sederhana agar mudah diikuti masyarakat umum, bukan penari. Inspirasi gerakannya diambil dari tari tradisional. Penilaian tidak hanya dilihat dari teknik menari dan kostum, tetapi juga kesatuan tim, kekompakan, stamina, dan semangat.
Dengan gerakan sedemikian rupa, Ufa berharap masyarakat awam semakin tertarik menari. Lebih jauh, ketertarikan itu diharapkan meluas dengan memahami gerakan-gerakan tersebut. “Tak hanya mengikuti gerakan tarian saja, tetapi juga membuat karya seni yang baik,” kata Ufa.
Harapan Ufa itu selaras dengan tujuan Indonesia Menari ini. Renitasari Adrian, Program Director Indonesia Kaya, mengatakan, Indonesia Menari diharapkan dapat mengenalkan kembali gerakan tari Indonesia melalui medium populer seperti tarian massal dengan kemasan modern.
“Kami mendedikasikan satu hari di bulan November untuk pelestarian tarian Indonesia agar menjadi tuan rumah di tanahnya sendiri. Makanya kami mengajak ikon milenial Indonesia untuk menarik generasi muda lebih dekat dengan tarian Indonesia,” kata Renitasari.