Tak ada pilihan lain bagi pemerintah Iran kecuali mencari sumber pendanaan baru untuk menggerakkan ekonomi, khususnya bagi menengah ke bawah. Jika tidak, cepat atau lambat ancaman revolusi rakyat hanya menunggu waktu.
Oleh
Musthafa Abd Rahman, dari Kairo, Mesir
·3 menit baca
Pemerintah Presiden Iran Hassan Rouhani kini menghadapi ujian terberat sejak Amerika Serikat memberlakukan kembali sanksi atas Iran menyusul mundurnya AS dari kesepakatan nuklir Iran, Mei 2018. Di luar dugaan, Iran sejak hari Sabtu lalu hingga Senin (18/11/2019) kembali dilanda unjuk rasa besar yang merambah kota-kota utama di seantero negeri itu.
Unjuk rasa tersebut dipicu oleh keputusan pemerintah mencabut sebagian subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang mengakibatkan harga BBM akan naik 50 persen.
Menurut kantor berita Iran, Mehr, diperkirakan sebanyak 87.400 warga Iran terlibat unjuk rasa di berbagai kota sejak Sabtu lalu. Kantor berita Iran lainnya, Fars, menyebut sedikitnya aparat keamanan Iran telah menangkap 1.000 pengunjuk rasa. Menurut sumber oposisi, Mujahideen Khalq, korban tewas mencapai 27 orang. Kantor berita Iran IRNA menyebut korban tewas hingga Senin tercatat dua orang.
Keputusan berani Rouhani menaikkan harga BBM jelas menunjukkan, perekonomian Iran kini sangat berat akibat sanksi AS. Reaksi keras rakyat Iran dengan menggelar unjuk rasa itu juga memberi pesan tentang beban berat ekonomi yang dipikul rakyat saat ini akibat sanksi AS.
Rouhani berdalih, menaikkan harga BBM adalah sebuah keniscayaan. Ia menegaskan, dana yang akan diperoleh dari kenaikan harga BBM tersebut akan diperuntukkan subsidi langsung bagi rakyat fakir miskin. Pemerintah Iran berjanji akan menyalurkan subsidi kepada 60 juta rakyat Iran dari dana kenaikan harga BBM itu agar lebih tercipta keadilan sosial.
Menurut Rouhani, seperti dikutip situs televisi Al Jazeera, ada tiga opsi untuk meringankan beban ekonomi di Iran saat ini, yaitu menaikkan pajak, ekspor minyak, dan menaikkan harga BBM. Pemerintah, ungkap Rouhani, memilih opsi menaikkan harga BBM untuk meringankan beban ekonomi negara.
Kalkulasi Rouhani
Opsi ekspor minyak sudah tidak mungkin lagi saat ini di tengah sanksi AS. Seperti diketahui, sebesar 64 persen APBN Iran berasal devisa ekspor minyak yang kini terhenti pasca-sanksi AS. Maka, bagi pemerintah Iran saat ini tidak ada pilihan lain kecuali mencari sumber pendanaan baru untuk menggerakkan ekonomi, khususnya di tingkat menengah ke bawah.
Jika pemerintah Iran tidak segera menggerakkan ekonomi kelas menengah ke bawah, cepat atau lambat ancaman revolusi rakyat yang lebih besar hanya menunggu waktu.
Jika pemerintah tidak segera menggerakkan ekonomi kelas menengah ke bawah, cepat atau lambat ancaman revolusi rakyat yang lebih besar hanya menunggu waktu. Dampaknya, tidak hanya bisa meruntuhkan pemerintah Iran, tetapi juga sistem politik Velayat-e Fakih hasil revolusi Iran tahun 1979.
Berkaca dari unjuk rasa besar di Irak dan Lebanon akhir-akhir ini yang menentang sistem politik sektarian di dua negara Arab itu, pemerintah Iran dengan cepat menerapkan kebijakan menaikkan harga BBM guna meredam unjuk rasa serupa di negaranya.
Pemerintahan Rouhani sudah mengkalkulasi, kebijakan menaikkan harga BBM akan memicu unjuk rasa. Tetapi, jika kebijakan itu tidak diambil, bakal meletus unjuk rasa lebih besar dan lebih berbahaya akibat stagnasi ekonomi di tingkat bawah.
Menjaga Velayat-e Fakih
Itulah latar belakang Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei ikut mendukung kebijakan Rouhani menaikkan harga BBM. Ia menyadari bahayanya terhadap sistem politik Velayat-e Fakih jika ekonomi kalangan kelas bawah mengalami stagnasi.
Karena itu, pemerintah Iran akan berusaha dengan segala cara meredam unjuk rasa saat ini meskipun terpaksa menggunakan kekuatan. Mereka telah memiliki kalkulasi bahwa para pengunjuk rasa saat ini hanya dari kalangan menengah. Unjuk rasa kelas menengah-atas bisa dengan mudah diredam dengan kekuatan, seperti aksi unjuk rasa tahun 2017 dan 2018.
Menurut pemerintah Iran, kalangan bawah bisa dicegah untuk tidak ikut turun ke jalan secara masif dengan cara segera mengucurkan dana dalam bentuk subsidi hasil kenaikan harga BBM itu kepada mereka. Jika rakyat kalangan bawah mendapat dana subsidi tersebut, ekonomi di kalangan bawah akan bergerak, dan hal itu bisa mencegah meletusnya revolusi di Iran di tengah kawasan regional yang kini bergejolak.