Tabebuya Kuning Akan Gantikan Lapak Warga di Sunter
Tabebuya akan ditanam di sepanjang Jalan Agung Perkasa VIII, Sunter Jaya, Jakarta Utara, setelah kawasan itu tertata baik seusai program penggusuran berlangsung.
Oleh
Helena F Nababan dan Ayu Pratiwi
·4 menit baca
Suku Dinas Kehutanan Jakarta Utara berencana menanam pohon tabebuya kuning di sepanjang Jalan Agung Perkasa VIII, Kelurahan Sunter Agung, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Penanaman dilakukan sebagai bentuk penghijauan di kawasan tersebut.
Kepala Suku Dinas Kehutanan Jakarta Utara Putut Widya Martata, Selasa (19/11/2019), mengatakan, sekitar 50 pohon tabebuya kuning akan ditanam di sepanjang jalan tersebut dengan jarak tanam antarpohon 5 meter. Adapun penanaman dilakukan setelah penataan atau perapian kawasan selesai. Diperkirakan penataan berlangsung selama sebulan. Penataan perlu dilakukan karena kawasan untuk penanaman itu awalnya ditempati sejumlah warga, sehingga perlu waktu untuk membereskan barang-barang di kawasan itu.
Selain menanam tabebuya, Pemerintah Kota Jakarta Utara juga menawarkan sejumlah program pelatihan kerja kepada warga korban penggusuran di Jalan Agung Perkasa VIII, Sunter Jaya, Jakarta Utara. Namun, sejumlah warga menolak tawaran tersebut. Warga menilai, program pelatihan yang ditawarkan tak cocok dengan kemampuan mereka sebagai pedagang barang bekas yang telah dilakoni sejak puluhan tahun.
Tawaran bantuan pelatihan program kerja oleh Pemkot Jakarta Utara ini dimaksudkan untuk membantu sebagian besar warga yang awalnya bekerja sebagai pedagang barang bekas untuk beralih pekerjaan.
Menurut rencana, lebih dari 60 keluarga yang berdomisili di jalan yang terkena penggusuran itu akan direlokasi ke Rusun Marunda, Jakarta Utara, atau sekitar 30 menit perjalanan menggunakan sepeda motor dari tempat tinggal mereka sebelumnya. Sejak Kamis (14/11/2019), tempat tinggal mereka dibongkar karena kawasan itu hendak ditata supaya ramah lingkungan dan bebas dari banjir.
Masalahnya, sebagian besar warga menolak direlokasi karena akan kesulitan mencari nafkah di rusun.
Untuk itu, Pemkot Jakarta Utara berinisiatif membantu mereka beralih pekerjaan dengan menawarkan program pelatihan. Ada empat kelas program pelatihan yang ditawarkan, yaitu perancang web (web developer), operator komputer, desain grafis, dan teknik listrik. Pegawai negeri sipil (PNS) menjadi instruktur dalam semua program pelatihan ini.
”Selasa pagi ini, kami membagikan brosur program pelatihan, menawarkan program pelatihan peningkatan keahlian mereka,” kata Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Jakarta Utara Siti Nurbaiti dalam pernyataan tertulis yang dirilis pada Selasa (19/11/2019).
Soalnya kami yang sudah tua ini dulu sekolahnya sampai SD doang. Tradisi kami itu, ya, berusaha dengan buka lapak dan jual barang bekas. Kerja lain enggak bisa. Program pelatihan itu tidak masuk akal.
Dia menjelaskan, setiap kelas program keahlian digelar selama 15 hari kerja tanpa batas minimal peserta. Diharapkan, setelah pelatihan, warga dapat menjadi wirausaha sesuai keahlian yang diberikan.
Wali Kota Jakarta Utara Sigit Wijatmoko menambahkan, Pemkot Jakarta Utara telah menyediakan posko terpadu di Jalan Agung Perkasa VIII. Warga dapat mendaftarkan diri untuk ikut serta dalam program pelatihan yang ditawarkan. Ia juga mengimbau kepada warga yang sebelumnya bermukim dan menjalankan usahanya di sepanjang Jalan Agung Perkasa VIII untuk bisa menerima program pemerintah agar kawasan itu bisa ditata dan saluran air diperbaiki.
”Puluhan bangunan liar yang berdiri di atas trase saluran itu mengakibatkan Jalan Agung Perkasa VIII kerap tergenang karena saluran menyempit sehingga aliran air tidak berjalan dengan maksimal,” kata Sigit.
Tidak masuk akal
Beberapa warga Jalan Agung Perkasa VIII mengatakan telah menerima brosur program pelatihan yang ditawarkan pemerintah. Namun, untuk sementara, mereka menolak untuk ikut serta karena menganggap program itu tidak sesuai dengan kemampuan mereka.
”Soalnya kami yang sudah tua ini dulu sekolahnya sampai SD doang. Tradisi kami itu, ya, berusaha dengan buka lapak dan jual barang bekas. Kerja lain enggak bisa. Program pelatihan itu tidak masuk akal, kecuali kalau untuk yang muda-muda,” kata Tia (47), warga asal Jawa Timur yang tinggal di sana sejak 1980-an.
Sejak rumahnya dibongkar pada Kamis pekan lalu, ia beserta keluarganya tinggal, tidur, dan makan di luar, tepatnya di depan lokasi tempat tinggalnya yang sudah dirobohkan. Untuk mandi, ia menumpang di rumah warga lain.
Bagi Syukron (37), warga asal Madura, program pelatihan pemerintah yang hanya berlangsung selama 15 hari itu tidak cukup untuk mempelajari keahlian baru. ”Kami sudah puluhan tahun buka usaha sendiri. Program pemerintah tidak sesuai dengan pekerjaan kami,” ujarnya.
Pekerjaan Syukron sebagai pedagang barang bekas memungkinkan dia untuk menyekolahkan anaknya dan mengirim sebagian uang ke kampung halamannya. ”Makanya, kami ngotot tidak mau direlokasi. Kami berharap pemerintah memberikan pembinaan bagaimana mengelola tempat tinggal secara lebih baik,” katanya.
Ia mengakui bahwa tempat tinggal sebagian besar warga di sana tidak memiliki izin. Sebagai kompensasi, ia bersedia membayar ratusan ribu rupiah per bulan kepada pemerintah sebagai biaya sewa lahan.
”Lebih baik seperti itu daripada menyewa di rusun. Kami tidak bisa berdagang di sana. Lebih baik pemerintah bangun tempat tinggal layak di Jalan Agung Perkasa VIII dan kami ditagih setiap bulan. Ekonominya bisa berputar,” ujar Syukron.