Polisi kembali menangkap empat tersangka baru terkait bom bunuh diri di Markas Polrestabes Medan, Senin (18/11/2019). Total 30 tersangka telah ditangkap.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Polisi kembali menangkap empat tersangka baru terkait bom bunuh diri di Markas Polrestabes Medan, Senin (18/11/2019). Total 30 tersangka telah ditangkap. Untuk mencegah terus berulangnya aksi teror di Sumatera Utara, warga diminta ikut serta mencegah tumbuhnya radikalisme.
Kepala Bidang Humas Polda Sumut Komisaris Besar Tatan Dirsan Atmaja, Selasa (19/11/2019), membenarkan, tiga tersangka baru telah ditangkap dan satu tersangka menyerahkan diri di Kota Medan. Namun, ia tidak bersedia merinci detail tempat penangkapan ataupun inisial dan peran setiap tersangka.
”Sampai saat ini polisi sudah menangkap 30 tersangka yang terdiri dari 27 laki-laki dan 3 perempuan,” kata Tatan saat ditemui di RS Bhayangkara Medan.
Dari 30 tersangka itu, tiga orang meninggal. Mereka ialah RMN (pelaku bom bunuh diri) serta dua orang lainnya, yaitu AP dan K alias Khoir, ditembak karena melawan petugas saat disergap di Hamparan Perak, Deli Serdang, Sumut. Ketiganya saat ini sudah diserahkan kepada keluarga untuk dimakamkan.
”Yang pasti (pendalaman kasus) tidak berhenti sampai di sini saja. Sampai detik ini beberapa tersangka masih dikejar,” ujar Tatan.
Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo mengungkapkan, para tersangka yang merupakan jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Sumut itu telah berlatih di Gunung Sibayak, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo, Sumut, Mei 2016 (Kompas, 19/11/2019).
Ia menjelaskan, jaringan itu dipimpin Y alias Yasir alias Anto yang ditangkap di Medan, pekan lalu. Sebagai amir (pemimpin) di jaringan itu, Y memimpin baiat (ikrar setia) semua anggota jaringannya kepada Abu Ibrahim al-Hashimi al-Quraishi, pemimpin Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS).
Menggurita
Penangkapan puluhan tersangka tersebut menunjukkan jaringan JAD telah menggurita di Sumut. Bahkan, sebelum JAD terbentuk, Sumut sudah punya rekam jejak aksi teror. Penyerangan terhadap Markas Polsek Hamparan Perak, September 2010, merupakan salah satunya.
Munculnya media sosial membuat penyebaran paham radikal sulit dibendung.
Saat ditanya apakah proses deradikalisasi di Sumut tidak membuahkan hasil, Kepala Polda Sumut Inspektur Jenderal Agus Andrianto, Senin (18/11/2019), mengatakan, munculnya media sosial membuat penyebaran paham radikal sulit dibendung. Hal ini menjadi tantangan baru upaya deradikalisasi.
”Sekarang (simpatisan) tidak perlu bertemu langsung dengan imam tertentu untuk belajar. Melalui media sosial saja bisa,” kata Agus.
Hal ini dibuktikan dengan temuan Tim Densus 88 Antiteror yang menunjukkan, istri pelaku RMN, yaitu DA, aktif berkomunikasi lewat media sosial dengan narapidana terorisme berinisial I di Lapas Kelas II Wanita Medan. Mereka juga diketahui kerap bertemu di lapas (Kompas.id, 14/11/2019).
Peran warga
Menanggapi hal itu, Ketua DPRD Sumut Baskami Ginting mengatakan, masyarakat Sumut perlu membantu tugas aparat memantau pergerakan kaum radikal. Peran aktif warga dalam hal ini akan sangat membantu mengidentifikasi sel-sel teroris secara cepat sebelum terlambat.
Baskami juga berharap tidak ada lagi kelompok masyarakat yang menganggap peristiwa teror sebagai upaya pengalihan isu belaka. Radikalisme dan terorisme harus disadari sebagai ancaman yang betul-betul ada di lingkungan masyarakat Sumut.
”Aksi teror merupakan ancaman bagi semua orang. Oleh karena itu, pencegahannya juga harus menjadi tanggung jawab bersama,” kata Baskami.
Ia menyatakan, dalam waktu dekat, Komisi A DPRD Sumut akan bertemu TNI dan Polri untuk membahas kasus teror bom di Medan. Lewat pertemuan itu, diharapkan akan ada titik terang mengenai langkah bersama yang akan diambil untuk mencegah radikalisme terus berkembang di Sumut.