Umbi porang atau iles-iles menjadi salah satu komoditas pertanian Indonesia yang diminati China, sebagai bahan dasar makanan. Ke depan, perlu ada peningkatan nilai tambah, dengan tak lagi mengirim porang kering.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Umbi porang atau iles-iles, sebagai bahan dasar makanan, menjadi salah satu komoditas pertanian Indonesia yang diminati China. Ke depan, perlu ada peningkatan nilai tambah, yakni dengan tak lagi mengirim porang kering, tetapi sudah dalam bentuk halus seperti tepung.
Sebanyak 60 ton porang kering yang dikemas di Semarang diekspor ke China, Selasa (19/11/2019), di Pelabuhan Tanjung Emas, Kota Semarang, Jawa Tengah. Ekspor tersebut senilai Rp 1,2 miliar. Hadir dalam acara itu Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, dan Kepala Badan Karantina Pertanian Ali Jamil.
Ganjar mengatakan, pengiriman produk-produk pertanian, baik asal Jateng maupun yang diproses di Jateng, meningkatkan catatan devisa. ”Seperti porang ini. Saat ini masih dikirim dalam bentuk kering, tetapi ke depan bisa yang diekspor sudah berupa tepung. Pasarnya ada,” ujar Ganjar.
Seperti porang ini. Saat ini masih dikirim dalam bentuk kering, tetapi ke depan bisa yang diekspor sudah berupa tepung. Pasarnya ada
Menurut dia, dengan mengekspor porang dalam bentuk tepung, akan ada peningkatan nilai yang pada akhirnya juga dapat memberikan keuntungan lebih bagi petani. Apabila kebutuhan porang tinggi, bukan tak mungkin ada investor yang mau berinvestasi dalam pengolahan menjadi tepung.
Syahrul menuturkan, ekspor porang berpeluang besar dikembangkan. ”Porang bisa kita tumbuhkan di mana saja. Tinggal lahan-lahan marjinal kita isi. Saya ingin ada percontohan 2.000 hektar. Berbagai ruang ekspor baru bisa kita persiapkan, dengan dukungan gubernur,” katanya.
Adapun di Jateng, porang menjadi salah satu komoditas ekspor yang tergolong baru. Bahan bakunya berasal dari Jawa Timur. Sejumlah provinsi yang telah lebih dulu memasuki pasar ekspor porang antara lain Jawa Timur, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara.
Dipasok petani
Hendrik, perwakilan dari PT Seaweed Agung Mandala, selaku eksportir porang, menyebutkan, pihaknya bekerja sama dengan sejumlah petani, antara lain dari Kabupaten Ngawi dan Pasuruan, Jatim, sebagai pemasok porang. Ekspor perdana dari Tanjung Emas dilakukan pada Juli 2019.
Dalam sebulan, pihaknya menargetkan ada sekitar 10 kontainer atau 200 ton. ”Permintaan dari China cukup menjanjikan dengan nilai ekspor Rp 150.000-Rp 200.000 per kg. Permintaan dari Jepang dan Korea Selatan juga sudah ada,” lanjutnya.
Menurut Hendrik, saat ini, pihaknya belum memiliki teknologi untuk mengolah porang kering menjadi halus seperti tepung. Sudah ada rencana untuk bekerja sama dengan pihak dari China sehingga porang bisa diolah di Indonesia. Dengan begitu, nilainya dapat meningkat 30 persen.
Ia menambahkan, di Indonesia, umbi porang termasuk kategori tumbuhan liar. ”Juga biasa dimanfaatkan untuk pakan ular. Saat ini, terbanyak memang di Jatim, tetapi sudah sudah mulai dikembangkan di Jateng, seperti di Kabupaten Pekalongan dan Tegal,” ujar Hendrik.
Pada Selasa, Syahrul dan Ganjar juga melepas sejumlah produk pertanian lainnya, seperti bungkil biji kapuk, minyak bungkil kapuk, edamame, cengkeh, jambu biji, biji pinang, sarang burung walet, dan ubi jalar. Total volume 283 ton dengan nilai ekspor Rp 35,3 miliar.
Syahrul mengatakan, pihaknya akan segera memulai gerakan tiga kali ekspor. ”Kami gulirkan program ini atas perintah Pak Presiden. Mulai Januari, pemerintah melaksanakan program ekspor tiga kali lipat (lebih banyak) dari apa yang telah kita capai. Ini bisa asalkan ada kemauan, semangat, dan kebersamaan,” tuturnya.