Usai Direhab dan Direintroduksi, 17 Orangutan Tinggal di Rumah Baru
Sebanyak 17 orangutan menempati rumah baru di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah, Selasa (19/11/2019). Salah satu orangutan merupakan hasil penyelamatan dari kebun sawit.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Sebanyak 17 orangutan menempati rumah baru di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah, Selasa (19/11/2019). Salah satu orangutan merupakan hasil penyelamatan dari perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Pulang Pisau.
Yayasan Borneo Orangutan Survival (BOS) bersama pemerintah daerah dan USAID Lestari melepasliarkan 16 orangutan yang sudah direhabilitasi dan reintroduksi serta satu orangutan jantan berumur 20 tahun yang ditranslokasi dari wilayah perkebunan kelapa sawit ke Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR).
Orangutan jantan tersebut masih memiliki sifat liar dan masih cukup sehat untuk dilepaskan ke hutan sehingga orangutan jantan itu tidak perlu direhabilitasi. Masuknya orangutan tersebut ke perkebunan atau permukiman penduduk karena terdesak berbagai faktor, di antaranya makanan dan kebakaran.
Kepala Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah Adib Gunawan mengungkapkan, kebakaran hutan dan lahan yang terjadi tahun 2019 mengkhawatirkan pihaknya atas keselamatan satwa liar dilindungi. Namun, menurut dia, sampai saat ini belum ditemukan orangutan atau satwa liar dilindungi lain yang terbakar.
”Orangutan merupakan spesies kunci dalam ekosistem sehingga harus dilindungi dan dijaga. Dengan begitu, hutan dan keanekaragaman hayati juga terjaga,” kata Adib.
Adib menjelaskan, pelepasliaran saat ini merupakan pelepasan yang ke-18 di TNBBBR terhitung sejak Agustus 2016. Sedikitnya terdapat 152 orangutan yang sudah dilepaskan di lokasi yang berjarak sekitar 260 kilometer dari Kota Palangkaraya.
Untuk membawa 17 orangutan itu, Yayasan BOS membagi orangutan ke beberapa tim. Perjalanan dilakukan melalui jalur darat. Sebelum memasuki wilayah TNBBBR, tim harus melalui jalan yang digunakan perusahaan kayu untuk membawa produksinya. Jalan itu tidak beraspal, hanya beralas tanah dan berlumpur saat hujan.
Kandang-kandang orangutan yang digunakan sementara dimasukkan di mobil hingga dibawa menggunakan perahu kayu bermesin. Butuh empat sampai enam orang untuk mengangkut satu kandang sebelum kandang dibuka di hutan.
CEO Yayasan BOS Jamartin Sihite menjelaskan, kali ini pihaknya membutuhkan tiga kali perjalanan untuk membawa semua orangutan sebelum dilepasliarkan. Satu perjalanan melalui Daerah Aliran Sungai (DAS) Bemban dan dua kali perjalanan di DAS Hiran, Kabupaten Katingan. Semuanya dilakukan di tiga hari yang berbeda.
”Ini dilakukan karena orangutan itu tinggalnya di hutan, bukan di kandang, jadi kami berharap kandang dan pusat rehabilitasi kami itu kosong, semuanya (orangutan) harus kembali ke hutan,” kata Jamartin.
Ini dilakukan karena orangutan itu tinggalnya di hutan, bukan di kandang, jadi kami berharap kandang dan pusat rehabilitasi kami itu kosong, semuanya harus kembali ke hutan.
Jamartin mengungkapkan, sampai saat ini pihaknya masih terus membantu pemerintah untuk mencari lokasi orangutan sebagai rumah baru atau habitat yang baru dan pas untuk orangutan. Hal itu dilakukan karena masih banyak orangutan rehabilitasi yang harus dilepasliarkan.
”Kuncinya itu hentikan deforestasi agar orangutan tidak keluar dari habitatnya. Ini bisa dilakukan kalau semua pihak punya komitmen yang sama,” kata Jamartin.
Koordinator Landscape USAID Lestari Kalteng Rosenda Chandra Kasih mengungkapkan, pihaknya berkomitmen besar untuk bekerja sama dengan pemerintah dalam menjaga lingkungannya, termasuk orangutan. Maka dari itu, program pelepasliaran selalu mendapatkan dukungan dari pihaknya.